50. Not Me

845 59 9
                                    









Jimin menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. Memejamkan matanya erat-erat, tak lupa menarik nafas dalam-dalam. Hari pertamanya bekerja memanglah sangat berat. Di mulai dari ia yang datang terlambat kemudian setelah itu ia harus meladeni setiap permintaan dari pasien yang menurutnya terlalu berlebihan. Jimin mendadak merasa ngeri bila mengingat apa saja yang dilakukan oleh pria itu padanya. Jungkook bilang jika wajahnya benar-benar mirip dengan wajah mendiang istrinya. Tentu saja Jimin mempercayainya karena ia telah melihat buktinya sendiri.


"Aku masih tidak percaya, bagaimana mungkin wajahku bisa semirip itu dengannya." Sang kakak yang sedang sibuk memasak menu makan malam untuk mereka berdua itu pun langsung di buat terkejut saat mendengar apa yang baru saja Jimin katakan. Bahkan karena saking kagetnya ia sampai menyentuh bagian pinggiran panci yang masih panas. Membuat ibu jari dan juga telunjuk kirinya melepuh.


"Awh, tanganku!" Jimin yang awalnya sedang berbaring di atas sofa pun langsung berlari ke arah dapur saat mendengar kakaknya yang mengaduh kesakitan sambil mengibas dan meniup-niup bagian jarinya yang melepuh.



"Hyung, astaga. Kenapa ini bisa terjadi? Harusnya kau bisa lebih berhati-hati saat memasak." Ucapnya sambil mencari kotak p3k yang di simpan di laci dapur. "Ini semua karenamu. Kalau saja tadi kau tidak membuatku kaget, mungkin ini tidak akan terjadi." Seojeon mengerucutkan bibirnya. Melihat kakaknya yang merengek seperti itu, membuat Jimin mendadak merasa kesal. Lagipula kenapa juga kakaknya harus kaget mendengar ucapannya padahal apa yang baru saja ia katakan itu bukannya wajar untuk dialami oleh siapa saja.



Kenapa Hyung jadi menyalahkanku sih? Bukannya Itu salah Hyung sendiri. Ishh, dasar menyebalkan."

Saking kesalnya, Jimin sampai meninggalkan Seojeon seorang diri di dapur. "Yak, mau kemana kau bocah anak. Kemari atau Hyung akan benar-benar marah padamu." Jimin menolehkan wajahnya ke belakang. Bukannya menurut, ia malah menjulurkan lidahnya ke arah Seojeon dan kemudian berlari ke atas lantai dua rumahnya. Besok adalah hari libur Jimin jadi ia ingin memanfaatkan waktu istirahatnya dengan semaksimal mungkin. Memastikan dirinya mendapatkan kualitas tidur yang cukup.



.



.




.






Jimin masuk ke kamar dan mengunci pintunya dari dalam. Membaringkan tubuh lelahnya itu di atas ranjang berukuran king size miliknya. Untuk sejenak Jimin memejamkan matanya. Menyelam jauh ke dalam pikirannya. Memikirkan tentang Jungkook, seorang pria yang hari ini baru saja ia temui di rumah sakit jiwa tempat dirinya bekerja.


Jimin akui jika wajah pria itu benar-benar memikatnya. Mulai dari garis rahangnyq yang tajam, hidung yang mancung, giginya yang rapi nan menggemaskan serta jangan lupakan juga sepasang matanya yang membulat cantik. Semua itu terlihat begitu sempurna. Benar-benar pria yang tampan.


"Aku belum pernah melihat pria setampan dia. Aishh, dia benar-benar tipeku. Andai saja aku dan dia tidak bertemu di tempat itu, mungkin aku sudah jatuh cinta padanya." Kedua matanya yang berbinar penuh semangat mendadak langsung berubah dalam waktu sekejap begitu ia merasakan bagian samping dari tempat tidurnya bergerak.

"Ekhem, aku baru tahu kalau adikku yang imut ini ternyata bisa jatuh cinta juga. Padahal tadinya aku sempat berpikir kalau kau ini akan menjomblo seumur hidup, tapi ternyata semua dugaanku itu tidak benar." Jimin mengerucutkan bibirnya, melipat kedua tangannya di depan dada. Seojeon yang tidak tahan melihat kegemasan Jimin itupun langsung menerjang tubuh sang adik. Mencubit pipinya dan memeluknya begitu erat.



"Akh, aduh... Aduh. Hyung, cepat menyingkir dari atas tubuhku atau aku akan menendang kemaluanmu itu sampai kau tidak akan bisa membanggakan bentuknya lagi di depanku." Seojeon yang asyik mencubit pipi Jimin itu pun buru-buru bangkit dari atas tempat tidur dan bergerak menjauh untuk mengamankan asetnya dari amukan Jimin. Seojeon merasa kapok. Mengingat kembali bagaimana pria itu yang akan membabi buta menyerangnya saat ia sedang marah, membuat bulu kuduk Seojeon mendadak berdiri.


"Karena Hyung telah membuat pipiku jadi sakit..." Jimin menjeda ucapannya, melangkah pelan-pelan dari atas ranjang dengan satu tangannya yang kini bergerak membuka laci di samping tempat tidurnya. Melihat gerak-gerik Jimin yang begitu mencurigakan membuat Seojeon mendadak waspada. Tangannya bergerak turun ke bawah selangkangan guna untuk melindungi aset kebanggaannya itu. Bisa gawat jika Jimin benar-benar merealisasikan ucapannya. Memang dengan apa ia akan bereproduksi jika aset satu-satunya yang menjadi kebanggaan dirinya itu tiba-tiba mengalami cedera. Tentu siapapun itu tidak akan pernah menginginkannya.



Cara Jimin menatapnya sudah cukup memberitahu Seojeon jika saat ini pria itu sedang tidak bercanda dengannya. "Cepat keluar dari kamarku atau Hyung mau alat pencukur rambut ini membabat habis milik
Hyung." Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Seojeon langsung berlari keluar dari kamar Jimin. Bahkan karena saking takutnya ia mendengar ancaman Jimin, pria itu sampai tidak sadar kalau dirinya baru saja menjatuhkan sesuatu ke bawah lantai.

"Akhirnya, dia pergi juga. Sekarang sudah tidak ada lagi yang akan mengangguku. Waktunya untuk-" ucapan Jimin terputus begitu saja saat ia melihat sebuah foto yang jatuh tepat di bawah kakinya. Tidak ingin di buat penasaran, Jimin pun segera menunduk, berjongkok untuk mengambil foto itu.



Kedua alisnya tertekuk saat melihat siapa sosok yang ada di dalam foto itu. "Kalau yang di pinggir ini adalah Seojeon Hyung, yang di tengah ini adalah aku. Lalu, siapa anak laki-laki ini." Ucap Jimin sambil menunjuk foto anak laki-laki yang berdiri sambil tersenyum lebar di sampingnya itu.



"Kenapa wajah kami bisa semirip ini?"









.




.



.






Sementara itu dari dalam ruangannya, Jungkook menatap lurus ke arah luar. Tidak tahu sudah sejak kapan pria itu bersikap seperti ini. Yoongi bahkan sempat merasa frustasi karena Jungkook yang tidak sekalipun berniat untuk menyentuh makanan dan juga minuman yang di letakkan di atas meja samping ranjangnya.


"Jungkook, kalau Kau seperti ini terus . Kapan kau akan sembuh." Jungkook menolehkan wajahnya ke arah Yoongi, memberi tatapan tajam pada pria yang selama ini telah merawat dirinya itu. "Kenapa Hyung tidak biarkan aku mati saja? Bukankah dengan begitu maka Hyung akan senang?" Mendengar perkataan pria di depannya mendadak membuat hati Yoongi meradang. Satu tamparan mendarat mulus di wajah Jungkook. Membuat bagian kanan dari pipinya memerah dan meninggalkan bekas cetakan tangan. Jungkook mengepalkan tangannya, tidak berniat sedikitpun untuk mengubah tatapan tajamnya pada Yoongi.

"Lebih baik Hyung keluar dari sini dan tinggalkan aku sendirian. Aku tidak ingin berlama-lama melihat wajah Hyung karena jujur itu membuatku benar-benar marah ." Sebelum keluar dari ruangan, Yoongi sempat menyuarakan rasa kecewanya pada Jungkook.


"Hyung tidak tahu jika kau akan bersikap setidak rasional ini, Jungkook. Kau benar-benar membuat Hyung kecewa padamu."







Tbc.


A/N: lagu yang ada di multimedia adalah salah satu lagu favoritku🤧

Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang