Satu bulan kemudian.....
Mimpi buruk itu kembali terulang, membuat tidur pria mungil itu menjadi tidak tidak. Jimin nampak gelisah dalam tidurnya, tetesan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya bahkan tidak mampu membuat kedua kelopak mata itu terbuka.
Jimin dan tangisannya masih menjadi sebuah kebiasaan, akhir-akhir ini Jimin memang lebih banyak menghabiskan waktunya di atas tempat tidur, menangis dan terus menangis bila ia kembali terbangun dari tidurnya dan menceritakan mimpi yang sama kepada Yoongi, sahabat dekatnya. Kira-kira sudah sebulan lamanya Jimin mendekam di dalam ruangan serba putih itu dengan kedua tangannya yang seringkali masih harus diikat agar mencegah dirinya bila sewaktu-waktu meronta di dalam ruangannya.
Yoongi menatap sendu kearah Jimin yang kini kedua matanya telah terbuka lebar, Yoongi tahu apa yang akan Jimin lakukan setelah ini. Seperti biasa mungkin pria mungil itu akan kembali menangis sambil menarik-narik kerah bajunya, menanyakan tentang keberadaan bayinya dan juga Jungkook, pria yang terakhir kali Yoongi kenal sebagai suami Jimin.
Sesuai dugaan Yoongi, segera setelah ia terbangun dari tidurnya pria mungil itu langsung berjalan cepat ke arahnya, tidak ada sepasang bola mata yang indah karena kini kedua bola mata itu telah kehilangan kilauannya berganti menjadi sepasang bola yang begitu sembab , Yoongi hampir saja menangis meneteskan airmatanya jika ia tidak mengingat apa guna ia berada di tempat ini, yah selain menjadi teman baik Jimin ia juga sudah lama mengabdikan dirinya di bangsal psikiatris sebuah rumah sakit swasta di seoul.
"Hyung, aku kembali melihatnya mereka lagi. Bayiku dan juga Jungkook. Tolong Katakan apa yang harus aku lakukan agar aku bisa bertemu dengan mereka lagi, Hyung. Kumohon bawa aku kesana, bawa aku ke tempat mereka berada. Aku ingin tinggal di sana. Hiks...Hiks." Suara tangisan pria mungil itu begitu menyayat hati, bahkan saking terlarutnya dengan suasana Yoongi pun ikut meneteskan airmatanya. Menangis bersama Jimin di dalam ruangan berukuran tidak lebih dari 8x7 Meter itu.
"kumohon kuatlah Jimin-ah, aku tahu kau adalah pria yang kuat. Kau pasti bisa melewati ini semua. Tenangkan dirimu ok, percayalah jika mereka sudah bahagia di sana." Jimin menggeleng di dalam pelukan Yoongi, masih tidak bisa mempercayai apa yang Yoongi katakan padanya. Jimin berpikir mungkin saja pria mungil itu membohonginya dan memilih untuk menempatkan Jungkook dan Jungminnya di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan dirinya saat ini.
"kau berbohong Hyung, aku tahu kau pasti berbohong saat mengatakab mereka berdua telah tiada. Tidak mungkin, mereka berdua tidak akan mungkin tega meninggalkan aku sendirian di sini. Bunuh aku, kumohon tolong bunuh saja aku karena aku sudah tidak punya alasan untuk tetap berada di dunia ini." Yoongi kewalahan menangani rontaan pria mungil itu, ia memilih untuk berteriak agar perawat lainnya segera masuk ke ruangan dan membantunya untuk menenangkan Jimin. Hanya dalam hitungan beberapa menit saja Jimin sudah kembali tenang dan menutup kedua bola matanya namun sebelum mata Jimin tertutup, Jimin sempat menggumamkan kata-kata yang membuat Yoongi sedikit banyaknya merasa sedih dengan keadaan teman baiknya itu.
"kau tega Hyung, menahanku di tempat menyedihkan ini dan tidak membiarkan aku untuk menghirup udara bebas di luar. Kumohon, biarkan aku keluar dari tempat ini, aku ingin bertemu dengan Jungkook dan Anakku, Hyung." Yoongi merapikan kembali selimut Jimin, membungkus tubuh pria mungil itu dari ujung kaki dan hingga menutupi bagian dadanya. Sebelum Yoongi pergj, ia sempat mengelus pergelangan tangan Jimin yang terluka akibat terlalu sering mengamuk.
"semoga kau cepat sembuh, Jimin-ah. Kau pantas berbahagia jadi kumohon bertahanlah sedikit lagi, ok?" Usai mengatakan hal itu Yoongi pun keluar dari ruang perawatan Jimin, membiarkan pria mungil itu kembali larut dalam tidur panjangnya.
🐥🐥🐥
"bagaimana, apakah keadaannya sudah lebih baik, hyung? " Yoongi hanya bisa menggelengkan kepalanya saat pria berkulit tan itu kembali datang mengunjungi Jimin di rumah sakit jiwa ini. Sudah sebulan lamanya Taehyung mondar-mandir hanya untuk mengecek keadaan Jimin yang kini harus di rawat di rumah sakit jiwa setelah mengalami depresi akut seminggu setelah Jungkook dan bayi yang baru saja ia lahirkan di panggil kembali ke pangkuan yang maha kuasa. Taehyung tahu, hal ini sangat berat untuk Jimin, selain itu Taehyung masih tidak habis pikir mengenai alasan mengapa Jungkook sampai rela mendonorkan Jantungnya kepada dirinya padahal di bandingkan dengan dirinya Jungkook justru lebih memiliki peluang untuk hidup karena waktu itu ia tidak mengalami luka serius seperti Taehyung hampir saja meregang nyawa di tempatnya saat itu. Jungkook dan hati besarnya harus kembali membuat Taehyung merasa bersalah, sebenarnya sebelum pria itu menghembuskan nafas terakhirnya ada sebuah surat yang di titipkan padanya. Jungkook meminta agar Taehyung memberikannya kepada Jimin setelah pria mungil itu telah benar-benar merelakan kepergiannya.
"tidak usah khawatir, Jungkook-ah. Aku berjanji akan menggantikanmu untuk menemani Jimin disini. Walaupun aku tahu sampai kapanpun itu aku tidak akan pernah bisa menggantikan posisimu di hati Jimin. Aku tak pantas, bahkan untuk memintanya sekalipun aku tidak akan pernah bisa karena aku tahu selamanya Jimin akan tetap mencintaimu."
Tbc.
Otw di keroyok nih pastinya...😭
Aku yakin setelah kalian baca chapter ini pasti kalian bakalan nanya kayak gini:
1.Kok Jimin bisa tiba-tiba di rsj sih?
2.Gimana ceritanya JK n Jungmin bisa meninggal, gmna nasib ibu JK setelah kejadian itu?Tenang, bakalan ku jelasin di next chapter yah, aku cuman bisa up segini aja dulu. Maaf kalo bagian ini kependekan, dipersilahkan untuk mengajukan keluhan kalian di kolom komentar, ok?😄😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap Revisi
FanfictionJimin adalah istri yang sempurna di mata Jungkook, cantik dan juga sangat populer. Namun berkat popularitas yang di raihnya itu membuat Jimin justru jadi kurang memperhatikan Jungkook dan juga rumah tangga mereka. Sanggupkah Jungkook membuat Jimi...