Hari-hari setelah kepergian Jimin, Jungkook habiskan hanya untuk menyendiri. Mengurung dirinya di dalam kamar tanpa ada niat sedikitpun untuk menghirup udara segar di luar rumah. Sakit, Jungkook pikir saat ini hatinya sudah hancur berkeping-keping. Jimin pergi bahkan sebelum sempat berpamitan padanya.
Rasanya sesak sekali ketika ia mencoba membayangkan wajah pria itu. Bahkan terkadang di kala malam mulai datang, Jungkook seringkali berhalusinasi. Ada saat dimana ia melihat Jimin tiba-tiba berbaring di sampingnya. Namun ketika ia berusaha untuk menggapainya, siluet itu pun mendadak menghilang. Tenggelam bersama kegelapan malam.
.
.
.
"Jungkook?"
Jam di dinding menunjukkan pukul tujuh pagi, Yoongi mengetuk pelan pintu kamar Jungkook. Berusaha membangunkan pria itu untuk kemudian ia ajak sarapan pagi bersama dengan dirinya. Semenjak Jimin meninggal, Yoongi memang tidak pernah meninggalkan pria itu sendirian. Karena Yoongi takut jika ia tidak ada disini maka Jungkook bisa saja melakukan hal-hal nekat. Yoongi akan semakin merasa bersalah jika ia sampai membiarkan hal itu terjadi pada Jungkook.
Satu kali ketukan tidak ada jawaban. Dua kali ketukan pun sama saja. Karena khawatir, Yoongi pun memutuskan mengambil kunci cadangan kamar Jungkook dan segera membuka kamar pria itu.
"Jungkook! Apa yang kau pikir sedang kau lakukan."
Yoongi di buat kaget saat membuka pintu kamar Jungkook, bagaimana tidak seperti itu jika yang ia lihat untuk pertama kalinya adalah pria itu yang berdiri di pinggiran balkon kamarnya dan bersiap untuk melompat ke bawah lantai dasar. Karena panik Yoongi pun segera berlari dan menarik tubuh pria itu agar menjauh dari tempat yang menurutnya sangat berbahaya itu.
"Hyung, aku baru saja melihat Jimin. Aku melihatnya melambaikan tangan padaku. Dia pasti datang untuk menemuiku, Hyung. Aku akan pergi ke bawah dan membukakan pintu untuknya."
Yoongi memilih untuk memejamkan matanya, memeluk tubuh pria itu dengan erat. Sungguh ia tidak sanggup melihat bagaimana memprihatinkannya kondisi pria itu saat ini. Kantung mata yang menghitam, pipi yang mulai menirus dan tubuhnya yang mengalami penurunan berat badan secara signifikan. Pria itu seperti kehilangan arah dan juga semangat hidupnya. Bahkan tak jarang Jungkook juga melewatkan jam makan dan memilih untuk mengurung diri di dalam kamar. Tenggelam dalam duka yang begitu mendalam karena sampai detik ini pun ia berpikir jika Jimin masih hidup dan mungkin saja sedang berada di tempat yang jauh. Berharap suatu hari nanti Jimin akan datang dan membawa serta dirinya bersama dengan pria itu.
"Tidak, Jungkook. Tolong jangan seperti ini." Jungkook memberontak di dalam pelukan Yoongi. Mencoba untuk melepaskan diri agar ia bisa memastikan apakah yang baru saja ia lihat itu adalah benar-benar Jiminnya. "Lepaskan aku, Hyung. Biarkan aku memeriksanya sendiri." Pelukan Yoongi semakin mengerat. Tubuhnya terasa sakit dimana-mana karena terus-menerus menerima amukan dari Jungkook. "Harus berapa kali Hyung mengatakannya padamu. Jimin sudah meninggal. Dia sudah tidak ada disini Jungkook. Jadi Hyung mohon tolong pahamilah itu."
Jungkook berhasil lolos "Jiminku masih hidup. Bagaimana bisa Hyung berbicara seperti itu di saat aku baru saja melihatnya dengan mata kepala sendiri." Setelah mengatakan itu, Jungkook pun segera keluar kamar dan dengan cepat menuruni anak tangga. Bahkan karena saking terburu-burunya kakinya beberapa kali tersandung yang kemudian membuatnya harus jatuh ke bawah lantai. Namun seperti telah mati rasa, Jungkook tidak sekalipun mengeluh tentang rasa sakit. Ia justru kembali berlari dan mengabaikan memar yang ada di lututnya.
Saat sudah berada di ambang pintu, Jungkook segera memutar kunci dan membuka lebar-lebar pintu depan rumahnya. Namun secepat ia yang membuka pintu secepat itu pula ia merasa kecewa. Yoongi yang menyusul Jungkook dari belakang pun hanya bisa terengah-engah di tempatnya. Merasa sedih saat melihat pria itu terduduk lemas di bawah lantai. Yoongi tahu jika pada akhirnya Jungkook pasti akan merasa kecewa tapi ia memilih untuk tetap membiarkannya agar pria itu sadar jika apa yang ia lakukan selama ini tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
"Hyung, bagaimana bisa Jimin pergi tanpa bertemu denganku dulu. Kenapa dia meninggalkanku, Hyung. Kenapa? Hiks... Hiks..." Yoongi merasa tidak tega melihat bagaimana rapuhnya pria itu saat ini. Bahkan karena saking tidak percayanya dengan apa yang dialaminya, pria itu sampai memukuli beberapa bagian tubuhnya sendiri. "Jungkook, ayo kita pergi berobat. Hyung tidak ingin melihatmu seperti ini terus. Hiks... Hiks... " Jungkook menggelengkan kepalanya. Memundurkan tubuhnya ke belakang agar Yoongi tidak akan bisa menjangkaunya lagi.
"Tidak! Siapa bilang aku sakit. Apa Hyung tidak lihat kalau aku baik-baik saja. Aku tidak akan pergi kemana-mana. Bagaimana jika aku tidak ada di sini dan Jimin tiba-tiba datang. Aku tidak mau meninggalkan Jimin sendirian, Hyung." Melihat Yoongi yang semakin mendekat membuat Jungkook marah dan kemudian berteriak lantang."jangan mendekat, Hyung. Aku bilang jangan mendekat. Mau berapa kalipun Hyung memintaku pergi, aku akan tetap bertahan. Aku tidak akan membiarkan Jimin kesepian."
Benar-benar tidak mengerti dengan isi pemikiran Yoongi yang menganggap jika dirinya sakit dan membutuhkan perawatan medis. Jungkook merasa sehat, tidak kekurangan satu apapun. Dan Itulah yang membuat dirinya tetap bersikeras untuk bertahan. Jungkook percaya, ia tahu pasti masih ada harapan bagi dirinya untuk bertemu dengan Jimin suatu hari nanti.
Yoongi yang merasa putus asa pun memutuskan untuk menelfon pihak rumah sakit. Hari ini juga ia akan membawa pria itu untuk berobat. Jungkook perlu menjalani beberapa terapi dan juga serangkaian perawatan agar keadaannya bisa kembali seperti sedia kala.
Membayangkan bagaimana sedihnya Jimin disana jika ia sampai tahu Jungkook jadi seperti ini karena dirinya. Yoongi tidak tega, ia tidak mau hal itu terjadi.
.
.
.
Yoongi terus menunggu, berharap rekan kerjanya akan segera datang dan membantunya untuk menenangkan Jungkook yang kini mulai mengamuk kembali. Pria itu bahkan sampai menghancurkan kaca dari bingkai foto pernikahannya dengan Jimin. Beralasan jika dirinya tak sanggup harus melihat Jimin yang seperti terjebak di dalam bingkai foto itu. Jungkook ingin membebaskan Pria itu. Memeluk tubuhnya dengan erat-erat. Memberitahukan betapa ia merindukannya.
Suara dari kaca yang berhamburan di lantai kemudian membuat Yoongi buru-buru kembali ke dalam. Berteriak, memanggil Jungkook agar pria itu tetap diam di tempat dan tidak menginjakkan kakinya pada serpihan kaca yang berada di sekelilingnya. "Jungkook, tetap diam disitu." Namun sayangnya peringatannya itu diabaikan. Jungkook tak ubahnya seperti orang yang tuli, tidak mengindahkan setiap perkataan yang Yoongi ucapkan padanya.
"Sayang, sekarang kau sudah aman. Kau tidak perlu takut karena ada aku disini." Jungkook tidak memedulikan apapun. Memilih untuk mengamankan foto itu ke dalam pelukannya. Membiarkan kedua telapak kakinya terluka karena tertusuk serpihan kaca.
"Jungkook, Kenapa kau seperti ini. Kenapa kau tidak mau menurut pada Hyung. Hiks... Hiks.. Kenapa kau tidak mau mendengarkanku. Katakan kenapa, Jungkook?" Jungkook hanya terdiam. Membiarkan pria itu mengangkat tubuhnya agar menjauh dari serpihan kaca yang berhamburan di bawah kakinya. Pun tak sadar saat pria itu memberikan suntikan yang membuat tubuhnya tiba-tiba saja lemas dan kemudian jatuh pingsan.
"Maaf, Jungkook. Hyung terpaksa harus melakukan ini. Karena Hyung tidak tega melihatmu seperti ini."
Tbc.
A/N: ini lagu yang jadi inspirasi aku buat bikin story ini. Nyesek banget😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap Revisi
Hayran KurguJimin adalah istri yang sempurna di mata Jungkook, cantik dan juga sangat populer. Namun berkat popularitas yang di raihnya itu membuat Jimin justru jadi kurang memperhatikan Jungkook dan juga rumah tangga mereka. Sanggupkah Jungkook membuat Jimi...