Seojoon menikmati makan malamnya dengan penuh hikmat. Bahkan karena saking enaknya, ia sampai memejamkan kedua matanya. Meresapi rasa dari setiap suapan makanan yang ia masukkan ke dalam mulutnya. Diam-diam Seojoon menaruh perasaan bangga terhadap hasil masakannya. Karena baru kali ini ia berhasil melakukannya. Tidak seperti lalu-lalu, yang biasanya akan gosong ataupun hambar.
"Hmm...sepertinya aku menemukan bakat baruku. Aku benar-benar tidak menyangka ternyata aku pandai memasak juga. Pokoknya Jimin harus tahu tentang hal ini, aku rasa dia juga pasti akan merasa bangga padaku karena, uhuk...uhuk..." Ketenangan dirinya mendadak terusik oleh kedatangan sang adik yang tanpa aba-aba langsung menggebrak meja makan. Seojoon bahkan sampai terbatuk-batuk karenanya. Bocah cilik itu memang selalu berhasil merusak
me timenya."Uhuk... Uhuk...aku tahu betul kalau kau ingin sekali melihat hyungmu ini mati muda, tapi tidak seperti ini caranya, Jimin." Pria mungil yang tengah berdiri di seberang meja hanya bisa memasang wajah datar. Sungguh kakaknya ini benar-benar sangat lebay. Padahal yang tadi itu memang Jimin lakukan secara spontan tanpa adanya persiapan apapun.
"Siapa bilang aku ingin mengagetkan, hyung. Tadi itu aku hanya ingin menunjukkan foto ini pada Hyung." Seojoon yang sedang meminum air itupun kemudian mengalihkan pandangannya ke meja makan dimana sudah ada selembar foto di atasnya. "Coba lihat foto ini baik-baik." Seojoon menganggukkan kepalanya. Mengamati foto di atas meja makan mereka itu dengan secara seksama.
Namun yang Jimin lihat setelah itu adalah Seojoon yang mendadak gugup di tempatnya. Pria itu tidak berhenti mengusap tangan dengan kedua matanya yang senantiasa bergulir ke kiri dan kanan.
"Kenapa, hyung? Apa Ada yang salah dengan fotonya?" Ucap Jimin sambil melirik bergantian antara foto di atas meja dan juga kakak laki-lakinya itu."A-ah, itu. Bukan apa-apa kok." Seojoon mengusap tengkuknya yang mendadak berkeringat. Padahal saat ini di luar rumah sedang turun hujan yang lebat, tapi kenapa ia malah kepanasan seorang diri.
"Ah, begitu rupanya" Seojoon menarik nafas panjang, berpikir jika sudah tidak ada lagi hal yang akan Jimin tanyakan pada dirinya. Namun harapannya itu mendadak luntur begitu saja saat Jimin tiba-tiba memulai pembicaraan dengannya lagi.
"sebenarnya ada hal yang ingin aku katakan pada, Hyung. Aku tahu mungkin ini sudah terlalu lambat untuk ditanyakan tapi tetap saja aku ingin mengetahui kebenarannya."
Seojoon menelan bulat-bulat air ludahnya. Tidak berani menatap langsung ke arah Jimin. Apalagi saat melihat bagaimana raut wajah adiknya yang begitu antusias, rasa-rasanya Seojoon ingin sekali menggali tanah dan kemudian terjun ke dalamnya. Seojoon tidak tahu harus memberikan jawaban apa jika sewaktu-waktu Jimin menanyakan tentang apa yang terjadi di masa lalu mereka.
"Lihat! Bukankah yang ini hyung? terus yang di tengah ini adalah aku. Lalu, siapa anak yang berdiri di sampingku ini. Apa jangan-jangan aku punya saudara
kembar?" Seojoon terdiam di tempatnya. bingung harus memulai penjelasan dari mana terlebih dahulu. Tidak mudah bagi seseorang untuk mengingat kembali setiap detail dari kenangan buruk yang dialaminya di masa lalu. Itu membuat hatinya sakit, memikirkan bagaimana dirinya yang masih sangat muda harus mengemban tanggung jawab yang begitu besar. Menjadi seorang kakak dan juga orang tua bagi adiknya, Jimin.Seojoon tahu betul seperti apa kejadiannya. Dimulai dari hari dan juga tanggal berapa rumahnya mengalami kebakaran waktu itu. Seojoon ingat, hari dimana ia pulang sekolah dan tiba-tiba di kejutkan dengan kabar rumahnya yang mengalami kebakaran. Alhasil karena saking paniknya, ia kemudian langsung mengayuh sepedanya dengan kencang. Berharap banyak jika seluruh anggota keluarganya dalam keadaan selamat meskipun pada akhirnya yang ia dapati di depan rumahnya hanyalah adik bungsunya, Jimin. Yang tengah menangis tersedu-sedu di dalam pelukan salah satu petugas pemadam kebakaran.
Saat itu Jimin baru berusia tiga tahun. Jadi sudah sewajarnya jika hal yang bisa anak itu lakukan hanyalah menangis. Lagipula Jimin masih terlalu kecil untuk kemudian mengerti tentang hal buruk yang menimpa keluarganya. Bahkan saat di temukan, anak itu malah sedang asyik bermain di depan halaman rumah. Tanpa tahu jika kedua orang tuanya yang sedang berada di lantai dua rumah mereka telah tewas terpanggang. Pun yang kini masih menjadi misteri adalah keberadaan saudara kembarnya yang tiba-tiba saja menghilang setelah kebakaran itu. Seojoon yang baru memasuki usia sembilan tahun tentu saja tidak tahu hal itu. Dan itulah yang kemudian membuatnya berasumsi jika adiknya turut meninggal dalam kejadian itu.
Setelah peristiwa itu, Seojoon dan Jimin kemudian diasuh oleh paman dan juga bibinya. Kakak Jimin kembali melanjutkan sekolahnya sementara Jimin hanya bisa bermain bersama bibinya di rumah. Namun Ada satu waktu dimana anak itu akan merasa keheranan karena menyadari ketidak hadiran kedua orang tuanya dan juga saudara kembarnya.
Jimin kecil tentu merasa sedih karena sekarang sudah tidak ada lagi orang yang akan menemaninya bermain setiap hari. Keseruannya saat bermain bersama dengan saudara kembarnya itu tidak akan pernah tergantikan oleh siapapun. Termasuk kakaknya Seo Joon ataupun bibi dan juga pamannya sekali pun. Namun yang namanya kesedihan tentu saja tidak akan berlarut lama karena buktinya dengan seiring waktu berjalan, Jimin mulai membiasakan dirinya untuk bermain dengan siapa saja. Yang dimana karena kebiasaannya itulah yang membuatnya kini menjadi sangat dekat dengan kakaknya, Park Seo Joon.
Namun tidak ada satu orang pun yang tahu tentang keberadaan Jaemin, saudara kembar Jimin. Termasuk dengan fakta anak itu yang ternyata berhasil di selamatkan oleh pasangan suami istri kaya raya yang kebetulan saat itu menemukan Jaemin sedang bermain di pinggir jalanan seorang diri.
Jaemin yang masih kecil tentu saja hanya bisa menangis. Memberontak saat tubuh kecilnya itu tiba-tiba di angkat dan di bawa masuk ke dalam sebuah mobil mewah. Ia tidak tahu pun juga tak mengerti kemana dua orang itu akan membawa dirinya pergi. Hanya gumaman kecil seperti papa dan juga mama yang bisa keluar dari mulutnya kecilnya. Namun semua itu bertolak belakang dengan apa yang kemudian dirasakan oleh ayah dan juga ibu angkat Jaemin. Suami istri itu tiada henti mengucap syukur karena telah dipertemukan dengan malaikat kecil yang setahu mereka memiliki name tag Park Jimin pada bagian depan bajunya. Yang dimana tetap mereka gunakan untuk menamai anak angkat mereka itu. Tanpa tahu jika hari itu ibu Jaemin telah salah memakaikannya baju dari adik kembarnya, Jimin.
"Mulai hari ini namamu adalah Park Jimin. Aku tidak tahu apakah ini sebuah kebetulan atau mungkin memang sudah menjadi takdir. Marganya bahkan sama dengan kita, sayang."
Park Bo Young hanya bisa menangis di dalam pelukan suaminya, Park Bo Gum. "Tuhan mengirimkan Jimin untuk kita. Dia tahu seberapa hancurnya hati kita yang harus merelakan kepergian bayi kita, sayang. Aku tahu kalau Tuhan akan memberikan jalan yang terbaik untuk kita maka dari itu aku selalu berdoa setiap malam, berharap jika suatu hari nanti Tuhan akan menitipkan malaikat kecil lainnya pada kita. Hiks... Hiks..." Bo Gum menepuk punggung istrinya dengan lembut. Sembari terus memandang ke arah ranjang kecil yang berada di sudut kamar mereka, dimana di dalamnya sudah ada Jimin yang terlelap nyenyak.
"Iya, kau benar sayang. Maka dari itu kita berdua harus mendidiknya hingga tumbuh menjadi anak yang baik."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap Revisi
FanfictionJimin adalah istri yang sempurna di mata Jungkook, cantik dan juga sangat populer. Namun berkat popularitas yang di raihnya itu membuat Jimin justru jadi kurang memperhatikan Jungkook dan juga rumah tangga mereka. Sanggupkah Jungkook membuat Jimi...