Rasanya begitu sesak saat harus melihat orang yang kita cintai dalam keadaan lemah, tersiksa oleh karena rasa sakit yang menyiksa raga dari hari ke hari. Jimin hanya bisa meremat ujung coat yang ia kenakan, berusaha kuat meskipun dalam hati menangis pilu.
Jungkook, pria itu baru saja terbangun dari tidur panjangnya beberapa menit yang lalu. Jimin begitu bahagia saat melihat pria itu membuka matanya namun dalam sekejap mata berubah lemas begitu mendapati pria di depannya itu tiba-tiba berteriak dengan kedua tangannya yang sibuk meremas rambut di kepala.
Jungkook mengerang kesakitan, mencoba meraih tangan pria mungil kesayangannya yang kini hanya bisa menatap dirinya dari ujung ranjang. Jimin tidak di ijinkan untuk mendekat karena saat ini dokter dan juga beberapa perawat tengah berusaha untuk menenangkan Jungkook yang tadinya sempat mengamuk. Jungkook tahu Jimin pasti sangat mengkhawatirkan keadaannya saat ini.
"Kumohon, tolong izinkan aku berada di dekat suamiku. Dia pasti sangat membutuhkanku saat ini. Hiks... Hiks." teriak Jimin penuh frustasi. Air matanya terus jatuh, tak kunjung berhenti meskipun kini tubuh pria itu mulai berangsur-angsur tenang.
Bulir-bulir keringat yang membasahi keningnya di hapus menggunakan sapu tangan. Sebelum beranjak dari tempatnya , Namjoon memberikan arahan terlebih dahulu kepada perawat yang berdiri di sisi kanan dan juga kirinya.
"Joy, tolong ganti cairan infusnya dengan yang baru. Dan untuk kau, Eunha-ssi. Usahakan untuk tetap berjaga di dalam ruangan. Keadaan pasien harus terus di pantau." Kedua perawat itu menganggukkan kepalanya, membungkukkan badan sebelum akhirnya keluar dari dalam ruangan.
Kini hanya tersisa Jimin dan juga Namjoon selaku dokter yang bertugas untuk memberi penanganan pada Jungkook. Dokter muda itu berjalan mendekat ke arah Jimin yang hanya bisa tertunduk lemas di sudut ruangan.
"wajahmu sangat pucat, Jimin. Bagaimana jika aku memeriksamu sekarang."
Kedua pundaknya mendapatkan sentuhan, Jimin mendongakkan wajahnya untuk menatap mata dokter sekaligus mantan kekasihnya itu. Bisa ia lihat bagaimana khawatirnya pria itu saat ini namun Jimin memilih untuk berpura-pura tidak tahu. Mereka berdua telah lama berpisah namun hingga saat ini pria itu masih menyimpan harapan sekiranya Jimin berniat untuk kembali ke dalam pelukannya. Ya walaupun semua itu terdengar tidak masuk akal untuk saat ini karena Jimin begitu mencintai Jungkook.
"Tidak perlu terlalu mengkhawatirkanku, hyung. Aku baik-baik saja."
Jimin memilih untuk bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ranjang Jungkook. Menarik keluar kursi di samping tempat tidur untuk kemudian ia duduki. Tangan kanan Jungkook di elus lembut, di berikan kecupan yang dimana pemandangan itu membuat satu orang lainnya yang berada di dalam ruangan yang sama hanya bisa tertunduk dengan senyum tipis yang mengembang di wajah tampannya. Namjoon sadar jika sampai kapanpun perasaannya pada Jimin tak akan mendapatkan sambutan. Jimin tidak mungkin kembali lagi padanya karena sekarang ia sudah milik orang lain.
"Baiklah kalau begitu aku permisi dulu.
Kau boleh datang ke ruanganku jika kau butuh sesuatu." Satu anggukan di berikan oleh Jimin membuat pria itu kemudian tersenyum lebar. Dua lesung pipi Namjoon kian menambah kadar ketampanannya. Itu adalah satu dari sekian banyaknya pesona yang mampu membuat Jimin jatuh cinta padanya. Jimin akui pria itu sangatlah manis, perhatian dan juga bijaksana dalam setiap mengambil keputusan. Jimin sangat menyayangi Namjoon namun dirinya merasa tak cukup pantas untuk kemudian dapat di sandingkan dengan Namjoon di atas kursi pelaminan. Pria itu begitu sempurna untuk ukuran orang biasa seperti dirinya. Ya, walaupun pada akhirnya Jimin menikahi Jungkook, pria yang tak kalah sempurnanya bila di bandingkan dengan Namjoon. Jimin merasa beruntung, benar-benar sangat beruntung karena di cintai oleh pria-pria yang hebat dan juga tangguh baik itu di dalam kehidupan maupun dalam karir mereka.🍃🍃🍃
Akibat terlalu kelelahan menjaga Jungkook sepanjang malam, membuat kondisi kesehatan Jimin kian menurun. Ia jadi mudah lelah dan juga lebih sering mengalami mimisan. Tak terhitung sudah berapa lembar tissue yang ia gunakan hari ini untuk membersihkan hidungnya dari lelehan darah yang tak kunjung berhenti. Jimin tidak sekalipun mengatakan hal ini pada Namjoon, ia hanya tidak ingin bernasib sama seperti Jungkook yang harus terbaring di atas ranjang dengan selang infus yang menempel di tangan. Jimin benci dengan jarum suntik karena dengan begitu orang-orang akan memandang dirinya sebagai pria yang lemah. Bagi Jimin, jarum suntik adalah musuh nomor satu untuknya jadi tidak mengherankan jika ia memilih untuk absen dari pemeriksaan kesehatannya yang awalnya telah di dusun menjadi dua kali dalam satu bulan.
"Aku tidak apa-apa, ini pasti cuma mimisan biasa. Aku mungkin terjadi karena aku kurang beristirahat. Ya, pasti seperti itu." Deret Kalimat yang sama terus ia ulangi, berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika keadaannya jauh lebih baikbaik daripada Jungkook.
Suara ketukan di pintu membuat perhatian Jimin seketika teralihkan, bisa ia lihat siapa sosok wanita dan pria yang kini berdiri di balik pintu, itu Jieun dan juga suaminya Jinggo. Sepertinya mereka berdua buru-buru ke rumah sakit setelah menerima kabar dari Jimin perihal kondisi kesehatan Jungkook yang kian bertambah buruk. Jieun dan Jinggo baru masuk ke dalam ruangan perawatan setelah mendapatkan izin dari Jimin.
Jieun langsung berlari menghampiri ranjang, tempat dimana pria yang menjadi cinta pertama itu berbaring. Jungkook, pria itu mengalami penurunan berat badan yang cukup signifikan. Jieun begitu cemas, memikirkan segala kemungkinan yang bisa saja Jungkook alami setelah ini. Semua ini tidak akan terjadi jika saja Jimin bisa lebih memperhatikan kesehatan Jungkook. Sudah ia katakan jika sampai detik ini ia masih belum bisa menerima Jimin menjadi pasangan hidup Jungkook. Pria itu terlalu buruk untuk pria sebaik Jungkook. Pria penyabar dan juga setia yang memilih tetap bertahan untuk mendampingi Jimin sampai akhir hidupnya.
"Apa kata dokter tentang keadaan Jungkook?" Raut wajah yang begitu datar untuk ukuran seseorang yang hendak mengajukan sebuah pertanyaan. Jieun pikir sudah cukup sampai disini ia berpura-pura baik di hadapan Jimin, toh memang pria itu pantas mendapatkan perlakuan yang sama karena bersikap kurang ajar pada suaminya selama ini.
Jimin mendongakkan wajahnya, masih dengan satu tangan Jungkook yang berada di dalam genggamannya. "Aku belum sempat menanyakannya pada dokter, tapi aku—"
"Tapi apa, hmm? jika saja aku tahu Jungkook akan berakhir seperti ini, waktu itu aku tidak membiarkanmu untuk mengurusnya. Aku pikir dengan kehadiranmu di sisi Jungkook maka akan membuat kesehatannya jauh lebih baik daripada sebelumnya, tapi ternyata dugaanku salah besar. Kau sama sekali tidak becus untuk merawat Jungkook." Kedua mata Jimin berkaca-kaca, genggaman berubah menjadi rematan. Jimin memang bersalah, tidak hanya mengenai keadaan Jungkook namun untuk segala hal.
"A-aku tahu, seharusnya aku bisa lebih baik dalam menjaga kesehatan Jungkook,
tapi— " Jieun kian bertambah emosi mendengar jawaban dari Jimin, ia lantas mengambil langkah cepat untuk kemudian melayangkan sebelah tangannya ke arah wajah Jimin namun hal yang tak di sangka-sangka pun terjadi saat Jungkook tiba-tiba membuka matanya dan mencegah perbuatan kasar yang hendak Jieun lakukan pada Jimin."Jangan berani menyentuh istriku dengan tanganmu ini."
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap Revisi
FanfictionJimin adalah istri yang sempurna di mata Jungkook, cantik dan juga sangat populer. Namun berkat popularitas yang di raihnya itu membuat Jimin justru jadi kurang memperhatikan Jungkook dan juga rumah tangga mereka. Sanggupkah Jungkook membuat Jimi...