41. Never Let You Go

797 82 6
                                    






Jungkook yang pada awalnya sedang melamun, seketika langsung memfokuskan pandangannya kembali pada Jimin.
Tidak bisa dipungkiri lagi betapa bahagianya hati Jungkook saat melihat Jimin pada akhirnya membuka kedua matanya itu kembali. Setelah hari dimana Jimin jatuh pingsan, pria mungil itu diharuskan untuk menjalani serangkaian perawatan selama hampir 2 minggu lamanya.


Tentu itu bukanlah waktu yang sebentar bagi seorang Jeon Jungkook, yang juga memiliki status yang tak kalah jauh berbeda bila dibandingkan dengan kondisi Jimin saat ini. Pria itu didianogsis oleh dokter menderita penyakit kanker otak stadium akhir. Yang dimana mengharuskan dirinya untuk melakukan check up rutin ke rumah sakit setiap 1 minggu sekali.


Dokter menyarankan agar Jungkook di rawat di rumah sakit. Karena mengingat kondisi kesehatannya  akhir-akhir ini yang semakin memprihatinkan. Namun sayangnya, Jungkook memilih untuk mengabaikan anjuran dari dokter pribadinya itu. Alasannya bukan karena ia yang tidak peduli pada dirinya sendiri. Jungkook tahu jika saat ini hidupnya sudah berada di ujung tanduk. Namun baginya semua itu tidak menjadi masalah asalkan ia bisa melihat Pria kesayangannya itu berangsur pulih seperti sedia kala.


Jimin, bahkan pria itu tidak pernah memedulikan kesehatannya sendiri. Dengan melanggar semua hal yang menjadi pantangan dari dokter demi tetap membuat dirinya terlihat baik-baik saja dari luar.

Memilih untuk memendam semua rasa sakitnya itu sendirian. Jimin tidak ingin orang lain tahu jika dirinya tak lebih dari seorang pria yang lemah. Pria yang bahkan hanya tinggal menunggu ajal untuk datang  menghampirinya.


Park Jimin yang dikenal oleh banyak orang selama ini  adalah sosok pria yang kuat dan juga tangguh dalam menghadapi setiap permasalahan. Dan tampilan yang seperti itulah yang ingin tetap Jimin tunjukkan. Meskipun ia tahu jika lama-kelamaan waktu akan membuat semua fakta itu bergulir dengan sendirinya. Tapi tidak apa-apa karena setidaknya pada saat itu orang-orang hanya akan tahu tentang bagaimana akhir dari kehidupan seorang Park Jimin tanpa harus mengorek dan juga mencari tahu kembali seperti apa kondisi dirinya yang begitu memilukan.



.


.


.


.




"Jungkook?" Cahaya dari kedua mata cantik milik pria itu kian meredu. Itu membuat Jungkook sebisa mungkin mencoba untuk mengendalikan dirinya sendiri saat ini. Karena jujur, melihat kondisi Jimin yang kini menjadi semakin kurus itu entah mengapa membuat ia tak lagi bisa membendung air matanya.


"I-iya?" Jungkook menundukkan kepalanya. Berusaha untuk menyembunyikan setiap tetes air mata yang mengalir di wajah tampannya. Namun mau sekeras apapun ia mencobanya, Jimin selalu saja berhasil memergoki dirinya bersedih.

"Kenapa kau menangis, hmm?" Kedua pipinya di tangkup. Setelah sebelumnya pria itu memutuskan untuk mengambil posisi duduk tepat di samping tempat tidur milik Jimin. "S-siapa bilang aku sedang menangis. T-tadi itu aku hanya kelilipan saja. Itu pasti karena ruangan ini yang jarang dibersihkan, makanya mataku sampai kemasukan debu begini." Jimin tersenyum tipis. Jungkook bukanlah seseorang yang pandai untuk berbohong. Jimin tahu segalanya tentang pria itu karena mereka berdua  menjalani pernikahan sudah cukup lama. Jadi, ia akan tahu kapan dan di saat-saat seperti apa Jungkook akan berbohong padanya.



"Kau tidak tahu, bukan? seberapa jeleknya wajahmu itu saat kau sedang berbohong." Jungkook merasa terkejut, tidak menyangka jika kebohongannya ini akan diketahui begitu cepatnya oleh Jimin. Jungkook akui jika dirinya memang tidak memiliki keahlian sama sekali di bidang akting. Lain halnya dengan Jimin yang memang pandai dalam bidang yang satu itu.


"Jimin, bagaimana jika kita pergi ke Singapura. Aku dengar teknologi dan juga fasilitas kesehatan disana jauh lebih baik." Jungkook tahu ia tidak akan pernah bisa melihat Jimin kesakitan. Tidak, seharusnya disini hanya dirinyalah yang mengalami penderitaan. Tapi mengapa Tuhan mendadak membuat mereka  jadi orang yang paling menyedihkan di dunia ini.


Jimin, Pria itu tidak sepantasnya merasakan hal yang sama dengan dirinya. Bahkan di dalam doanya sekalipun, Jungkook tak pernah membuat  permohonan agar Jimin mendapatkan hal yang setimpal setelah apa yang selama ini telah ia lakukan pada dirinya. Jungkook tidak dendam, justru setiap tarikan nafas dalam hidupnya ia mendoakan pria itu agar kelak mendapatkan orang yang jauh lebih baik daripada dirinya.



"Apa yang kau katakan. Tidak lihat jika sekarang aku sudah baik-baik saja." Jimin menggerakkan badannya untuk mendapatkan kepercayaan dari pria itu lagi. Jungkook yang melihat sendiri bagaimana kondisi pria itu secara langsung, agaknya jadi tidak percaya. Ia tahu betul jika pria itu sedang mencoba untuk mengelabui dirinya. "Berhenti untuk menyembunyikan rasa sakitmu itu di depanku. Apa kau tidak tahu seberapa khawatirnya aku melihat kau yang bahkan tidak bangun selama hampir 2 minggu lamanya. " Jimin menurunkan kedua tangannya dari pipi Jungkook dan beralih untuk merematnya dibawah selimut.


Tidak, ia tidak ingin membuat keadaannya menjadi alasan bagi pria itu untuk bersedih. Karena disini bukan hanya dirinyalah yang merasakan sakit melainkan juga pria di hadapannya. "Lalu, bagaimana dengan dirimu sendiri. Kau bahkan lebih parah dari diriku. Tapi kenapa kau terus peduli dengan keadaanku? Tidak bisakah kau mengabaikanku sebentar saja? " Teriak Jimin dengan suara lantang. Air mata yang sedari tadi berusaha ia tahan akhirnya jatuh juga.


Jungkook bangkit dari posisi duduknya, menghampiri pria mungil kesayangannya yang kini sedang menangis tersedu-sedu. Melihat pria itu menangis karenanya membuat perasaan bersalah di dalam hatinya kian menumpuk.


Jungkook tahu ia memang salah tapi jika ia memilih untuk egois dan hanya memedulikan kesehatannya sendiri. Maka siapa lagi orang yang bisa ia andalkan untuk menjaga Jimin jika itu bukan dirinya sendiri.  Saat ini mereka tidak punya siapa-siapa, Jungkook bahkan tidak niat untuk memberitahukan tentang hal ini pada Jieun. Karena nyatanya setelah kejadian hari itu, Jieun tak juga menampakkan batang hidungnya baik itu di depan Jungkook maupun Jimin. Jungkook berusaha keras untuk melupakan alasan yang membuat sikap wanita itu jadi mendadak berubah. Pun tidak ingin mencoba untuk mengingat-ngingatnya kembali karena tidak ingin membuat Jimin merasa kecewa.
Jadi jika mereka berdua harus menghadapi
Semua ini sendirian maka Jungkook pasti tidak akan takut. Ini bukanlah apa-apa asalkan pria itu tetap berada disisinya.


"Kau tidak perlu mengkhawatirkanku. Dokter bilang keadaanku sudah jauh lebih baik setelah menjalani kemoterapi 3 minggu yang lalu. " Jungkook mengatakan hal  itu tapi ia tidak berani mengucapkannya sambil menatap mata Jimin. Cukup, hari ini ia bahkan sudah 2 kali berbohong pada Jimin.


"Katakan bagaimana caranya agar aku bisa mempercayaimu, Jungkook? Kau pasti tidak tahu kan jika pagi ini doktermu menelfon. Hiks... Hiks... Dia bilang keadaanmu jadi semakin memburuk karena kau tidak mengikuti setiap saran yang telah diajukannya padamu. Jungkook, katakan kenapa kau tega menyembunyikan semua ini dariku? Hiks... Hiks... Kau jahat."


Jungkook memilih pasrah. Membiarkan tubuhnya menjadi sasaran pukulan Jimin. Satu kali membuat kebohongan pada pria mungil itu entah mengapa membuat dirinya merasa menjadi pria yang begitu pengecut. Pecundang yang  berusaha lari dari setiap permasalahan pelik dalam kehidupannya.


"Maafkan aku. Aku terpaksa melakukan semua ini karena aku tidak ingin meninggalkanmu sendirian. Aku tahu kalau kau paling benci berurusan dengan rumah sakit dan juga obat-obatan. Itulah yang kemudian membuatku tidak ingin meninggalkanmu sendirian. Aku suamimu dan sampai kapan pun itu kau akan tetap menjadi tanggung jawabku. Jadi kumohon,
Jangan buat aku terlihat lebih pengecut dari ini, sayang." Jimin semakin mengeraskan tangisannya. Tidak menyangka jika pria yang selama ini telah  begitu banyak ia lukai, nyatanya menjadi satu-satunya orang yang tetap berada dan tinggal di sisinya bahkan di saat kondisi tubuhnya kini tak lagi sama seperti yang dulu. Hanya Jungkook yang terus setia menemaninya melewati setiap detik dari kehidupan dari sekian banyaknya pria yang selama ini dekat padanya. Jimin menangis, merasa dirinya menjadi orang yang paling berdosa di dunia ini karena telah menyia-nyiakan pria sebaik Jungkook.



"Jungkook, maafkan aku." Jimin mengeratkan pelukannya, saat merasakan pria di depannya mengangguk, tangisannya pun kian menjadi-jadi. Tidak sepantasnya pria sebaik Jungkook bertemu dengan pria yang seburuk dirinya.





Tbc.

Can I Make You Love Me? (Dalam Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang