-35- BERBOHONG

66 2 0
                                    

Happy reading ^^
_________________________

Ruang kamar Rain sangat gelap hanya tersinari oleh cahaya sang bulan yang memang menyusup diam-diam melalui celah jendela kamar yang belum tertutup. Rain memang sengaja mematikan lampu kamarnya, supaya tidak ada yang tahu akan kondisinya yang sangat buruk sekarang.

Bulan dan bintang bersinar berkerlipan di langit sana. Hujan telah reda sedari sore tadi, tetapi hujan di pipi Rain terus mengalir deras. Dirinya kini tersudut di pojok kamar.

Selepas bertemu dengan Laskar tadi siang, Rain pulang ke rumah dalam keadaan yang basah kuyup. Hal itu sontak memancing amarah sang nenek ditambah fakta bahwa Rain melarikan diri dari gudang.

Tanpa mendengarkan alasan Rain terlebih dahulu atau sekedar menanyakan kabarnya, Rain langsung ditarik paksa ke dalam kamar mandi lalu kepalanya dimasukkan ke dalam air yang bersuhu dingin. Pipinya pun tidak berhenti menerima tamparan keras dari Nenek Kay.

"Ampun, Nek! Maafin Ra-" Belum sempat Rain menyelesaikan ucapannya, kepalanya sudah kembali masuk ke dalam air.

"Mati aja kamu anak gak berguna! Gak tahu diuntung! Hanya menjadi beban keluarga! Anak pembawa sial!" Tangan Nenek Kay terus mencelupkan kepala Rain dan menampar keras kedua pipinya.

Langi datang dengan nafas ngos-ngosan. "Nenek, sudah, Nek!" Tangannya berusaha memisahkan Nenek Kay dengan Rain.

"Masuk kamar, Langi!" titah Nenek Kay penuh penekanan.

"Tidak akan kecuali Nenek lepasin Rain!" bantah Langi.

"Langi masuk kamar cepat!"

"Nggak!" Akhirnya Langi bisa menarik tangan Rain lalu membawanya masuk ke kamar.

Kini pandangan Rain kosong. Kapan semua ini akan berakhir, apa salah dia sehingga ini semua terjadi. Kenapa semesta kalau bercanda selalu kelewatan.

Pintu kamarnya terbuka memunculkan sosok Langi dengan tangan yang membawa makanan. "Ra, makan dulu."

Rain menggeleng. Mungkin selamanya Rain akan kehilangan selera makannya. Sebelum keadaan membaik dia tidak akan bisa makan tenang. Dia yakin itu.

Langi menyimpan nampan itu di atas meja belajar, lalu dirinya melangkah dan memeluk saudarinya itu.

"Jangan kayak gini, Ra!" Langi terisak, "Gue gak tega lihat lo kayak gini!"

Mata Rain kembali mengeluarkan air mata. Mungkin sekarang orang yang peduli di rumah ini hanya adiknya, Langi. Mamanya pun kini seperti yang menjaga jarak darinya. Apa salah dia sehingga dia dibenci keluarganya sendiri?

"Ra, please dengerin gue. Lo, lo jangan nangis terus, Ra ...."

"Ngi, gue salah apa?" tanya Rain, hanya itu kalimat yang mampu keluar dari mulutnya.

Langi menggeleng. "Gak, lo gak salah, Ra. Please, lo harus kuat hadapin ini!"

"Ngi, gue gak kuat. Gu-gue gak kuat hadapin ini. Gue pengen pergi dengan papa. Kenapa bukan gue aja yang mati, Ngi?"

Langi terus terisak mendengar penuturan Rain. Dia sangat sedih dan menderita melihat keadaan keluarganya sekarang.

"Ra, lo masih punya gue. Gue akan selalu ada di sini, di samping lo. Lo jangan ngomong kayak gitu!"

Rain Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang