Happy reading ^.^
____________________________Rain termenung heran di dalam kamarnya karena sikap Neneknya yang tidak seperti biasa. Setelah kepulangan Laskar, Neneknya tidak membentak Rain sama sekali. Meskipun raut wajahnya tetap menampilkan ketidaksukaannya pada kehadiran Rain. Tapi, tidak apa-apa. Ternyata ini lebih baik dari pada perkiraan Rain sebelum pulang dari rumah sakit.
Sekarang Rain sedang ikut duduk untuk makan malam bersama dengan keluarganya. Dia hanya diam dan terus fokus memakan makanannya. Bukan karena dia tidak nafsu bicara, tapi memang karena tidak ada satu pun orang yang mengajaknya berbicara.
"Langi, ujian kamu akan dimulai kapan?" tanya Nenek Kay dengan suara yang lembut.
"Nanti Senin, Nek."
"Oh begitu, berarti lusa ya? Semangat belajarnya ya Sayang. Tapi jangan terlalu kebanyakan belajar juga, nanti kamu stress. Biasa aja, yang penting kamu senang." Nenek Kay mengelus pipi Langi yang memang kebetulan duduk di sebelahnya.
Langi mengangguk sambil tersenyum senang. "Siap Nenekku yang paling cantik sedunia!"
Lalu mereka bertiga tertawa bersama. Benar-benar tidak menganggap kehadiran Rain. Mereka bahkan sepertinya hanya menganggap Rain adalah sebuah benda mati.
Tetapi Rain tidak mempersalahkan hal itu. Dari percakapan Langi dan Neneknya, dia jadi tahu kalau nanti lusa adalah hari Penilaian Akhir Semester Ganjil dilaksanakan.
"Gue harus belajar giat kalau begitu!" ucapnya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, makan malam mereka sudah selesai. Senja memanggil Bi Ilah—asisten rumah tangga yang baru bekerja Minggu lalu.
"Ilah, tolong kamu rapiin meja makan. Terus cuci semua piring kotornya, ya?" titahnya.
Bi Ilah mengangguk. "Baik, Nyonya."
Tatapan mata Senja beralih pada Rain yang terus menunduk. Dia memanggilnya, "Dan kamu bantuin Bi Ilah cuci piring!"
Rain mendongak. "Ra-Rain, Ma?"
"Iya kamu. Kenapa gak mau?"
Rain menggeleng cepat, menyangkal perkataan Senja. "Mau kok, Ma!"
Rain segera bangkit berdiri, lalu mulai merapikan meja makan. Dia menumpuk semua piring kotor itu menjadi satu.
"Dan inget, jangan sampai ada barang saya yang pecah, ngerti?!" ancamnya, setelah itu dia berlalu dari pandangan Rain. Dia menyusul Nenek Kay dan Langi yang sedang menonton televisi.
Rain menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia berusaha untuk terus sabar. Karena dia yakin, dia bisa mencairkan sikap es keluarganya.
Bi Ilah menghampiri Rain. Menghentikan gerakan tangan Rain. Dia juga tahu permasalahan keluarga yang terjadi di dalam rumah ini dari satpam keluarga Rain. Dalam satu hari dia bertemu dengan Rain, dia bisa menyimpulkan bahwa yang dilakukan keluarganya terhadap Rain itu sangat salah. Tapi dia tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya asisten rumah tangga di sini.
"Udah nggak papa, Non. Biar Bibi saja yang beresin semuanya. Non duduk saja," ucapnya tidak tega melihat Rain.
Rain tersenyum, lalu menggeleng. "Tidak Bi, Rain juga udah sering beresin meja atau cuci piring kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain Story [END]
Teen FictionPernahkah kamu merasakan hidup kamu berubah 180 derajat? Pernahkah kamu merasa kehidupan ini berputar? Pernahkah kamu merasa kehidupan ini tidak adil? Pernahkah kamu dibenci oleh semua orang, karena kamu bisa mendapatkan segalanya? Aku pernah merasa...