Epilouge!

5.4K 434 8
                                    

Udah di hapus ya di perpus kalian? Tapi yaudalah, aku baru bisa ngasih epilog sekarang. Masih ada yang nungguin kan?

Cekidottt....

🐹🐹🐹

Beberapa tahun telah berlalu, dan kejadian mengerikan sudah lama mereka lalui bersama.

Kehidupan mereka jauh lebih bahagia setelah kehadiran buah hati mereka. Seperti saat ini di taman belakang rumah, di mana tiga putri dan putra mereka sedang bermain loncat tali bersama anak dari sahabat mereka.

“Aku gak bisa loncatnya, Bang Azka dan Bang Azil jangan tinggi-tinggi dong megang tali karetnya,” eluh seorang bocah perempuan berusia 9 tahun pada sang kakak.

“Mangkanya tumbuh tuh keatas, jangan kesamping.” ledek seorang anak lelaki yang berumur 12 tahun.

“Ihhhhhh! Umma Bang Azka nyebelin!” rengek gadis kecil tersebut.

“Sudah, sini aku bantu.” dengan senang hati kembaran gadis itu mau membantunya.

“Makasih Audy.” gadis perempuan itu menempelkan tangan ke telapak tangan gadis kecil yang dipanggil Audy, setelah itu dia langsung berlari kecil menuju sebrang.

Dengan kelincahan dan keberanian, gadis yang bernama Audy meloncati tali tersebut. Tidak begitu sulit untuk melewatinya, karena ia sudah terbiasa manjat.

“Cemen kamu Melody, masa kala sama Audy. Gengsi dong!” cerca anak cowok yang biasa dipanggil Azel yang umurnya setahun lebih tua dari dari Azka.

Gadis yang dipanggil Melody mendengus kesal. Apa-apa pasti adiknya itu yang lebih unggul dari dirinya, dirinya juga kan pengen dipuji-puji seperti Audy. Rasanya Melody ingin membenci saudara kembarnya itu, tapi tidak bisa. Rasa sayangnya jauh lebih besar, dari pada rasa benci.

“Cepetan loncat kamu Bumi, capek nih aku megang talinya,” keluh Azil yang sudah berkeringat.

“Bentar Bang, aku takut jatuh. Eum, Ars,” Bumi menatap melas pada anak lelaki yang dipanggil Ars disebrang sana.

Ars, anak itu menatap malas Bumi. Dari bauh-bauhnya sepertinya gadis itu akan menyusakannya lagi.

“Apa?”

“Bantuin aku loncatnya. Aku takut jatuh, memangnya Ars tidak kasihan apa sama aku?”

Sudah Ars duga. Selalu saja ngrepotin.

“Kalau takut gak usah ikut main, sana duduk manis sama mami kamu dari pada kamu ngerepotin aku.” perkataan pedas Ars membuat Bumi menekuk wajahnya, sementara matanya sudah berkaca-kaca.

“Huaaa!! Bang Azil, Ars jahat!” pekik Bumi dan seketika tangisannya pecah.

“Memangnya aku tampak peduli?” tangisan Bumi tambah pecah ketika sang kakak tampak cuek.

“Bang Azil gak boleh gitu ah, bantuin gih adiknya,” ujar Abel lembut.

“Iya bantuin Bang, contohnya lempar aja Bumi ke Pluto biar gak ngeselin,” timpal Nathan yang langsung mendapatkan cubitan panas Abel.

“Mas gak boleh gitu ah kamu itu, kasihan tau Bumi nangis malah diledekin. Dasar tidak pribocahaan!” cetus Abel menatap tajam Nathan.

Para orang tua menatap anak-anaknya dari jauh sembari menikmati jamuan teh hangat yang disajikan oleh Elisya.

“Yo lu jadi pindah ke Bogor?” tanya Nathan pada Dio yang sedang rebahan dengan paha Nasyah dijadiin bantal.

Dio menoleh sekilas menatap Nathan, setelah itu ia kembali memainkan jari Nasyah. “Iya, pembangunan kantor cabang di sana butuhin gua. Jadi mau tidak mau kita pindah. Lo kagak usah sedih gitu gua tinggal,”

Si Tomboy Masuk Pesantren? [WES RAMPUNG]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang