45- sang Lentera

4.5K 602 217
                                    

Sesuai janji 60 koment, nah sekarang aku update. Sumpah aku kira bakal sampai dua hari untuk mencapai 60 koment eh teryata malah gak ada 24 jam sudah tembus saja, keknya dah semangat banget.

Yaudah selamat membaca....

☁☁☁☁☁☁☁

8 tahun kemudian..

Seorang wanita dewasa berumur 26 tahun itu menata meja dan duduknya di kursi kebanggaannya.

Jas putih yang melekat ditubuhnya menjadi kebanggaan sendiri. Wanita itu menata hijab syar'i nya agar sedikit rapi.

Jam sudah menunjukan waktu istirahat siang, dan perutnya sudah terasa lapar.

Mengingat dulu dia sangat barbar dan tomboy abis, membuat dia jadi malu sendiri. Berbeda dengan sekarang wanita itu kini banyak berubah. Mulai dari pakaian hingga tingkah laku nya.

"Assalamualaikum Ustadzah," wanita itu menoleh ke pintu yang menampilkan wanita berjilbab syar'i juga sama seperti dirinya.

Wanita itu tersenyum manis. Jika dulu dia sering marah-marah, maka sekarang ia lebih banyak tersenyum dan berkata lembut.

"Waalaikumssalam, jangan panggil Ustadzah panggil aja Lisya sama kayak yang lain. Kamu ini Abel udah dewasa juga masih aja kaya anak kecil," kata wanita yang memperkanalkan diri sebagai Lisya itu dengan lembut seraya berdiri menghampiri wanita yang menjadi sahabatnya 7 tahun ini.

"Iya Elisya. Eh Abel mau curhat, Abel seneng banget anak-anak di ruangan Melati pada anteng-anteng gak rewel, kan Abel jadi samangat meriksanya." Abel. Ya mereka adalah Abel dan Elisya. Abel menceritakan dengan antusias yang hanya dibalas dengan kekehan ringan oleh Elisya.

Jika dulu Elisya sering menampakan wajah sebal nya dan garangnya, maka sekarang wajah itu telah diubah jadi wajah yang ceria selalu menampilkan senyum dan juga nada bicara yang lembut.

"Haha.. Yaudah yuk ke kantin aja, sudah lapar perut aku." eluh Elisya memegangi perutnya.

Jika dulu Elisya memakai bahasa lo-gua, maka sekarang bahasa itu telah diubah jadi aku-kamu. Dengan alasan bahasa lo-gua terlalu kasar buat wanita muslimah.

Sudah banyak yang berubah di diri Elisya. Tapi itu sebuah hidayah bukan?

"Yok El,"

"Bel, sudah berapa kali aku bilang kan? Jangan panggil aku dengan nama El, sekarang panggil aku dengan Lisya." ralat Elisya menatap lembut Abel.

"Kenapa sih Lis? Bukannya nama itu yang dulu kamu banggain?" Abel menyeritkan dahi masih bingung dengan alasan sahabatnya yang tak masuk akal.

"Memang, nama itu yang dulu aku banggain. Tapi itu dulu, dan sekarang beda. Nama itu, nama aku di jaman jahiliyah. Tapi aku juga tidak membenci, aku malah bersyukur. Berkat nama itu aku bisa jadi Lisya yang sekarang. Aku sekarang bukan lagi El yang dulu, tapi aku Lisya yang dimasa sekarang dan di masa akan datang. Aku akan masih mengingat nama itu dan kenangan nya. Menurut aku nama Lisya lebih cocok jadi aku sekarang, daripada nama El."

"Kok ribet ya Abel memahami nya?" Abel menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Ish, kamu ini sudah jadi Dokter anak masih saja lemot." cibir Elisya sambil melepaskan jas putih kebanggannya dan mesampirkan di atas kursi besarnya.

"Oh ya Dina sama Ria udah kesana?" tanya Elisya ketika keluar dari ruangannya.

"Udah, Abel tadi suruh mereka jemput kamu 'Sya."

Mereka bercanda tawa berselang berjalan beriringan. Sampai ada seorang yang memanggil wanita hijab syar'i bewarna coksu itu.

"Dokter Lisya.." panggilnya. Sontak saja kedua wanita itu menoleh ke belakang.

Si Tomboy Masuk Pesantren? [WES RAMPUNG]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang