31-Pemakaman

7K 697 84
                                    

Elisya selama perjalanan hanya melamun bahkan air matanya tak sanggup lagi menetes, memikirkan kok bisa Putra meninggalkannya secepat ini? Ini bagaikan mimpi buruk yang tak perna ia inginkan terjadi.

Bendera kuning sudah berkibar yang dikaitkan di gerbang depan rumahnya, itu tandanya ada orang yang tidak ada. Benar, Putra bener-bener sudah pergi meninggalkan nya.

Berarti mimpi semalamnya itu jadi kenyataan. Mimpi yang terkutuk! Tapi mimpi itu sebagai pengingat bahwa setiap yang bernyawa akan merasakan mati.

Elisya memasuki rumah yang sudah ramai. Para warga pada datang untuk melakukan thalil sebelum Putra dimakamkan.

Kaki Elisya gemetar lemas ketika melihat tubuh Putra yang tergeletak dilantai apalagi sudah dibungkus kain kafan. Air matanya jatuh ketika mengingat tubuh dan orang itu yang selalu membuatnya darah tinggi, tapi sekarang? Sudah tidak ada lagi yang menjahilinya.

Ia duduk di depan jasad Putra, memandangi wajah yang dulunya selalu menampilkan wajah tengil, tapi sekarang? Wajah itu tampak damai, dan bibir yang yang dulunya menyugikan senyuman mengejek kini pucat tak bergerak walau 1 detik.

"Put.." cicit Elisya bahkan suaranya tercekat ditenggorokan.

Elisya tidak sanggup melihat Putra dengan keadaan begini, gadis itu pengen pergi tapi ia tak mau melewatkan masa-masa trakhir bersama Putra.

Ia menghapus kasar air matanya yang mengalir dipipinya.

"Lo pasti sedang ngeprank gua kan Put? Lu pengen buat gua nangis kan Put? Oke fine! Lo menang, lihatlah gua bahkan dah nangis kejer nih. Udalah lo sekarang lo bangun, keterlaluan banget sih sampai buat prank gini mana lagi ngundang para tetangga." Elisya mengguncangkan tubuh kaku Putra tapi tak ada respons nyatanya roh dan raganya sudah terpisah.

"Lo gak bangun juga? Padahal gua dah nangis nih, bagun dong Put jangan bikin gua takut. Kalau lo gak mau bangun juga gua jitak lu," Elisya menjitak beneran kepala Putra yang sudah dipocong.

Elisya menatap takut Putra, "Lu ko gak ngaduh? Lo udah kebal ya sama jitakan gua? Ohh gua glitikin aja kali ya," Elisya masih bersusah paya membangunkan Putra dengan caranya yang konyol itu. Lia yang melihat Putrinya itu merasa miris.

"Sayang udah, Putra dah tenang disana," kata Lia sesegukan menahan tahan Elisya yang sibuk mengelitikin perut Putra.

"Bunda, anak ini hanya ngeprank aku dia memang nakal Bun, kalau dia dah bangun hukum saja karena sudah buat aku nangis kek gini. Lihatlah Put bahkan aku sudah ingusan, tapi lo gak mau bangun juga? Parah lo!"

"Yang sabar sayang, kita iklaskan Putra agar tenang disana," kata Lia yang keadaannya tak jauh beda sama Elisya.

"Siapa yang taroh kapas dihidung Putra? Bisa bahaya nanti, kalau Putra gak bisa napas gimana? Bener-bener parah tu orang yang sudah naroh kapas ini," Elisya hendak mengambil kapas yang berada dihidung Putra tapi sudah ditahan sama Lia.

"PUT SADAR! PUTRA SUDAH TIDAK ADA!" pekik Lia pas diwajah Elisya.

Elisya kaget tercengang badanya kaku dadanya deg degan.

Jadi bener Putra sudah tidak ada? Pikir Elisya.

"PUTRA!" hiteris Elisya memeluk tubuh kaku Putra.

Matanya melotot ketika kupingnya tak lagi mendengarkan detak jantung dan deruh nafas Putra.

Elisya melepaskan pelukannya dan menatap lekat wajah ganteng Putra yang pucat dan damai seperti tak memiliki beban.

"Jadi lo beneran mati? Lo ko tega sih ninggalin gua? Apa lo sudah tak sayang lagi sama gua? Padahal gua ingin bercerita banyak tentang hal terutama tentang sahabat lo Rifqi. Lo jahat tau gak? Lo ninggalin gua tanpa pamit terlebih dahulu? Tapi, lu kan dah pamit dimimpi, lucu ya gua. Rasanya berat banget bagi gua, bakalan sepi nih tanpa lo yang rese itu. Sesuai permintaan terakhir lo, gua kabulin Bang Putra. Itu kan yang lo inginkan? Semoga di sana lo bahagia tenang, kami disini juga akan perlahan ikhlasin lo. Bang Putra Putri sayang lo," Elisya mencium lama kening Putra dan kedua pipi Putra.

Si Tomboy Masuk Pesantren? [WES RAMPUNG]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang