Alea, wanita dengan paras cantik itu duduk terdiam disebuah cafe ditengah kota. Lamunannya melayang kemana-mana, sudah berjam-jam ia duduk semenjak mengantarkan Selena sekolah.
"Nyonya, apa kau ingin mengganti minumanmu? Mungkin sudah dingin untuk yang kesekian kali?" tawar salah seorang pelayan.
Alea tersentak kaget, matanya menatap sekitar kemudian mengangguk saja. Pelayan itu pun membawa minuman yang belum tersentuh oleh Alea untuk diganti agar sajiannya lebih nyaman dipandang.
Tiba-tiba lonceng cafe berbunyi tertiup oleh angin saat seorang pria berjas dengan kaca mata hitam memasuki tempat tersebut. Alea tak berkedip sedikit pun sampai pria itu duduk di meja disebelahnya.
Pria itu nampak sibuk menaruh barang-barang yang dibawanya seperti laptop dan beberapa buku juga telepon genggamnya. Tangannya terangkat memanggil seorang pelayan.
"Cappucino, salad dengan taburan keju." Ucap pria itu, dan si pelayan pun pergi. Ia melepas kaca matanya kemudian memperhatikan sekitar, tiba-tiba tatapannya tertuju pada Alea begitu pun sebaliknya.
"Hei?" tegur pria yang yang tiada lain adalah rektor Campus High Barca. Ervan El Alexander. Tangannya melambai membuyarkan lamunan Alea.
"Hah?" Alea gelagap, ia bangkit dengan terburu-buru hingga tak sengaja menabrak seorang pelayan yang tadinya membawakan minumannya.
Prank!
"Maaf!" Alea berlutut memungut pecahan kaca dari gelas begitu pun si pelayan. Beberapa pengunjung memperhatikan mereka termasuk si rektor.
"Nyonya... Tidak usah, biar aku saja..." cegah si pelayan wanita itu.
"Tidak, ini sal--"
"Aw!"
Alea meringis saat pecahan kaca itu menggores jemarinya.
Tiba-tiba sebuah tangan terulur, Alea mendongakkan kepalanya mendapati pria yang sama persis dengan kenangan masa lalunya itu tengah menatapnya.
"Kau terluka?"
Mata Alea mulai berkaca-kaca, kepalanya mengangguk dan membiarkan pria itu membawanya duduk dikursi. Pria itu mengeluarkan sesuatu dari balik jasnya yaitu hansaplas.
"Pelayan, tolong buatkan minuman nyonya ini lagi," ucap pria itu mulai mengobati luka di jemari Alea.
"Apakah ini sakit?" tanyanya menatap jemari Alea yang sudah dibalut hansaplas.
"Tidak sesakit saat melihat mu lagi..."
Alea mengangguk, otak dan hatinya tak dapat bekerjasama saat ini. Ia ingin menghentikan waktu sekarang, membeku bersama orang-orang agar dapat lebih lama memandang mahluk dihadapannya sekarang.
"Baiklah, lain kali kau harus berhati-hati." Ervan, pria itu membuka laptopnya tanpa peduli lagi pada Alea yang masih memandanginya.
"Van."
Ervan menoleh, satu alisnya terangkat dengan ekspresi bingung.
"Kau tahu nama ku?" tanya Ervan. "Oh, mungkin hanya kebetulan kau membaca berita kalau aku rektor baru di Campus High Barca," tutur Ervan kembali fokus pada laptopnya.
"Aku percaya, kamu nggak bakal pernah jauh dari aku," ucap Alea tersenyum sumbang.
"Maksudmu? Tolong berbahasa Spain," pinta Ervan namun Alea menggeleng.
"Dimana Artha?"
Alea menoleh kekanan dan kekiri, mencari keberadaan pria berambut seputih salju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
AzioneSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...