"Van! Bangun!"
"Alevannn!!!"
Pemuda itu meloncat dari sofa dengan kaget.
"Jelaskan! Dimana Selena dan mengapa kau tidur disofa? Soal keluar dari gudang, aku sudah menduga itu ulah Selena," ucap Alea pada Alevan dengan berkacak pinggang.
"Mom... Aku lelah," balas Alevan kembali merebahkan tubuhnya kesofa dengan posisi menggenaskan.
"Hehhh! Anak nakal, bangunnn!" Alea berucap kesal pada anaknya itu.
"Dimana Selena? Dia harus sekolah!" ucap Alea lagi.
"Hm... Selena? Oh iya, ia diajak menginap oleh kepala sekolahku--"
Buk!
Alevan mengusap kepalanya yang barusaja dipukul oleh sang ibu.
"Bagaimana bisa! Kau mabuk hah?" sergah Alea tak percaya.
"Aku serius," jawab Alevan malas.
"Dimana rumah kepala sekolahmu?" tanya Alea dengan tangan yang bersiap menjewer kuping Alevan.
"Ah aku lupa," balas Alevan santai.
"Van..." ucap Alea menahan kekesalannya.
"Mom taukan dimana rumah Tuan Launez? Tuan Artha Launez yang selalu menghukumku disekolah! Sudahlah mom, aku malas!"
Alevan bangkit dari sofa ruang tamu kemudian melangkah gontai menuju tangga mansion, mungkin pemuda itu ingin pergi kekamarnya.
"Artha Launez?"
Alea terduduk lesu disofa sambil memegang kepalanya.
"Jangan-jangan..."
Tanpa pikir panjang, Alea meraih kunci mobil dan bergegas berlari keluar dari rumah. Mobil hitam tersebut tancap gas, Alea mengkhawatirkan Selena. Sangat-sangat mengkhawatirkannya!
•••
"Shhh..."
Seseorang yang barusaja menggoreskan ujung pisau pada lengan Selena tersenyum senang.
"Akhirnya kau bangun!" ucap seseorang itu.
Selena, gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan. Keadaan masih sama, namun kedua lengannya merasakan kepedihan karna beberapa luka gores, belum lagi luka gigitan pada lehernya yang masih terlihat membiru.
"Aku tahu kalau kau tahu."
Selena mendongakkan kepalanya pada seseorang itu.
"Kau memiliki kemampuan luar biasa," puji seseorang itu sambil menjilat ujung pisau yang masih terdapat sebercak darah Selena.
"Aku tahu," jawab Selena santai lalu bangkit dari kasur.
"Jangan pernah beritahu kekuatanmu pada siapapun--"
"Aku tahu," potong Selena cepat hingga sosok seseorang itu kembali mengepalkan tangannya. Tapi percuma, Selena tak akan pernah merasa kesakitan karena luka. Bukankah yang paling ia sukai adalah rintihan kesakitan? Tapi pada Selena, ia tidak menemukan itu.
"Aku ingin pulang," ucap Selena berjalan menjauh dari sosok itu.
"Tidak."
Selena tersenyum miring. "Apa kau belum puas mengambil darahku?" tanya Selena santai.
"Aku tidak pernah puas!" jawab sosok itu tegas.
"Sudah kuduga," balas Selena berdecih pelan.
"Kau mengetahui segalanya, tapi aku lebih tahu hanya dari tatapan matamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...