Selena duduk di tempat dimana anak-anak seumurannya menunggu jemputan. Ia menoleh kekanan dan kekiri berharap mobil sang ibu muncul dari salah satu dua sisi jalan tersebut. Berpuluh-puluh menit berlalu, sekarang hanya ia seorang yang berada disana.
"Huh, seharusnya aku menerima tawaran Roman untuk pulang bersama," ucap Selena mulai melangkah menyusuri tepi jalan raya.
"Pasti Kak Van sengaja, ia mengajak Mom jalan-jalan dan melupakan aku. Dasar!"
Selena melambaikan tangannya pada sebuah taksi yang berlalu lalang namun tak ada satu pun yang mau berhenti. Apa ia harus berjalan kaki sampai kerumah. Yang benar saja. Sekarang saja, Selena sudah kelelahan duduk diakar pohon besar nan rindang.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti. Selena tersenyum lebar menatap seorang pria yang turun dari mobil.
"Dad!" panggil Selena langsung memeluk tubuh Fadil.
"Hey, sedang apa kau disini? Dimana, Mom dan Kak Van?" tanya Fadil menatap sekitar.
"Huft... Aku lelah, nanti saja ceritanya. Ayo pulang," ajak Selena yang langsung masuk kemobil. Fadil mengangguk saja kemudian sesegera mungkin membawa Selena pulang.
Mobil Fadil dan sebuah taksi berhadapan didekat pagar rumahnya. Selena menyernyit menatap Alevan yang turun dari mobil bersama seorang gadis yang tiada lain adalah Vanessa.
"Van! Dimana Mom?" tanya Fadil menurunkan kaca mobil.
"Pasti dia bersama Selena, berjalan-jalan sambil memakan es krim dan roti--"
"Aku? Yang benar saja!" potong Selena turun dari mobil dan langsung masuk ke area rumahnya.
"Mungkin, Bibi bersama teman-temannya?" ucap Vanessa kikuk.
"Atau..." Alevan bergumam pelan lalu menggeleng dan dengan cepat menyusul Selena.
Alevan menahan tangan Selena yang hendak masuk kekamar. Ia menarik gadis itu masuk kedalam kamarnya kemudian mengunci pintu agar pembicaraanya tak didengar oleh orang lain.
"Kau pasti terkejut saat mendengar ceritaku!" ucap Alevan mantap.
"Wow! Aku sangat terkejut!" balas Selena dengan tatapan malasnya.
"Argh! Kau ini, menyebalkan!" gerutu Alevan melempar tasnya kekasur. Alevan mulai membuka laptopnya yang berada dimeja, Selena yang merasa tertarik mendekat sembari melonggarkan dasi seragamnya.
"Ini!" tunjuk Alevan memperlihatkan layar laptopnya.
"Rektor baru Campus High Barca. Mr. Ervan El Alexander." Selena mengeja kata demi kata. Tatapannya tertuju pada Alevan begitu pun sebaliknya.
"Aku lelah, nanti saja." Selena memutuskan untuk merebahkan tubuhnya dikasur empuk Alevan.
"Akan ada masalah apa lagi..." gumam Alevan ikut merebahkan tubuhnya disamping Selena dengan tatapan tertuju pada langit-langit kamar.
Alevan menoleh mendapati Selena sudah terlelap hanya dalam waktu beberapa menit. Ia bangkit kemudian menyelimuti Selena. Memastikan adiknya itu sudah nyaman, barulah Alevan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di luar kamar, Vanessa tengah membawa barang-barangnya kedalam sebuah ruangan yang akan menjadi kamarnya selama tinggal di Barcelona berkuliah di Campus High Barca. Fadil membantunya dengan menurunkan semua tirai putih yang menutupi lemari, kasur, sofa dan perabot lainnya.
"Lea, kamu dimana sih. Di telfon nggak diangkat," ucap Fadil menatap layar ponselnya. Vanessa menoleh, apa ia ceritakan saja tentang kejadian pagi tadi pada Fadil. Sebaiknya tidak dulu.
"Om, AC nya bisa nggak?" tanya Vanessa berbahasa Indonesia.
"AC? Bentar ya, Om cari dulu remotenya dimana. Kamu tunggu, sambil beresin kamar." Jawab Fadil kemudian pergi.
Hari semakin gelap, namun Alea tak kunjung pulang. Fadil menunggu di ambang pintu, berharap telponnya diangkat oleh Alea.
"Guk!"
Ramsey menggong-gong kelaparan.
"Sana, sama Selena." Usir Fadil mondar-mandir tak tenang. Ramsey pergi mencari keberadaan majikannya itu, dan ternyata Selena masih tertidur dikamar Alevan.
"Hey! Bangun!" tegur Alevan menggoyangkan bahu Selena namun gadis itu tak terusik sama sekali.
"Heh! Anak kecil! Bangun, tidur dikamar mu saja!" tegur Alevan lagi.
Selena mengerjapkan matanya kemudian melepas satu persatu kancing seragamnya. Ia melemparnya ngasal menyisakan tangtop hitam dan dengan mudahnya ia membalikkan tubuhnya dan kembali menutup mata.
"Selena! Bangun!"
"Kau menyebalkan!"
"Hey! Puteri tidur!"
Selena menutup telinganya dengan sebuah bantal. "Diamlah, Kak Van." Ucapnya serak. "Kau menganggu saja!" tambah Selena menyamankan posisi tidurnya.
"Apa kau tidak mau bangun? Cepat bersihkan tubuhmu! Kau bau keringat!" omel Alevan memungut seragam Selena kemudian menaruhnya ditepi kasur.
Tak ada jawaban apapun, Alevan memutuskan untuk keluar kamar dan saat ia membuka pintu, Vanessa berada dihadapannya dengan ekspresi lugu.
"Kau lapar?" tanya Vanessa mengangkat sepiring makanan yang dimasaknya sendiri.
"Lumayan, masuklah!" Alevan mempersilahkan Vanessa masuk kekamarnya dan kembali menutup pintu.
"Ah, Selena! Abaikan saja!" rutuk Alevan saat Vanessa mengarahkan pandangannya pada kasur.
"Bangunkan dia, pasti dia lapar," ucap Vanessa yang sudah duduk disofa kamar Alevan.
"Sedari tadi aku sudah berusaha, tetap saja matanya tertutup. Menyebalkan!" gerutu Alevan duduk dihadapan Vanessa.
"Kau yang memasaknya? Wanginya sangat menggiyurkan," ucap Alevan mengambil alih piring ditangan Vanessa.
"Hey, ini nasi goreng, benar? Mom sering memasak untukku!" Alevan memasukkan sesendok nasi goreng tersebut kemulutnya.
"Nikmat!" pujinya berhasil membuat Vanessa tersenyum senang.
Alevan makan dengan lahapnya hingga piring tersebut bersih. Ia menaruh piringnya dimeja kemudian minum dengan air minum yang memang tersedia dikamarnya. Ia kembali duduk berhadapan dengan Vanessa.
"Kau sudah menyiapkan pelajaran untuk besok?" tanya Vanessa memulai pembicaraan.
"Belum, aku jadi tak ingin pergi ke kampus jika nantinya bertemu dengan rektor itu," jawab Alevan menjelaskan.
"Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Bagaimana kalau besok, kita selidiki tentang rektor kampus itu? Kau setuju?" tawar Vanessa, tentu saja Alevan setuju.
"Kau terlihat cantik," alih Alevan dalam pembicaraan. Ia menyelipkan anak rambut Vanessa kebelakang telinga.
"Gombal!" rutuk Vanessa mengalihkan pandangannya.
"Gom... Bal?" tanya Alevan bingung.
"Gombal, artinya kau memberikan sebuah pujian agar lawar bicara mu tersipu malu," tutur Vanessa. "Mungkin begitu," ucap gadis itu menopang dagunya pada lutut dengan tatapan tertuju pada Alevan.
Tangan Alevan bergerak menyusup disela rambut Vanessa hingga berakhir pada punggung gadis itu. Ia tersenyum semakin mendekatkan wajahnya.
"Kau pernah?" tanya Alevan pelan saat bibir mereka hanya berjarak beberapa senti. Vanessa menggeleng.
"Jangan menolak," pinta Alevan memejamkan matanya diikuti oleh Vanessa.
"Kak Van! Aku lapar!"
Keduanya gelagap, tangan Vanessa bahkan menyenggol piring hingga terjatuh dan menimbulkan suara yang cukup keras.
"Maksud ku. Ah! Lupakan saja!" Alevan menghampiri Selena kemudian mengajak bicara gadis itu. Vanessa mulai membersihkan pecahan piring atas ulahnya barusan.
TBC...
Jadi kalian tim Alevan & Selena / Alevan & Vanessa???

KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
AcciónSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...