"Pagi."
Selena menatap malas pada Roman yang terlihat begitu bersemangat, kakinya melangkah menuju kamar mandi guna membersihkan wajah dah sikat gigi.
"Kenapa kau tersenyum?" tanya Selena malas.
"Aku punya ide!" seru Roman kegirangan. Selena tersentak kaget kemudian berjalan cepat menghampiri Roman yang berada dibalkon kamar.
"Bagaimana?" tanya Selena tak sabaran dengan wajah penuh harapnya.
"Kita melompat--"
"Bodoh!" potong Selena cepat.
Roman berdecak malas, ia sudah serius mengatakan hal tersebut.
"Kita bisa melompat dari satu balkon kebalkon yang lain, mulai balkon ini kesana, kemudian kesana, lalu kesana, kesana dan kesana. Sampai!".
Selena mendengarkan dan memfokuskan pandangannya kearah tunjukan tangan Roman.
" Tidak buruk," gumam Selena pelan.
"Tapi... Kau tahu dia kan?" tanya Selena memelas.
"Kau meragukan kemampuanku?" tanya Roman balik.
Selena terkekeh kemudian tersenyum manis pada sahabatnya itu.
"Kapan kita beraksi?" tanya Selena menatap langit pagi.
"Setelah kita diberi makan oleh dia, aku lapar. Kau tahu itu kan?" kekeh Roman diakhir kalimatnya. Selena hanya mengangguk dengan perasaan campur aduknya.
Sementara itu di Bandara ternama Kota Barcelona, dua orang yang baru turun dari pesawat nampak saling diam tanpa bicara.
"Mau makan?" tawar sang pria. Sang wanita menggeleng tanpa balas menatap tatapan sang pria.
"Antar aku kerumah sakit tempat Lea dirawat," pinta Vika. Launez mengangguk dengan senyum kecilnya, dalam hati ia bersukur dapat sedekat ini lagi dengan Vika. Suasana canggung tak dapat terhindari selama keduanya berjalan bersebelahan.
"Artha... Aku rindu kamu, aku pengen luapin semuanya Tha..." ucap Vika membatin sambil mencoba menahan air matanya.
"Vika," panggil Launez pelan. Vika mendongakkan kepalanya cepat seolah bertanya ada apa.
Tiba-tiba saja Launez berlutut sambil menggenggam lembut tangan Vika. Rasa nyilu menjalar dihati keduanya.
"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi nanti, saya cuma tahu. Cinta dan doa saya selalu tertuju pada kamu. Saya cinta kamu, melebihi saya mencintai diri saya sendiri."
Runtuh sudah tembok air mata Vika, tangisnya pecah seiring tubuh Launez yang didekapnya dengan sangat erat.
"Maaf, saya bikin kamu nangis," ucap Launez mengusap lembut pucuk kepala Vika.
"Kamu nggak salah, waktu yang salah," balas Vika serak.
"Hmmm..." gumam Launez pelan dengan memejamkan matanya.
"Ayo, saya antar kerumah sakit," ajak Launez. Vika melepas pelukannya dengan perasaan tak ingin, ia ingin lebih lama memeluk Arthanya, kakek berambut putih yang pernah mengisi ruang hatinya.
"Oke," balas Vika tersenyum singkat kemudian melangkah mendahului Launez sambil mengusap sisa air matanya.
"Bahkan saya ingin menghentikan waktu sekarang juga, agar waktu kita bersama bisa lebih banyak." Launez tersenyum tulus menatap punggung Vika.
***
"Ayo melompat! Ayo!" teriak Roman pelan. Selena menatap nanar kebawah, Roman sudah berada dibalkon tepat dibawah ia berdiri sekarang.
![](https://img.wattpad.com/cover/183992914-288-k464375.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...