Selena dan Roman masuk kedalam gedung dengan ekspresi kurang meyakinkan. Si anjing, Ramsey menunggu diluar dengan tali leher masih terikat pada sepeda Selena.
"Apa mereka disini?" tanya Selena pelan. Roman mengangguk kemudian menuntun gadis itu untuk masuk kedalam sebuah ruangan gelap.
Tap!
Sebuah lampu sorot tertuju pada seorang pemuda yang terikat pada tiang ditengah-tengah ruangan. Pemuda itu adalah Alevan, matanya tertutup dengan tubuh lemas.
Roman hendak menghampiri namun Selena menahannya.
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Tap!
Lampu sorot menyala bergantian seiring terlihatnya satu persatu orang yang mereka cari. Alea, Fadil, Vika, Vanessa dan juga, Megan?
"Selamat datang."
Selena dan Roman berbalik, dua orang pria tersenyum padanya.
"Apa lagi ini?" tanya Selena kesal.
"Lepaskan mereka!" tambah Roman.
Salah satu dari pria itu, Artha. Lelaki itu mendorong sebuah kursi roda dimana dikursi roda tersebut terdapat lelaki tua dengan wajah keriput. Ia adalah Baraq.
"Kau!" desis Selena mengepalkan tangannya.
"Ini dunia ku," ucap sosok berbaju serba hitam itu.
Artha diperintah untuk menghampiri sebuah tombol sehingga ada percikan listrik yang mampu menyadarkan semua orang yang tengah terikat itu.
"Mami!" teriak Vanessa lebih dulu.
Alevan menatap semuanya dengan lemas.
"Nessa! Tenang sayang! Tenang!" pinta Vika menenangkan. Jarak antara satu tiang ke tiang lain sekitar satu meter.
"Evan! Stop! Lepasin kita, Van!" Alea berusaha melepaskan ikatan tersebut namun nihil.
"Leaaa!" pekik Vika saat Alea kembali terkena setruman. Alea diam dengan gelengan pelan pada Selena.
Fadil tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berharap semoga bantuan dari Paman Gino segera datang untuk menghentikan kegilaan ini. Seingatnya sebelum ia dibekap oleh bantal, Alea sudah tertidur disampingnya dan ada beberapa orang yang menerobos masuk kekamar. Setelah ia tersadar, rupanya ia sudah masuk ke lingkaran permainan ini, lagi.
"Selena! Lari, tinggalkan kami," perintah Alea disisa-sisa tenaganya.
Selena menggeleng lalu mendekat kearah Alevan. Ia memeluk kakaknya itu beberapa detik.
"Aku menyayangi mu, kak." Selena kembali berada disamping Roman.
"Tolong, hentikan semuanya! Apa mau kalian!?" tanya Selena memohon.
"Kurang ajar! Lepasin gue! Bangsat! Biadap lo pada! Lepasin gue! Argh!"
Vanessa terus mengomel dan...
"KYAAA!!!" teriak gadis itu saat tubuhnya merasa nyeri dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Ngomong lagi, saya bunuh kamu duluan!" ucap sosok serba hitam itu angkat bicara.
Artha yang masih berada didekat tombol hanya terdiam menatap Vika dan Vanessa bergantian.
"ANJINGGG!" teriak Vanessa emosi.
"Gue bingung! Gue bingung sama kalian! Kalian manusia apa impostor!? Gue nggak percaya sama kalian! Gue punya Tuhan! Gue percaya hidup dan mati seseorang sudah diatur sama Tuhan! Bukan kalian! Makhluk nggak jelas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
AcciónSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...