47. Apartemen

511 99 41
                                    

Pria dengan kacamata hitam turun dari pesawat dan dapat bernapas lega karena kembali menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Koper hitamnya nampak berat, wajahnya terlihat sedikit lusuh dengan rambut halus yang mulai tumbuh diarea rahangnya.

Ervan El Alexander.

Tanpa berlama-lama di bandara, Ervan langsung menaiki mobilnya yang terparkir ditempat yang sama seperti tiga hari lalu saat ia meninggalkan Kota Barcelona.

Saat dimobil pun ia nampak tak fokus, sesekali pengendara lain memberikan klakson untuknya. Ia tiba di apartemen tempat tinggalnya, matanya menatap satpam yang berjaga dengan tatapan berbeda, satpam itu pun sempat kebingungan.

Ervan tiba dikamarnya dan langsung menghempaskan tubuhnya dikasur. Selama tiga hari berturut-turut ia tak bisa tidur, hanya diam didepan komputer dan beberapa buah map yang dimana ia perlu menterjemahkan kedalam Bahasa Spanyol dari Bahasa Indonesia.

"Alea..." hanya nama itu yang keluar dari mulut sejak tiga hari terakhir.

Flashback...

"Ini adalah rumah, Avika?" gumam Ervan menatap rumah besar dihadapannya setelah ia mendapatkan alamat itu dari kepala sekolah SMA Elite 2.

"Tuan itu bilang, dia teman dekatnya Alea. Semoga ada informasi darinya." Ervan memencet bel yang tertera disisi pagar besi itu.

Pagar terbuka, yang membukanya adalah seorang pria. Ervan tersenyum canggung lalu mengulurkan jabat tangan.

"Excuse me, is this Avika's residence?" tanya Ervan berbahasa Inggris.

Rama diam membeku, kepalanya mengangguk perlahan dan tiba-tiba dua anak berlarian ditaman dikejar oleh seorang wanita yang tiada lain adalah, Vika.

"Sayang jangan lari dong, kalian belum
pakai popok!"

Deg!

Pandangan Vika bertemu dengan pria yang berhadapan dengan suaminya.

"Re... van..."

Vika menutup mulutnya tak percaya, salah satu dari si kembar menghampiri Ervan dengan tingkah polos menarik-narik tangan pria itu. Ervan tersenyum, berlutut mengusap pucuk kepala si anak.

"Hey baby, what's your name?"

Rama langsung menggendong anaknya itu dan bersiap menutup kembali pagar hingga membuat Ervan tersentak kaget.

"Pergi!" usir Rama.

Ervan kebingungan dengan sekuat tenaga ia menahan pagar hingga membuat tangannya mendapat goresan luka.

"Berhenti..." pinta Vika atas tindakan suaminya. Rama terdiam membiarkan Ervan masuk berlari menghampiri isterinya.

"Avika! Aku ingin tahu tentang Alea, kalian berteman bukan!? Ku mohon!"

Vika menggeleng masih membeku ditempat tak berani mengangkat wajahnya menatap pria dihadapannya.

"Kau berasal dari sekolah yang sama dengan Alea, kalian mendapat beasiswa kuliah di Barcelona, benar 'kan!?"

Vika tetap menggeleng membuat Ervan sedikit frustasi.

"Ku mohon..." Ervan berlulut menatap Vika hingga pandangan mereka kembali bertemu.

"Revan," ucap Vika.

"Dimana si kakek?" tanya Vika membuat Ervan bingung.

"Kakek?" tanya Ervan balik.

"Iya, si rambut putih dengan senyuman mempesona itu?" tanya Vika berbahasa Spanyol. Rama memilih diam dengan ekspresi dingin.

"Aku tidak mengerti," ucap Ervan.

Te Amo 2 ( Alevan Dykara )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang