"TIDAK!"
Selena berteriak lantang lalu berlari untuk memeluk sang ibu. Saat itu juga mereka kembali mendapatkan setruman hingga Selena nyaris tak sadarkan diri. Alevan mengepalkan tangannya kuat, permainan apalagi ini.
"Kenapa Revan?" tanya Baraq sinis.
"Bajingan!" maki Selena pada Baraq.
"Pilihlah," titah Baraq pada Alevan.
Alevan tak mampu berpikir. Kepalanya terasa begitu pusing ditambah bau amis yang begitu menyeruak didalam indera penciumannya.
"Apa-apaan!" Roman berdiri disamping sosok hitam tersebut.
"Papa..." panggil sosok hitam itu pada lelaju dikursi roda.
"Saya sudah muak!" ucap Baraq lalu bangkit dari kursi rodanya.
"Manipulasi yang sempurna," ucap Roman pelan.
Baraq menodongkan pistol yang ia ambil dari balik bajunya kepada Alevan.
"Pilih salah satu dari mereka!" perintah Baraq lantang.
"Tembak saja aku," ucap Alevan diakhiri senyum miring. "Permainan macam apa ini? Kau lah yang kalah!" ucap Alevan lagi. "Kau pecundang! Pecundang yang kalah disaat-saat terakhir!" Alevan berusaha berdiri dengan tegak kemudian memposisikan tubuhnya agar berhadapan dengan Baraq.
Baraq mengalihkan sasarannya pada Alea dan hal itu sontak membuat Selena berdiri didepan sang ibunda guna melindunginya. Selena merentangkan kedua tangannya meskipun Alea menyuruhnya untuk pergi.
"Sialan!" umpat sosok berbaju hitam itu lalu melepas jubahnya kemudian bersiap berjalan menghampiri Alea dan Selena namun tiba-tiba satu tangan Baraq mengeluarkan sebuah botol yang berisi cairan hitam.
"Revan... Revan... Saya bisa saja memecahkan botol ini sejak dulu, sejak saya membuat perjanjian dengan iblis untuk kelangsungan hidup kamu. Tapi saya tidak melakukannya karena saya ingin menjadikan kamu boomerang untuk membawa Alea dan yang lain kedalam lingkaran ini."
"Revan... Oh Revan... Sangat malang."
"Saya berbohong mengatakan kalau kehidupan kamu berada pada jiwa Alevan. Tidak, tidak begitu permainannya. Jiwa kamu ada didalam sini, botol berisi cairan hitam ini."
Baraq membuka tutup botolnya dan sedetik setelahnya sosok hitam tersebut jatuh berlutut dilantai. Kepalanya terangkat menatap Alea dengan tatapan sayup.
"Habisi aku... Lepaskan mereka semua," ucap sosok itu lemas.
Tap!
Lampu berganti.
Alea diarahkan pada dua pilihan yaitu, Fadil dan Revan.
Selena dengan cepat menghampiri Alevan yang berada didalam kegelapan. Sementara Roman pergi keluar, entahlah. Mungkin Roman merasakan hal lain.
"Cepat... Cepat..." ucap Alevan pelan sambil melepaskan ikatan dibantu oleh Selena.
"Alea... Pilih saja salah satu dari mereka." Baraq tersenyum sinis pada Fadil dan juga Revan, puteranya.
"Fadil, kamu harus tahu, kalau kamu itu kakak kandung dari Alea."
Alea menganga tak percaya.
"Tidak!" tolak Fadil mentah-mentah.
"Saya berasal dari Panti Asuhan!" ucap Fadil lagi.
"Hahaha!" Baraq tertawa keras membuat suasana horror yang sangat mencekam.
"Kamu, seibu dengan Alea."
Fadil dan Alea sama-sama tak percaya.
"Saya mengenal Daniel, sejak lama..." ucap Baraq bercerita sambil berjalan mengitari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
AçãoSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...