Semua orang yang dilewatinya terpana seketika pada sosoknya yang begitu gagah mengenakan jas hitam dan kacamata hitam yang melekat sempurna pada hidung mancungnya. Dibelakangnya berjalanan seorang pemuda tak kalah tampan dengan pakaian santai, hanya mengenakan sweater abu-abu dan celana selulut.
"Apa dia dokter baru kita?" bisik-bisik terdengar jelas saat pria tampan itu melewati segerombolan perawat yang menatapnya dengan kagum.
Kreak...
Pintu sebuah ruangan terbuka, tawa anak kecil perempuan langsung terhenti. Gadis manis itu langsung bersembunyi dibalik punggung sang paman.
"Lea, ini aku. Revan."
Nada bicaranya masih sama, tak lupa seulas senyum sumringah yang menghiasi bibi sexynya. Vika yang duduk disofa terdiam seketika bersama Roman.
"Jangan," cegah Roman saat Vika berusaha menghampiri Alea dan Selena juga Paman Gino. Vika kembali duduk dengan tatapan tak pernah lepas dari sosok yang baru saja berbicara.
"Van... Please, kamu udah mati."
Kalimat singkat yang kembali membuat pria tampan itu tersenyum tipis, bukan senyuman iblis melainkan senyum sumringahnya. Tanpa aba-aba, ia duduk ditepi ranjang Alea sambil mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.
"Aku pengen bicara. Aku mohon, cuma dua menit. Gak lebih."
Paman Gino langsung menggendong Selena lalu keluar dari ruangan tersebut diikuti Roman dan juga Vika.
"Alevan, tetap disini," ucap sosok itu datar. Alevan hanya mengangguk lalu duduk disofa setelah pintu tertutup.
"Stop Van. Kamu harus tenang disana, berenti kaya gini. Kamu mau aku bahagia kan? Kamu mau ak-
Chup...
Mata Alea membulat saat bibirnya bersentuhan dengan benda kenyal yang begitu lembut menyentuh bibirnya.
"Masih sama," ucap sosok itu tersenyum singkat setelah melepaskan kecupan singkatnya.
"Aku rindu kamu... Bener-bener rindu..."
Alea bangkit secara paksa dari kasur hanya untuk menerima pelukan erat sosok itu. Aroma tubuh sosok itu memaksa masuk ke indra penciuman Alea, aroma maskulin yang sangat Alea sukai.
"Aku juga..." ucap Alea pelan masih enggan membalas pelukan sosok itu.
"Aku bisa kembaliin semuanya."
Sontak saja Alea melepas paksa pelukan sosok itu.
"Maksud kamu?" tanya Alea was-was.
Sosok itu tersenyum seraya mengusap lembut pipi mulus Alea.
"Aku bisa kembaliin waktu kebersamaan kita, aku bisa kembaliin Vika dan Artha, aku bisa kembaliin kebahagiaan kita kaya dulu--"
"Stop, kamu pergi sekarang juga!" potong Alea cepat. Alevan melirik sekilas lalu kembali pokus pada majalah yang dibacanya. Itu hanya alibi Alevan.
"Lea, dengerin aku sayang! Aku bisa ngulang waktu. Kita kembali bahagia kaya dulu--"
"Biar kamu bisa ngulang kesalahan yang sama?" potong Alea bersedekap dada. Sosok itu terdiam kemudian berlutut dengan menggenggam kedua tangan Alea lembut.
"Maaf."
"Lea, aku gak bisa hidup tanpa kamu. Aku gak bisa nerima takdir, Tuhan gak adil! Dia misahin kita gitu aja, aku lebih milih ngatur cerita sendiri dan aku berhasil! Aku punya cara supaya waktu keulang kembali. Kamu mau dari mana? Dari kita kecil? Dari kita SMP? Ayo!"
Alea hanya memutar bola matanya malas, mustahil pikirnya.
"Nggak ada yang mustahil sayang," kekeh Sosok itu dengan senyuman khasnya.
Sial. Alea lupa kalau Revan, maksudnya sosok itu dapat membaca pikiran.
"Mustahil!" ucap Alea lalu merebahkan tubuhnya membelakangi sosok itu.
"Aku bisa, aku bakal buktiin! Aku cuma perlu nyawa Selena, karna semua takdir ada di anak itu, kamu harus percaya aku! Aku bakal ngambil bagian tubuh dalam Selena, terus aku-
Plak!
"Kamu butuh CIP dikepala aku? Bilang Van!"
Keadaan senyap tanpa suara, Alevan masih berdiam ditempat layaknya patung. Sudah dibilang kalau ia tidak mengerti Bahasa Indonesia.
"Gak gitu..." pelan sosok itu menundukkan wajahnya.
"Selena anak aku! Kamu nyakitin dia? Aku bakal benci sebencinya sama kamu! Ngerti!"
Sosok itu menyenderkan punggungnnya pada tembok dengan kedua tangan menutupi wajah, Alevan berjalan kearah sang ibu lalu menyelimutinya dengan wajah santai. Alea berusaha memejamkan matanya yang sudah bergelinang air mata, mengapa takdir begitu suram?
Diluar ruangan, seorang anak gadis terdiam masih dengan tangan menggenggam tangan sahabat lelakinya.
"Roman," panggil Selena pelan. Anak lelaki didepannya terpaksa mengangkat kepala menatap wajah Selena.
"Jika itu terjadi--"
"Tak ada yang mustahil," balas Roman tersenyum tulus lalu mengusap kedua pipi Selena yang sudah dibanjiri air mata.
Tbc--->

KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...