Vanessa, kembali lagi pada gadis yang tengah terikat pada sebuah kursi itu. Matanya terbuka perlahan, kepalanya terasa pening, dimana dia sekarang? Mengapa kelihatannya begitu gelap.
"Hai, apa ikatan ini terlalu kencang? Maaf, akan aku--"
"Ngomong apa sih!" bentak Vanessa pada Launez yang terlihat gelisah.
"Aw... Lepasin gue!" pinta Vanessa masih dengan kesadaran yang belum pulih total.
"Ini dimana sih!? Mami mana? Yang lain? Aw... Kepala gue," ringis Vanessa. Launez hanya diam berdiri tak jauh dari posisi terikatnya Vanessa sekarang.
Tanpa sepatah kata, Launez pergi begitu saja dari ruangan tersebut hingga membuat Vanessa kembali dibuat bingung bukan main.
"TOLONGGG! WOI!!!"
"LEPASIN GUE!"
"TOLONGGG!!!"
Brak!
"Aw..." Vanessa kembali meringis saat kursi yang ia duduki terjungkal kebelakang, keadaannya sekarang benar-benar buruk, untuk bernapas saja susah apalagi melepaskan ikatan yang ada pada kaki dan tangannya.
"TOLONGGG!" teriak Vanessa berusaha berontak.
Vanessa pasrah, semakin ia bergerak maka tubuhnya akan terasa semakin sakit. Ia tidak ingin mati konyol karna hal tersebut.
Drttt... Drttt... Drttt...
"Argh!"
"Susah banget!"
"Tuhannn!"
Vanessa berhasil meraih ponselnya yang berada disaku celana, tanpa pikir panjang ia langsung menerima panggilan yang tidak diketahui siapa pemanggilnya.
"TOLONGIN GUE! WOI! SIAPA AJA TOLONGGG!" ucap Vanessa berteriak pada panggilan yang masih berlangsung itu. Namun sayangnya tak ada jawaban sama sekali.
"Aw! TOLONGGG! MAMI! PAPI!!!"
Tut!
Panggilan dimatikan sepihak, saat itu juga Vanessa langsung mengeluarkan sumpah serapahnya diruangan gelap tempat ia disekap.
Beralih pada Selena dan Roman yang saat ini duduk bersampingan dikursi penumpang dengan Alevan yang berada dikursi kemudi.
"Selena! Lihat bagaimana keadaan Vanessa sekarang!" perintah Alevan tak sabaran.
"Aku tidak bisa melihat apapun! Semuanya gelap--"
"Ah! Kau memang tidak bisa diandalkan! Tidak berguna!" maki Alevan masih dengan keadaan mengemudi mobil dalam kecepatan diatas rata-rata.
Srekkk!
"Aw!" ringis Alevan.
"Selena!" pekik Roman saat temannya itu merobek kulit bahu Alevan dengan pisau cutter yang entah darimana ia dapatkan.
Mobil berhenti seketika, Alevan turun dari mobil lalu menyeret paksa Selena turun dengan kesal.
"Kau gila hah! Kau--"
"BERHENTI MEMAKI KU!!!" teriak Selena kencang. Roman hanya diam didalam mobil sambil memejamkan matanya.
"KAU KIRA KAU HEBAT HAH!?"
Alevan kembali meringis saat Selena dengan mudahnya menggoreskan pisau cutter kelengannya.
"ARGHHH!!!"
Itu bukan teriakan Alevan melainkan teriakan seorang pria yang terlihat tengah mengobati luka dibeberapa bagian kulitnya.
"Selena. Jangan gila!" rintih sosok tersebut sambil memejamkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...