Alevan dan Vanessa duduk bersebelahan dikursi belakang sementara si supir fokus menyetir. Mereka saling diam, sesekali Vanessa melirik Alevan sekilas, pemuda itu hanya menampilkan tatapan dingin.
"Eh?" tegur Vanessa ragu. Alevan menoleh polos, bukannya bicara Vanessa malah mengalihkan pandangannya.
Alevan menyerahkan ponselnya seolah mengerti kalau Vanessa ingin bicara dengannya. Gadis itu pun mengambil ponsel Alevan lalu menuliskan sesuatu yang langsung ditranslate kan oleh google.
"Lo kesini ngapain sih?"
Tulis Vanessa, Alevan tersenyum singkat lalu menulis sesuatu kemudian menyerahkan ponselnya kembali pada gadis itu.
"Cuma iseng."
Dan percakapan pun berakhir. Mobil tiba didepan rumah, Vanessa langsung turun diikuti Alevan. Keduanya melangkah masuk kerumah, keadaan rumah terlihat sepi, kemana adik kembar Vanessa?
"Lo tunggu disini," titah Vanessa menggunakan bahasa yang tidak Alevan mengerti. Alevan hanya mengangguk lalu berjalan-jalan meneliti tiap sudut rumah Vanessa sementara gadis itu pergi kekamarnya.
Ponsel Alevan tiba-tiba berdering.
"Aku sudah bersamanya, akan ku bawa dia kehadapanmu."
Panggilan berakhir seiring Vanessa yang datang berpakaian santai. Alevan menatap gadis itu tanpa kedip hingga Vanessa sedikit merasa risih.
"Woy!" tegur Vanessa.
"Kayaknya adek-adek gue lagi diluar deh sama pembantu," ucap Vanessa melangkah menuju sofa ruang tamu.
"Nessa..." panggil Alevan dengan suara seraknya. Vanessa menoleh, sedetik setelahnya Alevan membekap mulut gadis itu dengan sapu tangan hingga Vanessa tak sadarkan diri.
Oh hell, permainan apa lagi ini?
•••
"Selena!!!"
"Lena!!!"
"Buka pintunya!!!"
Pintu kamar terbuka, Roman sesegera mungkin masuk kekamar Selena lalu menutupnya tanpa memperdulikan tatapan kesal dari sang empu.
"Dimana Kak Van?" tanya Roman tak sabaran.
"Dia pergi tadi malam, entahlah." Selena kembali kekasur lalu merebahkan tubuhnya.
"Aku tak melihat tanda-tanda keberadaannya, hey! Jangan tidur! Aku serius!" geram Roman, namun Selena justru menarik selimut untuk menutupi kepalanya.
"Huft..." Roman, anak lelaki itu membuang napas gusar lalu duduk disofa.
Jlep!
Seolah ada sebuah bayangan kejadian dikepala mereka hingga Selena terbangun dengan tatapan tajam pada Roman.
"Akhirnya kau mengerti!" tukas Roman saat Selena turun dari kasur lalu mendekatinya.
"Apakah mom dan yang lain ada diluar?" tanya Selena.
Roman menggeleng. "Aku hanya mendapati Ramsey yang sedang bermain sendiri," jawab Roman.
Selena duduk disamping sahabatnya itu, "tadi malam Kak Van pergi, katanya ia ingin menemui temannya. Aku langsung kekamar dan hanya kau yang mengetuk kamarku setelah kepergian Kak Van," ucap Selena panjang lebar.
Roman menjetikkan jarinya, "aku juga merasakan hal aneh saat masuk kerumahmu," balas Roman. Mereka berdua pun terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Apa dia kembali bertindak?" tanya Roman pelan.
"Sepertinya," jawab Selena dingin.
"Aku harus menyelesaikan semuanya!" tekad Selena bersiap pergi namun Roman menahannya.
"Untuk kali ini, tidak dulu. Kita harus pikirkan matang-matang kemana perginya semua orang," tutur Roman, Selena kembali duduk disofa sambil merenung.
"Kita tunggu Kak Van kembali!" ucap Selena, Roman mengangguk saja.
Penantian mereka tidak berbuah manis, buktinya hari semakin gelap sedangkan Alevan belum juga kembali. Selena bosan, berkali-kali ia ingin pergi keluar namun dicegah oleh Roman.
"Ah! Aku tidak betah jika hanya menunggu disini! Aku ingin keluar!"
Roman sudah tak dapat menahan, akhirnya mereka berdua pun bersama-sama keluar dari kamar.
"GUK!!! GUK!!!"
Ramsey si anjing mendatangi mereka seolah ingin mengatakan sesuatu, Selena menggendongnya dan membawanya turun kelantai satu, benar saja kalau keadaan rumah sangat sepi.
"Kau kesini memakai sepeda?" tanya Selena yang langsung diangguki Roman.
"Oke." Selena pergi masih menggendong Ramsey diikuti oleh Roman.
Kini mereka berada dihalaman rumah dengan Selena yang sudah siap dengan sepedanya. Roman hanya geleng-geleng kepala melihat Selena yang tengah memasangkan kalung pada leher Ramsey.
"Hey! Coba tebak dimana keberadaan mom dan yang lain, jangan hanya duduk santai seperti burung ditaman!" gerutu Selena kesal.
"Burung ditaman? Memangnya mereka duduk?" gumam Roman lalu mulai berkonsentrasi menebak keberadaan semua orang.
"Jadi?" tanya Selena ragu.
"Mereka... Mereka digedung tua. Gedung yang sama..."
Roman hampir tumbang saat tenaganya begitu terkuras menerka-nerka keberadaan semua orang. Selena mendekatinya lalu terdiam begitupun Ramsey.
"Roman, kau sahabat terbaik ku, aku akan menghentikannya sendirian. Kau pulanglah, kau tak seharusnya berada disisi ku. Ini terlalu berbahaya," tukas Selena menepuk bahu Roman beberapa kali.
Selena menuju sepedanya dengan Ramsey yang duduk dibelakang layaknya penumpang. Selena pergi meninggalkan Roman yang diam seribu bahasa.
"Aku sudah bersama mu sejauh ini, aku akan membantu mu untuk menyelesaikan semuanya." Roman mulai mengejar Selena dengan sepedanya.
100 meter menuju gedung tua yang dimaksud Roman, Selena berhenti dan mengalihkan pandangannya pada Roman yang kelelahan, sama seperti dirinya.
Guk!!! Guk!!!
Ramsey menggong-gong saat yang dilihatnya sekarang hanya pohon-pohon yang tinggi menjulang.
"Ayo!" ucap Roman menyemangati. Mereka kembali mengayuh sepeda masing-masing dan tibalah didepan gedung yang terlihat kumuh itu. Gedung tua ditengah hutan, gedung tempat dia mengakhiri hidupnya.
TBC--->
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...