Vanessa menangis tersedu-sedu. Apakah mencintai harus sesakit ini. Mengapa ia sampai terjebak dengan yang namanya cinta, ditambah ia tahu kalau cintanya tidak mendapat balasan.
Samar-samar Vanessa mendengar suara tawa yang ternyata berasal dari Selena. Ia mengintip gadis itu tengah bermain bersama Roman di balkon kamar bersama Ramsey si anjing. Lebih menyakitkan lagi saat Vanessa menatap seorang pemuda yang juga tengah memperhatikan Selena dan Roman.
"Semakin sakit jika aku terus berada disini, menyaksikan Alevan mengatakan perasaannya pada Selena. Apa Bibi Lea tau hal ini? Apa mereka akan mendapatkan restu atau sebaliknya."
Vanessa kembali kekamarnya, terdiam diatas kasur dan tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan dari sanh ibu, Vanessa langsung mengangkatknya.
"Pulang."
Satu kata yang cukup membuat Vanessa sedikit terluka. Apa ia benar-benar akan meninggalkan Alevan dan Barcelona.
Vanessa mematikan panggilan tersebut kemudian memberanikan diri mengetuk kamar Alevan sampai sang empu kamar membukakan pintu. Alevan mengijinkan Vanessa masuk, namun pemuda itu tetap tak peduli akan kehadirannya.
"Ibuku memintaku untuk pulang."
Terlihat jelas raut wajah Alevan kalau ia tak suka mendengar kalimat itu.
"Lalu?" tanya Alevan.
"Aku akan pulang---"
"Tidak akan." Alevan memotong kalimat Vanessa dengan mudahnya.
"Van..." keluh Vanessa gusar.
"Mengertilah!! Aku akan terluka jika terus berada disini!" Vanessa menatap Alevan begitu pun sebaliknya.
"Kau tidak akan pergi! Sekarang tinggalkan kamarku!" usir Alevan berhasil membuat Vanessa kembali jatuh dalam luka yang ia buat sendiri.
"Alevan!"
"Vanessa!"
Keduanya memanggil bergantian, Alevan menghampiri Vanessa lalu menarik tangan gadis itu menuju pintu kamar. Saat Vanessa sudah berada diluar, terlihatlah Selena dan Roman yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Hei, kau menyakitinya." Tegur Roman diangguki Selena.
"Aku tetap akan pulang." Vanessa hendak kembali kekamarnya namun Alevan menahan tangannya.
"Ku bilang tidak! Ya tidak!" bentak Alevan marah.
"Berhenti lah bertingkah seperti, Tuhan!" teriak Vanessa tak kalah marah dari Alevan.
"Mereka bertengkar," bisik Selena.
"Ya! Dan itu karenamu!" jawab Vanessa menunjuk Selena. Gadis itu kebingungan begitu pun Roman. Mereka pun keluar dari kamar mendekati Alevan dan Vanessa.
"Karena ku?" tanya Selena.
"Diamlah!" cegah Alevan saat Vanessa hendak membuka mulut.
"Karena kau---!!"
"Diam! Sialan!!" bentak Alevan, satu tangannya terkepal kuat dan satu yang lain masih menggenggam tangan Vanessa.
"Kak Van.." panggil Selena berusaha melerai.
"Aku bukan kakakmu!!"
Alevan berteriak kesal melepaskan Vanessa beralih menarik tangan Selena hendak membawanya masuk kekamar namun dihentikan oleh Ramsey yang menghalangi langkah Alevan.
"Kalian semua! Mati saja!!" teriak Alevan murka. Vanessa sudah tak dapat membendung air matanya. Sedangkan Selena hanya menampilkan tatapan lugu.
"K--kak Van." Panggil Selena menatap Alevan. Dada pemuda itu naik turun ditambah genggaman tangannya yang begitu erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...