Pintu kamar Alevan terbuka, pemuda yang tengah melamun dengan layar laptop menyala itu menoleh pada si pembuka pintu yaitu Vanessa.
"Mengapa tidak makan malam? Mau ku bawakan kesini?" tanya Vanessa mendekati Alevan.
"Teman Selena sudah pulang?" tanya Alevan bukan jawaban atas pertanyaan Vanessa.
"Roman? Belum. Mereka bermain dikamar bersama anjing," jawab Vanessa lalu duduk disamping Alevan.
Hening.
"Bagaimana, tadi?" tanya Vanessa pelan.
"Biasa saja," jawab Alevan malas.
Vanessa tak lagi bicara, Alevan pun sama. Perlahan namun pasti, Vanessa meraih tangan Alevan kemudian membawanya untuk memegang bahunya.
"Kau merayuku?" tanya Alevan tersenyum mengalihkan pandangannya.
Vanessa tersadar. "Tidak, aku tidak bermaksud---"
Kalimat Vanessa terhenti saat bibir Alevan menyentuh bibirnya. Sempat membeku beberapa detik, Vanessa berani mengalungkan tangannya dileher Alevan saat ciuman mereka semakin dalam.
Terbuai, Alevan membawa Vanessa kekasur dengan ciuman yang masih belum terlepas.
"Sel.. Lena... Aakhh... Pelan-pelan!"
Poor.
Setetes air bening memaksa jatuh dari pelupuk mata Vanessa. Keduanya terdiam cukup lama, sampai saat Alevan melepas pelukannya hingga tubuh Vanessa terjatuh kekasur.
Saat Alevan menunduk mendekati Vanessa, tiba-tiba gadis itu memalingkan wajahnya dengan air mata yang terus berjatuhan.
Tangan Alevan terkepal, ingin rasanya ia memukul wajahnya saat ini juga. Sial! Mengapa ia terus membayangkan Selena bersamanya sekarang.
"Maaf..."
Alevan terduduk dilantai dengan punggung bersender pada tepian kasur. Tanpa sepatah kata, Vanessa pergi begitu saja.
"Arghhh!" teriak Alevan geram pada dirinya sendiri.
"Bodoh!" umpatnya memukul-mukul wajahnya.
"Van! Kau bodoh!"
"Kau tidak mampu menahannya!"
"Arghh!! Sial!"
Alevan mendengar tawa Selena dari arah balkon kamarnya. Ia bangkit menghampiri sumber suara, dan ternyata saat kepalanya menghadap balkon Selena, anak itu tengah tertawa bersama Roman.
"Bisakah kalian diam!!"
Selena dan Roman sama-sama menoleh pada Alevan.
"Mau ikut bermain?" tawar Roman tersenyum ramah.
"Berisik!" tegas Alevan kembali masuk kekamarnya, menutup pintu balkon dengan sangat keras.
"Dia marah..." ucap Roman pada Selena.
"Sudah biasa," jawab Selena malas.
Kembali lagi pada Vanessa yang menangis meringkuk diatas kasur. Ia mengusap bibirnya kasar seolah ingin menghapus jejak ciuman Alevan.
![](https://img.wattpad.com/cover/183992914-288-k464375.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...