45. Ingin Tahu

504 92 20
                                    

Ervan berjalan memasuki rumah sakit dan ia kembali berpapasan dengan Vanessa yang nampaknya masih menangis.

"Hei?" panggil Ervan.

Vanessa pergi tanpa menjawab apapun. Lagi-lagi Ervan harus menarik napas panjang, sepertinya percuma saja mengikuti Vanessa sampai kerumah sakit seperti ini.

Ervan memutuskan untuk melanjutkan langkahnya dan betapa terkejutnya ia saat menatap pemandangan dimana seorang wanita memeluk seorang pemuda. Jantungnya berdegup kencang, udara disekitarnya seakan membeku seiring dengan langkah pelannya mendekati dua orang itu.

"Lea..."

Alea menoleh mendapati Ervan tengah menatapnya dengan ekspresi sulit diartikan.

"Temui Selena," perintah Alea pada Alevan. Alevan melepas pelukannya, ia tak menganggap ada sosok pria didekat Alea. Yang ia tampilkan hanya tatapan kepiluan.

"Van."

Alea balas memanggil setelah kepergian Alevan.

"Ada apa? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Ervan penuh rasa keingin tahuan. Alea mengangguk saja menuntun pria itu agar berjalan bersamanya.

"Lalu? Ada yang bisa ku bantu?" tawar Ervan kembali bertanya.

"Dimana Selena?" tanya Ervan lagi.

Entah mengapa Ervan merasakan sesuatu yang aneh didalam dirinya, ia ingin terus tahu keadaan Alea dan dua anaknya, ia ingin terus berada didekat mereka, bahkan tak masalah jika ia meninggalkan pekerjaannya seperti sekarang ini.

"Sebaiknya, jangan temui kami lagi," ucap Alea, Ervan melotot.

"Maksudmu!?" tanya Ervan tak sabaran. "Apa aku punya salah?" tanya Ervan lagi.

Alea menghentikan langkahnya kemudian menggeleng. "Masalahnya ada pada kami, menganggap kau sebagai dia." Ucap Alea.

"Aku tak mengerti," balas Ervan sendu. "Apa dia adalah orang yang paling menyakiti kalian? Sampai-sampai aku terkena imbasnya?" tanya Ervan mengubah posisi agar berhadapan dengan Alea.

"Berhenti bertanya, sudah cukup. Tolong tinggalkan kami, jauhi kami, anggap saja kita tak pernah bertemu!" tukas Alea meskipun ia merasa tak kuasa mengucapkan kalimat itu.

"Lea! Aku bukan dia, jangan menganggapku seperti dia, kami berbeda! Aku bahkan tak berniat sedikit pun untuk menyakitimu seperti dia!" tutur Ervan menggenggam kedua tangan Alea, namun Alea menepisnya.

"Tinggalkan kami..." pinta Alea dengan mata berkaca-kaca.

Ervan terdiam dan bibirnya seolah membeku tak bisa berkata apa-apa melihat wanita itu menangis dihadapannya. Ada apa dengannya.

"Tidak akan..." ucap Ervan.

"Tolong, ku mohon. Jika tidak, kami semua akan dihantui mimpi buruk, lagi. Cobalah mengerti!" pinta Alea menutup mulutnya dengan telapak tangan mencoba meredakan tangisannya sendiri.

Ervan bahkan bingung harus berkata dan berbuat apa.

"Permisi, bisakah kita bicara?" tiba-tiba seseorang menyelah dan orang itu adalah pengajar kelas Selena dan Roman.

Ervan bertatapan lama dengan pengajar bernama Artha itu. Seperti merasakan sesuatu yang belum pernah mereka rasakan.

"Ini tentang Selena," ucap Artha namun Alea tak kunjung menjawab.

"Selena? Ada apa?" tanya Ervan mengambil alih pembicaraan.

"Tunggu, kau ini siapa?" tanya Artha bingung.

Te Amo 2 ( Alevan Dykara )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang