"Aku benci Selena!"
Umpatan demi umpatan terus lolos dari bibir Alevan saat ia mengendarai mobil dengam kecepatan diatas rata-rata.
"Hanya karna dia! Mom menamparku!"
"Sialan!"
"Selena sialan!" maki Alevan lagi sambil mengusap pipinya pelan.
"Bila bertemu! Akan kubunuh dia!"
Cittt!!!
Alevan sontak mengerem mendadak saat matanya menatap sosok wanita yang berdiri dipinggir jalan, wanita tersebut terlihat menangis. Tak lama seorang pria menghampirinya dengan wajah marah.
"Megan!" desis Alevan pelan dan langsung turun dari mobil.
"MEGANNN!!!" panggil Alevan berlari kearah wanita dan si pria yang tiada lain adalah Megan dan sang ayah.
"Van," ucap Megan pelan, terdengar nada bergetar dari suara wanita itu.
"Alevan, anak dari--"
"Kau menyakiti Megan lagi hah!?" tanya Alevan pada pria berkumis tebal itu, sebut saja Hans.
"Anakku ini sangat nakal, wajar saja aku menghukumnya!" jawab Hans lantang hingga beberapa pengendara sempat menatap mereka.
"Megan? Nakal?" ulang Alevan sinis.
"Dia gadis baik-baik!" bela Alevan hingga Megan tersenyum tipis.
Tak ingin berlama-lama membalas ucapan Alevan, Hans langsung menarik Megan kasar menuju sebuah mobil sedan hitam.
Alevan mengepalkan tangannya, ia tahu betul bagaimana kelakuan ayah dari sahabatnya itu. Suka mabuk, bermain wanita, judi, dan masih banyak lagi. Tapi yang Alevan permasalahkan adalah keselamatan Megan. Hans selalu menghukum Megan jika ia marah, padahal Megan tidak salah apapun dan malah Megan adalah wanita baik-baik.
"Ayah! Lepaskan aku!" berontak Megan namun tak Hans hiraukan.
"Ayahhh!" rengek Megan lagi berusaha memancing perhatian Alevan agar menolongnya kembali.
"Masuk mobil!" bentak Hans mendorong Megan dengan paksa kemudian menutup pintu mobil dengan cepat. Mobil tancap gas, meninggalkan Alevan yang masih terdiam ditempat.
"Biadab!" maki Alevan pelan kemudian kembali kemobil. Emosi masih menguasai jiwanya, Alevan kembali tancap gas dengan sorot mata setajam elang. Entah kemana perginya pemuda itu, mungkin saja mencari Selena.
•••
"EVANNN! AKU LAPAR DAN BUTUH MAKAN!!!"
Teriakan menggelegar Selena dari dalam kamar membuat konsentrasi sosok berbaju serba hitam itu sempat terganggu. Sosok itu menatap nyalang kearah layar laptop yang menampilkan beberapa gambar senjata seperti pistol, senapan dan lain-lain.
Selena? Gadis itu berada disalah satu kamar gedung. Kamar yang berisikan sebuah ranjang dan sofa, minim pencahayaan dan bisa dibilang cukup kumuh.
"Tuan, ini makanan untuk Selena," ucap Launez sopan.
"Antar kekamarnya," titah sosok itu dingin.
"Siap tuan!"
Sosok itu tersenyum sumbang, dua kata yang selalu menandakan kalau ia berkuasa. Tahtanya adalah seorang tuan dan pantas dihormati.
"Artha."
Launez menoleh bingung.
"Jangan lupa kunci kamar, supaya Selena tidak kabur," ucap sosok itu. Launez tersenyum lalu mengangguk mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...