Gadis manis berusia 12 tahun itu menatap tajam pada punggung Alevan yang mencari sesuatu dimeja kerja Launez, tapi dimana pria itu?
Selena bergerak menuju sebuah sofa empuk, didudukkannya bokongnya dengan santai. Alevan meliriknya sekilas dan langsung berdecak malas.
"Ini wangi mom..." gumam Selena pelan.
"Mom pernah duduk disini, tidur disini bersama seseorang... Revan!"
Alevan menatap selembar foto dengan kening berkerut. Bukankah wanita cantik pada foto adalah ibunya, Alea. Ibunya tengah memakai sebuah gaun pernikahan mewah, namun tidak dengan Fadil.
"Siapa pria ini?" tanya Alevan entah pada siapa.
"Dia mirip denganku," ucap pemuda itu lagi.
"Revan adalah kau."
"Apa ini Revan?" tanya Alevan bingung.
"Selena, hey Lena!"
"Selenaaa!" tak ada jawaban, Alevan memutuskan menoleh namun tak menemukan sosok sang adik.
"Selena? Dimana kau?" tanya Alevan panik setelah menyimpan foto itu kedalam saku celananya.
"Selena!" panggil Alevan meneliti seisi kamar.
"Selena... Lena, dimana kau!" panggil Alevan lagi.
"Sel--"
"Kak!"
Alevan menoleh cepat pada balkon kamar, Selena berada disana sambil memegang lehernya.
"Hey! Kau darimana hah? Aku khawatir!" ucap Alevan setelah memeluk adiknya itu erat.
"K k kak..." ucap Selena terbata. Alevan menyerngit, ada apa dengan Selena? Gadis itu melepas tangannya pada leher dan darah segar terlihat menetes deras dari leher Selena.
"LENA!" pekik Alevan tiba-tiba.
"Mengapa--"
Selena ambruk dalam dekapan Alevan, pemuda itu ingin sekali berteriak minta tolong namun ia bingung.
"Selena! Bangun!" Alevan menatap panik pada wajah pucat Selena.
"Bangun! Ku mohonnn!" lirih Alevan memangku kepala Selena pada pahanya.
"Hisap darahnya... Hisap darah adikmu... Hisap... Habisi ia!"
"HABISI ADIKMU!"
Alevan menyingkai rambut hitam Selena yang menutupi lehernya. Wajahnya mendekat pada lekukan leher adiknya itu dengan tatapan datar.
"Hisap..."
Alevan menempelkan bibirnya pada luka kecil dileher Selena, matanya terpejam perlahan menikmati darah segar dan manis Selena.
"Ah..." Alevan mendesah pelan saat merasakan dahaganya hilang.
"Selena."
"Sel--"
Alevan memejamkan matanya saat pening melanda.
"TUAN LAUNEZ!!!" terpaksa ia berteriak untuk meminta pertolongan.
"TUAN LAUNEZ! TOLONG AKU!"
"TUAN!!!"
"TUAN!!!"
Seseorang terlihat menghampiri mereka dengan tatapan datar.
"Alevan! Apa yang--"
"Kau menghisap darah Selena?"
"SELENA! BANGUN!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
AcciónSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...