14. Kenyataan Pahit

6.2K 507 100
                                    

"Sekarang... Aku hanya punya kau! Semuanya berantakan!"

Samar-samar, Alevan mendengar omelan dari seorang pria yang duduk tak jauh dari tempat ia dipasung.

"Lepaskan..." keluh Alevan pelan dengan segenap sisa tenaganya.

"Tapi... Aku tidak akan menyerah, aku akan mendapatkan semuanya kembali! Pasti!" ucap sosok misterius tersebut diakhiri tawa yang cukup mengerikan.

Alevan tertawa sinis seolah menertawakan ucapan sosok itu barusan.

"Kau menertawakanku heh!?" bentak sosok itu berjalan mendekat kearah Alevan yang tergantung dengan kedua tangan dikaitkan pada rantai besi.

"Kau hanya iblis! Kau adalah jiwa mati yang haus akan kehidupan! Kau iblis Revan! Kau iblisss! HAHAHA!"

Mendengar penuturan Alevan barusan sontak saja membuat sosok itu meradang, tangannya terkepal kuat dengan wajah yang sudah mengeras menahan amarah.

"Diam kau!" bentak sosok itu lantang.

"Hahaha, tunggu saja. Kau akan hilang, kau akan kembali keneraka!" ucap Alevan lagi.

Bugh!

Alevan terpental ketembok hingga rantai yang mengikat kedua lengannya putus. Sosok itu berjalan gagah menghampiri Alevan kemudian menarik kerah baju Alevan kuat.

"Diam!" bentak sosok itu dengan suara baritonnya. Bukannya ketakutan, Alevan malah tertawa sinis meremehkan.

"Kau pikir aku tidak tahu cara menghilangkanmu dari dunia ini?" tanya Alevan datar. Sosok itu terdiam dengan tatapan bingungnya.

"Aku... Akan... Hidup... Selamanya!" ucap sosok itu penuh penekanan.

"Hahaha! Kau bukan TUHAN!"

Plak!

Sudut bibir Alevan membiru setelah mendapat bogeman kuat dari sosok berbaju serba hitam itu.

"BUNUH AKU! BUNUH! BUNUH AKU MAKA KAU JUGA AKAN TERBUNUH! BUNUH AKU REVAN!" teriak Alevan marah.

"MENGAPA DIAM HAH! PUKUL AKU! PUKUL! TAMPAR WAJAHKU! PENGGAL LEHERKU! BUNUH SAJA AKU! REVANDY QAYRO!" teriak Alevan lagi dengan suara serak, amarah pemuda itu benar-benar diujung tanduk. Andai saja ia punya tenaga untuk menghabisi sosok itu, sudah pasti ia lakukan.

"Membunuhmu? Tidak akan!" ucap sosok itu sarkas.

Jlep!

Sosok itu menghilang dengan tiba-tiba meninggalkan Alevan yang masih berlutut dengan kedua tangan terkepal kuat.

"ARGHHH!!! AKU BENCI HIDUP INI!!!" teriak Alevan begitu keras.

***

"Pasung dia," perintah seorang pria dengan wajah yang mulai keriput.

"Paman, Artha nggak--"

"Vika!" bentak Paman Gino memotong celotehan Vika yang bersiap membela Arthanya.

"Mom..." panggil Selena pelan seraya mengeratkan pelukannya pada sang ibu yang masih terbaring dibrankar rumah sakit.

"Oke, ini semua nggak seharusnya terjadi," ucap Fadil memotong emosi Paman Gino.

"Fadil! Kamu nentang paman?" tanya Paman Gino marah.

"Paman, aku nggak--"

"Stop it!" sela pria berambut seputih salju.

"Tugas saya sudah selesai, saya hanya mengantarkan Vika pada Lea atas permintaan tuan saya. Kalian bisa tenang sekarang." Launez langsung berlari meninggalkan ruangan rawat inap Alea, lebih baik ia pergi sebelum kejadian yang tidak diinginkan terjadi.

Te Amo 2 ( Alevan Dykara )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang