Alea kembali mendatangi cafe dan duduk ditempat sebelumnya. Ia memanggil pelayan, memesan segelas minuman.
"Tunggu, aku ingin bertanya sesuatu," cegah Alea saat pelayan itu hendak pergi.
"Apa yang bisa ku bantu, nyonya?" tanya pelayan dengan sopan.
"Pria kemarin, yang mengobati luka dijari ku. Kau ingat?" tanya Alea. Pelayan itu mengangguk. "Apa dia sering datang kemari?" tanya Alea penuh harap.
"Kemarin, dia juga menanyakan hal yang sama tentang dirimu. Dia Mr. Ervan, rektor Campus High Barca. Dia sudah menjadi langganan kami sejak beberapa tahun terakhir. Sebentar lagi dia akan datang, dia selalu berhasil membuat lonceng pintu berbunyi dengan kedatangannya."
"Ada lagi?"
Alea mendengarkan penjelasan si pelayan. "Tidak ada, terimakasih." Ucap Alea dan pelayan itu pun pergi.
"Beberapa tahun terakhir?" Alea bergumam pelan kemudian membuka ponselnya guna mencari tahu siapa rektor kampus itu lewat internet.
"Ervan El Alexander." Eja Alea saat laman situs sudah memperlihatkan wajah pria kemarin.
"Dia Revan, bukan Ervan!" decakan sedikit terdengar.
"Isteri dan anaknya tewas dalam kecelakaan mobil," ucap Alea lagi.
"Enggak! Ini berita salah! Dia Revan, Revan! Revandy Qayro!" tukas Alea dengan wajah merah padam.
Ting! Ting! Ting!
Lonceng cafe berbunyi, Alea menoleh dan seketika tatapan mereka beradu hingga pria itu kembali duduk ditempat kemarin.
"Kayaknya, aku harus pura-pura nggak kenal aja sama dia."
Alea bangkit dan dengan santai duduk berhadapan dengan Ervan yang tengah membuka laptopnya.
"Aku wanita kemarin," ucap Alea.
Ervan menurunkan layar laptopnya menatap Alea.
"Alea?" tanya Ervan. Alea mengangguk memperlihatkan jemarinya yang masih dibalut hansaplas.
"Alea..." Ervan bergumam pelan.
"Alevan. Alea, Revan."
Kepalanya kembali teringat perkataan salah seorang mahasiswanya yang penuh dengan tanda tanya itu.
"Kau memikirkan sesuatu? Tuan?" tanya Alea ragu.
"Tidak, jangan memanggilku 'Tuan'. Panggil saja, Ervan." Ervan melempar senyumannya.
"Evan? Apakah boleh?" tanya Alea.
Ervan terkekeh. "Sesuka mu saja," ucap Ervan kembali fokus pada layar laptop.
"Sepertinya, kau orang yang sangat sibuk." Alea kembali memulai pembicaraan, tak peduli jika beberapa pengunjung menatapnya karena berani mendekati pria yang dikenal dengan sikap dinginnya kepada semua orang itu.
"Sedikit, menjadi pemimpin kampus bukan hal yang mudah." Jawab Ervan tanpa menatap Alea.
"Minta saja bantuan isteri mu, setidaknya pekerjaan mu sedikit mudah." Alea tersenyum. Namun Ervan malah menutup laptopnya.
"Dia sudah tiada, pergi bersama puteraku." Ervan berucap hingga membuat senyum Alea memudar. "Dan kau, apakah sudah menikah?" tanya Ervan balik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
AksiyonSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...