"Daddy..."
Fadil mengangkat tubuh Selena agar berada dipangkuannya, dipagi yang cerah seperti ini memang nyaman jika bersantai ditaman rumah sakit, rumput hijau dan kicauan burung semakin menambah kenyamanan bagi para penghuninya. Alevan yang duduk dirumput dengan kepala tersender pada bahu Fadil, Selena yang duduk dipangkuan Fadil dan Vika yang tengah berdiri memandang langit biru bersama Roman.
"Kapan semuanya berakhir?" tanya Alevan memecah keheningan.
"Aku ingin hidup normal kembali, bersekolah, bermain game, mengganggu Selena," tambahnya seraya mencubit pelan kaki Selena. Selena langsung menendang bahu Alevan cukup keras dengan wajah santai tanpa beban.
"Vika, elo kesini cuma sendiri? Suami lo nggak nyariin? Anak-anak lo?"
Vika beralih duduk disamping Fadil dengan wajah murungnya.
"Aku nggak mau mereka terlibat dalam hal ini kak, kita yang buat masalah ini, kita juga yang harus nyelesain. Bakal ada pelangi setelah hujan dan aku yakin itu," ucap Vika tersenyum singkat pada Fadil.
Roman duduk disamping Alevan sambil menulis sesuatu dirumput, tiba-tiba Alevan menepuk bahunya.
"Kau, sebenarnya siapa? Ck ck! Apa kau pacar Selena!? Hahaha!!! Selena punya pacar! Hahahaha!!!"
Alevan tertawa lepas sambil menjauh dari semuanya, Selena dengan wajah memerah langsung bangkit dari pangkuan Fadil kemudian melemparkan sepatu miliknya hingga tepat mengenai dada Alevan.
"Hahaha!" kini Roman dan Selena yang tertawa setelah mereka bertos ria.
"Dasar anak kecilll!!!" maki Alevan kesal kemudian kembali mendekati Roman dan Selena. Ditariknya tubuh Selena kemudian ia gelitiki hingga gadis manis itu tertawa lepas.
"Cukup kak! Hahaha!!!" elak Selena mencoba menghalau pergerakan tangan Alevan.
"Awww!" Desis Alevan saat Roman mencubit lengannya hingga memerah.
"Ayo Selena! Kita pergi saja dari kakakmu yang menyebalkan ini! Huhhh!" Roman membantu Selena bangkit lalu membawanya menjauh dari Alevan yang masih menganga.
"Hehhh!!!" Alevan mengejar dua anak kecil itu dengan wajah geramnya, Fadil dan Vika hanya geleng-geleng kepala.
"Lariii..." Selena dan Roman berlari karna Alevan mengejarnya sambil menenteng sepatu miliknya sendiri.
"Awas kau!!!" Alevan melempar sepatunya namun tak sesuai keinginannya, Roman dan Selena berbelok kearah koridor kanan dan...
"Aduh!"
Gadis yang mengusap kepalanya itu memungut sepatu yang baru saja mengenai kepalanya.
"Woi sialan! Sepatu siapa nih!? Lo kira ini taman sepatu!?" omel gadis itu.
"Oh my god!" batin sang gadis saat seorang pemuda tampan mendatanginya dengan wajah datar.
"Esos son mis zapatos! Devuelvelo!" ucap pemuda itu yang tiada lain adalah Alevan.
-Itu sepatu saya! Kembalikan!
"Hah? Sosis sama Indomie?" bingung gadis itu dengan kening berkerut.
"Devuelvelo!" bentak Alevan setelah merampas sepatunya dari tangan gadis itu kemudian memakainya kembali.
Alevan langsung melangkah gagah meninggalkan gadis itu guna kembali mencarii keberadaan Selena dan Roman.
"Misterrr!!!" panggil gadis itu kemudian menyusul Alevan dan mengulurkan tangannya.
"My name is Vanessa, i'am from Indonesia. Can you speak English?" tanya gadis cantik yang tiada lain adalah Vanessa, putri sulung Vika dan Rama.
Alevan menyerngit bingung.
"No," jawabnya acuh.
"Loh! Itu bisa!" heboh Vanessa.
"Gadis aneh," batin Alevan tersenyum sinis.
"Ehhh!" Vanessa menahan lengan Alevan yang bersiap melangkah meninggalkannya. Tangannya yang satunya sudah memegang ponsel dengan google terjemahan yang tertera dilayar.
Vanessa menarik napas dalam-dalam kemudian mengeja setiap kata yang ditunjukkan dilayar ponselnya.
"Mi nombre es Vanessa, yo soy de Indonesia!" ucap Vanessa cengengesan.
"Indonesia?" tanya Alevan balik.
"Tunggu! Sedang apa kau disini? Apa kau--"
"Suttt!!!" Vanessa menutup mulut Alevan dengan tangannya.
"No puedo hablar espanol!" ucap Vanessa cepat.
Alevan mengangguk-nganggukkan kepalanya mengerti. Diraihnya ponsel milik Fadil dari saku celana, dan ia melakukan hal yang sama dengan Vanessa.
"Ap-a. Tu ju an... An-da-da tang - kemari?" tanya Alevan dengan wajah lugunya. Vanessa terbahak tiba-tiba.
"Gue mau nyari--"
"Tau ah! Sono pergi! Bodo amattt!!!" Vanessa langsung menjauh meninggalkan Alevan yang masih dibuatnya bingung.
"Gadis aneh!" maki Alevan kesal.
"NESSA!!!"
Vanessa menoleh cepat begitupun Alevan.
"Huaaa!!! Mamiii... Nessa capek banget! Mami kenapa nggak ngasih kabar? Mami tau kan kalo Nessa gak bisa bahasa Spanyol? Untung ada Mba Google!" tutur Vanessa setelah memeluk erat sang ibunda. Fadil juga ikut menghampiri mereka dengan tatapan tak percaya.
"Anda mengenalnya?" tanya Alevan datar.
Vika tersenyum lalu mengangguk.
"Dia anakku, seumuran denganmu, apa dia merepotkanmu?" tanya Vika masih memeluk Vanessa.
"Tidak, hanya saja dia sedikit aneh. Apa gadis Indonesia selalu berbicara keras?" tanya Alevan bingung. Sontak saja Fadil dan Vika tertawa terbahak-bahak.
"Kenapa malah ketawa!?" tanya Vanessa sinis.
"Kamu kenapa kesini? Adek-adek kamu? Gimana?" tanya Vika setelah melepas pelukannya.
"Mending kita bicara dikamar Alea aja Vik," tawar Fadil lalu melangkah lebih dulu meninggalkan Vika dan Vanessa dengan merangkul bahu Alevan.
"Cowok tadi siapa sih mi? Ngeselin banget!" gerutu Vanessa selama diperjalanan.
"Alevan, anak Tante Alea. Gak lupa kan kamu?" tanya Vika balik.
"Astaga! Ganteng banget!!!" puji Vanessa jujur, Vika langsung memutar bola matanya malas.
Kini, kamar inap VIP milik Alea dipenuhi banyak orang.
"Vanessa, udah besar ya kamu. Cantik," puji Alea seraya mengusap pucuk kepala Vanessa.
"Hehehe iya tan, udah lama juga nggak ketemu tante," jawab Vanessa cengengesan.
"Jadi, dia Vanessa. Panggil saja Nessa, dia anakku. Dia tidak bisa berbicara bahasa Spanyol. Ya, begitulah!" ucap Vika kemudian duduk disofa bersebelahan dengan Selena yang tak pernah melepaskan pandangannya dari punggung Vanessa.
"Bibi, berapa umur Kak Nessa?" tanya Selena tiba-tiba.
"Dia masih SMA-"
"SMA?" bingung Selena.
"Sama seperti Alevan, aku suka saat kau memanggilnya kakak," ucap Vika lalu merangkul bahu Selena lembut.
"KAKAK VANESSA JELEKKK!!!" teriak Selena. Seisi ruangan menatapnya bingung.
"Heh! Tidak boleh berkata seperti itu!" tegur Paman Gino pada Selena.
"Mengapa? Dia kan tidak mengerti bahasa kita," jawab Selena polos.
Seisi ruangan langsung tertawa termasuk Alea dan juga Alevan, sementara Vanessa hanya menyerngit bingung. Mereka menertawakan apa? Pikirnya. Tanpa ia sadari, seorang pemuda tak pernah melepaskan pandangan pada dirinya.
Alevan.
TBC--->
KAMU SEDANG MEMBACA
Te Amo 2 ( Alevan Dykara )
ActionSebelum membaca, alangkah baiknya jika kalian membaca lebih dulu Te Amo (Revandy Qayro) agar alur dapat dipahami. Alevan Dykara, bagaimana kisah pemuda tampan 17 tahun itu untuk menemukan jati diri yang sebenarnya. Siapa Revan? Mengapa semua orang m...