Part 17

515 74 12
                                    

•Falling For You•

Happy Reading
📖

    Arthur berjalan dengan tatapan matanya yang tajam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

    Arthur berjalan dengan tatapan matanya yang tajam. Satu tangannya terkepal dan siap untuk memukul. Mengejar sosok yang sedang berjalan di depannya. Ia pun menarik pundaknya hingga berbalik menghadap kearahnya. Dan di detik kemudian ia menampar pipinya dengan begitu keras.

"Berapa kali aku katakan padamu! Harus berapa kali aku katakan jika aku mencintaimu Hanna!!!"

Wanita yang tak lain adalah Hanna itu memegang pipinya yang terasa panas. Air matanya menetes bersamaan dengan rasa sakit baru di hatinya. Ini bukan untuk yang pertama kali. Ia sudah pernah mendapatkannya, lebih dari sebuah tamparan. Menahan sakit Hanna tetap diam tak bersuara.

Arthur menarik nafas berat "Apa yang akan di katakan orang-orang jika sampai tahu apa yang kau lakukan hari ini. Kau akan merusak nama keluargaku dan juga dirimu!" bentaknya lagi.

"Tolong mengertilah... Kau hanya milikku, apa kau lupa dengan cincin yang ada di jari manismu itu..."

Hanna bisa merasakan darah keluar dari sudut bibir dan juga hidungnya. Ia pun perlahan melangkah mundur.

"Hanna..."

Arthur terkejut karena melihat darah keluar dari hidung tunangannya itu. Ia pun berjalan mendekat, namun Hanna melangkah mundur. Ia tahu jika dirinya sudah keterlaluan, namun ia juga tidak bisa menahan amarahnya karena Hanna pergi menemui Hans.

Tanpa berkata Hanna langsung pergi ke kamar dan menguncinya. Mengabaikan suara Arthur yang memanggilnya sambil mengetuk pintu. Hanna mengusap darahnya sambil berderai air mata. Ia bahkan merasakan pusing dan juga nyeri pada pipinya.

"Mama... I'm so tired..." keluhnya.

A few moments later...

   Hanna merasa tubuhnya begitu lemas, dan di tambah rasa pusing di kepalanya. Melihat wajahnya di cermin, air matanya kembali menetes. Terlihat sudut bibirnya yang terluka dan juga memar di pipinya. Dengan hati-hati ia mengobati luka di bibirnya dengan cream.

Waktu menunjukan pukul sepuluh malam. Sejak kejadian sore tadi ia enggan keluar dari dalam kamar. Ia benar-benar menghindari Arthur. Ia pun beranjak dan berjalan keluar kamar. Begitu gelap, tanpa satupun lampu yang menyala.

Arthur pria itu sudah pergi. Hanna sempat mendengar jika ibunya menelefon. Ia merasa bersyukur kalau akhirnya Arthur pergi. Setidaknya ia merasa sedikit lebih tenang. Ia pun berjalan keluar untuk mencari udara segar di taman.

Duduk diam seorang diri, tatapan matanya begitu kosong. Air mata terus saja keluar dengan perasaan Hancur. Sesak setiap mengambil satu tarikan nafas. Udara cukup segar, namun tidak dengan keadaannya saat ini. Pipinya yang memar masih terasa sakit, walau ia sudah mengkompresnya. Mengusap air mata, Hanna menatap awan.

Falling For HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang