33

60.5K 6.7K 156
                                    

"Dan inget satu hal, Razan milik gue, perempuan murahan kayak lo nggak cocok buat jadi tandingan gue,"

•••

Semenjak kejadian di rumah sakit tadi, Razan benar-benar gugup karena tidak mendengar satu kata pun yang keluar dari mulut Raina selama perjalanan pulang.

Sekali-kali Razan hanya melirik sebelum kembali menatap lurus untuk fokus ke arah jalan,

Istrinya itu tidak pernah mengeluarkan suara, hanya sesekali menghela nafas kasar dan tersenyum sinis.

"AKHHHHHH," teriak Raina yang membuat Razan dengan cepat menepikan mobilnya dan memutar tubuhnya ke arah Raina yang terus-terusan memukul dasbor mobilnya.

"Kenapa berhenti?!" bentak Raina yang membuat Razan terkejut tapi dengan cepat menjalankan mobilnya lagi.

Razan terus saja meringis saat Raina memukul dasbor atau jendela mobil, meskipun tidak keras tetap saja membuat Razan khawatir,

Saat sampai di parkiran rumah, Raina langsung melayangkan tangannya ke arah jendela tapi terhenti saat Razan menarik tangannya dengan pelan,

"Pukul aku aja, Na." ucap Razan saat mengecek tangan Raina yang sudah mulai memerah,

"Lepas!"

"Kalau nggak, aku bakal pukul kamu beneran." tekan Raina yang diangguki oleh Razan,

"Gak pa—"

Plak,

Buk,

Raina menampar kasar pipi Razan, dan memukul dada lelaki itu dengan keras, lalu tanpa menunggu Razan berbicara Raina lebih dulu keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah, menghiraukan Razan yang terus memanggil namanya,

Setelah sampai di dalam rumah, Raina terus saja menangis, ia tidak menangisi Razan yang memeluk Dini saat di rumah sakit tadi, ia hanya takut suatu hari nanti Razan benar-benar meninggalkannya karena orang lain.

Razan berdiri di depan pintu, ia benar-benar bingung harus melakukan apa, pipinya pun ikut tergores karena terkena cincin berlian milik sang istri,

Sakit di pipinya tidak seberapa bila dibandingkan dengan sakit hatinya karena mendengar Raina menangis, dan lagi-lagi karenanya. Meskipun hanya kesalahpahaman.

Setelah berlalu beberapa menit, Razan menghela nafasnya. Raina belum juga menghentikan acara sedihnya, membuar Razan dengan cepat mengetuk pintu dan masuk sebelum mendapat balasan.

Di sana, istrinya sedang duduk di atas ranjang dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

Dengan pelan Razan menghampiri Raina lalu menepuk selimut putih itu dengan pelan.

"Na? Udah yuk," bukannya berhenti, Raina kembali meraung samping menggoyangkan kakinya keras,

"Udah, Na. Tapi itu kamu cuman salah paham, tapi aku—" Raina membuka kasar selimutnya lalu merangkak dan duduk di pangkuan Razan,

Raina memeluk Razan dengan erat dan menenggelamkan wajahnya pada leher Razan,

Razan terus mengelus puncak kepala Raina, lalu menepuk pelan pundak istrinya itu.

Raina menegakkan kepalanya lalu menangkup kedua pipi Razan dengan kedua tangan mungilnya.

"Maaf, tadi aku tampar kamu," Razan menggeleng setelah merapikan rambut Raina.

"Kamu nggak salah, aku sebe—"

"Aku dengar semua yang kalian omongin, aku denger dan liat semuanya. SEMUANYA." Razan mengangguk mengerti ketika Raina menekan kata terakhir yang diucapkan gadis itu.

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang