40

75.9K 7.9K 512
                                    

"Sebelum pulang, Razan pengen bawa Umayma ke rumah sakit, boleh kan? Dia udah satu tahun hari ini. Udah saatnya dia liat Bundanya."

•••
Jangan lupa follow
Vote
Comment
Share

Razan berdiri depan rumah sakit yang selama ini menjadi tempat Raina beristirahat. Istirahat yang panjang,

Tidak pernah sehari pun ia absen untuk mengunjungi sang istri, meskipun hanya sebentar. Ketika sedang ada masalah, atau lelah dan ingin mengeluh, Razan akan menangis di samping Raina. Dan mengungkapkan keluh kesahnya,

Sudah setahun Razan membuat Raina bertahan hidup meskipun hanya dengan bantuan alat-alat medis, tapi tidak pernah sehari pun ia menyerah, ia sangat percaya pada Tuhan.

"Hari ini, Umayma bakal meet sama Bunda, seneng?" melihat sang Ayah tersenyum lebar membuat Umayma ikut tersenyum memperlihatkan gigi-gigi kecilnya dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.

"Uh, anak Ayah cantik banget,"

"Dah, yah?"

"Iya, bunda."

Umayma semakin mengeratkan pelukannya pada leher Razan ketika melewati beberapa orang dengan pakaian yang sama. Pakaian khas pasien rumah sakit.

Beberapa dokter dan juga perawat ikut menyapa Razan yang berjalan sambil mengelus punggung kecil putrinya.

Selain karena sering berkunjung, Razan juga dikenal sebagai pemilik rumah sakit ini. Hm, ia sudah membelinya beberapa bulan yang lalu, ia berfikir dengan membeli rumah sakit ini, mungkin para dokter semakin mengutamakan istrinya. Apa cinta Razan pada Raina masih bisa diragukan?

Razan membuka pintu ruangan VVIP milik Raina, dan tersenyum pahit karena lagi-lagi ia melihat tubuh Raina yang berbaring lemah tidak sadarkan diri di ranjang itu,

Berbicara tentang ranjang, ranjang Raina bukan lagi ranjang pasien seperti umumnya, Razan benar-benar mengubah ruangan itu agar ia bisa nyaman berada di sana. Karena jika sedang berbicara dengan Raina biasanya ia sambil berbaring dan mengelus puncak kepala istrinya itu.

"Raina? Sudah satu tahun," ucap Razan sambil membiarkan Umayma duduk di atas ranjang dan menepuk pelan lengan Raina,

"Nda?" Umayma melirik ke arah Razan seolah bertanya,

"Iya ini Bunda,"

"Bo?"

Razan kembali menangis dalam diam, saat Umayma menyentuh pipi Raina yang sudah tirus,

"Iya, bobo,"

Dengan ekspresi lucu khas balita pada umumnya, Umayma menekan mata Raina yang tertutup.

'Nda, un!" Razan kembali mengangkat Umayma yang tampak kesal dan siap menangis saat Raina belum juga membuka matanya.

"Un," pekik Umayma saat berada di dalam gendongan Razan. Umayma-nya kini sudah menangis karena merasa diabaikan oleh Raina,

"Bunda lagi kecapekan, jadi bobonya nyenyak. Umayma jangan ganggu bunda yah? Nanti bundanya sakit,"

Umayma semakin menangis seolah tak mau mengerti dengan apa yang diucapkan Razan tentang bundanya. Ia ingin bundanya bangun dan bermain saat ini juga dengannya.

Umayma terus menangis histeris yang membuat Razan ikut bingung harus melakukan apa, ia tidak menyangka Umayma akan bertingkah agresif seperti ini karena merasa diabaikan oleh Raina. Umayma tidak pernah seperti ini sebelumnya. Balita ini biasanya hanya akan menggerutu kesal, atau menangis tampak teriak keras. Namun hari ini Razan mengetahui, ikatan batin antara Raina dan Umayma masih terjalin meskipun sedari lahir Umayma belum pernah bertemu secara langsung dengan sang bunda.

Razan melangkah keluar untuk menenangkan Umayma. Razan dengan sengaja membawa balita itu ke taman bermain yang memang disediakan oleh rumah sakit, Umayma enggan turun dari gendongan Razan. Wajah balita itu sudah memerah dengan air mata yang terus membasahi pipi mulusnya,

"Yuk main," Umayma menggeleng dalam gendongan Razan yang sudah menghela nafasnya.

Beberapa perawat pun mencoba mendekati Umayma karena saat Razan ingin menurutkan Umayma pasti balita itu langsung kembali histeris dan mengangkat kakinya agar tidak menyentuh rumput hijau yang memenuhi taman.

"Cantik, yuk sama tante, main di sana," ucap salah satu perawat yang langsung dihadiahi tatapan kesal dari Umayma.

"Nda!" Umayma kembali memekik tepat ditelinga Razan yang membuat Razan langsung menjauhkan balita itu dari telinganya, ah, kenapa bocah ini jadi agresif seperti bundanya?!

Razan akan berfikir dua kali jika ingin membawa Umayma bertemu dengan Raina lagi. Tidak berbicara saja, Raina sudah membawa hal buruk pada anaknya yang selama ini tenang, dan sopan.

Maaf Raina, tapi kamu benar-benar membawa aura buruk untuk Umayma.

Tak kenal lelah, perawat itu memaksa untuk mengggendong Umayma yang langsung dihadiahi pukulan kecil dari Umayma,

Melihat kejadian itu membuat Razan dengan cepat menjauh dari perawat yang kini ikut menatap kesal pada Umayma.

"Maaf, sus. Anak saya lagi rewel, saya ke bundanya dulu," ucap Razan sambil menggendong Umayma yang kini kembali menenggelamkan wajahnya pada dada bidang sang Ayah.

Mungkin karena lelah menangis dan berteriak keras, mata Umayma sudah mulai tertutup dengan pelan,

Razan langsung membaringkan tubuh Umayma di sampai Raina.

Seolah mengetahui Raina berada di sampingnya, Umayma langsung memiringkan tubuhnya dan memeluk Raina dari samping, bahkan tangan mungil balita itu sudah berada di atas dada Raina.

Razan ikut membaringkan tubuhnya di samping tubuh mungil Umayma. Lelaki itu menepuk pelan bokong kecil milik Umayma, agar balita itu bisa tertidur pulas,

Razan tersenyum melihat Raina, ia mengambil tangan pucat milik Raina dan menggenggamnya,

"Nggak capek, Ra? Nggak kasian liat aku hidup tapi ngerasa mati? Nggak kasian liat Umayma, anak kita? Dia udah satu tahun hari ini. Dan sudah tahun juga kamu baring di sini. Kamu masih butuh waktu, yah?" gumam Razan yang dengan mata yang kembali memerah. Ia takut menangis dan itu akan mengganggu tidur nyenyak anaknya,

Razan terhenti saat merasakan getaran pada kantong celananya.

Razan mengambil benda pipih itu lalu berjalan menuju jendela kaca dan membelakangi Umayma dan Raina yang sedang tertidur.

Razan benar-benar sibuk dengan urusan kantor belakangan ini, apalagi dengan adanya Umayma yang setiap malam selalu tidur bersamanya.

Setelah mengakhiri teleponnya, Razan kembali mendapat telepon dari sang Mami yang menanyakan keadaan Umayma.

"Iya, Mih! Bentar dulu, Umayma nggak mau pisah sama Raina. Ini aja Umayma lagi tidur sambil meluk bundanya," kembali terdengar suara bergetar dari seberang telepon membuat Razan menghela nafasnya, beginilah jika Razan menyinggung tentang Raina, Tia maupun Dian akan langsung sedih dan bersiap untuk menangis, mereka sensitif jika menyinggung tentang Raina.

"Doain aja, Mih. Raina nggak butuh tangisan, Raina butuh doa biar sembuh dan bisa kumpul lagi bareng kita,"

"Kamu pikir Mami nggak pernah berdoa buat Riana, iya?!" Razan memilih diam, ia tidak bermaksud mengatakan itu. Tapi Tia, ah sudah lah.

Tia terus saja mengomel dan Razan setia mendengarkan omelan itu, sekali-kali Razan meringis saat Tia berteriak dengan keras dan memakinya. Meskipun terlihat kasar, tapi Razan malah senang, itu artinya Tia masih menyayangi Raina seperti anaknya sendiri. Meskipun sudah satu tahun tidak berkomunikasi seperti dulu,

"Yah!" suara rengekan Umayma diabaikan oleh Razan karena sibuk mendengar ocehan Tia. Jika dia mengatakan Umayma sudah bangun pasti Tia menganggapnya mengalihkan pembicaraan,

"A-ayah? Anaknya manggil,"

Deg,

Suara itu. Suara yang sangat ia rindukan.

Suara dari wanitanya.

•••

lanjoetttt??

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang