34

61.7K 6.8K 172
                                    

Dia yang memasak, Feroz yang dirindukan.

•••

Raina mengelus perut buncitnya saat Razan sedang sibuk memeriksa beberapa berkas yang ada di atas mejanya.

Jika dihitung-hitung sudah dua jam Raina hanya mengelilingi ruangan Razan, dan jika lelah ia akan kembali mendudukkan tubuhnya, seperti saat ini.

"Razan masih lama? Aku laper!" pekik Raina yang membuat Razan membuka kaca mata yang sedari tadi bertenteng manis di hidung mancung lelaki itu.

"Ayo makan!" Razan mengangguk dan melirik sebentar ke arah jam tangannya, belum jam dua belas. Biasanya jika Raina tidak ikut, Razan akan makan sesuai jadwal kantor, dan memilih makan di kantin kantor menyatu dengan para karyawannya. Yah! Meskipun ia memiliki tempat sendiri, setidaknya Razan bisa memantau kantor.

"Biasanya aku makan jam—"

"Itu kamu, bukan aku! Ayo cepetan!"Razan berjalan menghampiri Raina, sebelum menggandeng tangan Raina, Razan lebih dulu mengelus sayang perut buncit Raina. Ia tidak sabar menunggu kelahiran anak pertama mereka.

"Sabar dong, sayang." ucap Razan sebelum mengecup sayang puncak kepala Raina.

Mengabaikan Razan yang terus saja menatapnya, Raina lebih tertarik membalas sapaan para karyawan di kantor Razan. Tak lupa pula Raina tersenyum ramah dan menunduk sopan saat ada karyawan yang lebih tua sedang menyapanya.

"Sayang?" panggil Raina saat Razan tampak berbicara dengan seorang perempuan, mendengar Raina memanggilnya 'sayang' dengan nada rengekan, membuat Razan sekejap terdiam,

Ini pertama kali wanita itu memanggilnya 'sayang' biasanya wanita itu hanya memanggilnya dengan nama.

"Sayang, eh ini siapa, yah?" Raina mengalihkan pandangannya ke arah wanita cantik di depannya, tak lupa tersenyum manis dan mengelus dada bilang milik suaminya.

"Saya Aurel, kamu istrinya Pak Razan?" Raina terkekeh sebelum mengangguk dan membalas juluran tangan wanita itu.

"Raina Adiva Narendra, salam kenal,"

Wanita itu membalasnya dengan kekehan canggung.

"Kalau gitu saya mau membicarakan tentang vila yang ingin bapak beli di puncak,"

Razan mengangguk,

"Kita ketemu di puncak saja, besok pagi," wanita bernama Aurel itu tampak mengangguk, sebelum melangkah pergi.

Raina mengalihkan pandangannya dan menatap ke arah Razan.

"Siapa tadi?"

"Sekertaris pemilik vila yang pengen aku beli di puncak."

"Kenapa nggak ngomong sama aku?"

"Suprise, emang kalau aku mau kasi kejutan harus kamu tau?" Razan menjawab santai jawaban Raina, sebelum kembali menggandeng wanita itu menuju kantin.

Mereka sudah sepakat untuk makan di kantin, kecuali Raina sedang ngidam sesuatu barulah mereka keluar kantor atau hanya memesan saja.

Razan mengalihkan pandangannya ke arah Raina yang juga menatapnya dengan tatapan garang,

"Aku sama Aurel baru pertama kali ketemu secara langsung. Sekali ngobrol di telepon, itu pun cuman lima menitan, nggak lebih. Kita juga ngobrol sebatas pekerjaan juga. Nggak ada soal pribadi,"

"Nggak boleh cemburu, kan kamu tau, hati aku cuman buat kamu."

Raina memutar matanya sebelum melangkah memasuki kantin terlebih dahulu. Kantin di kantor Razan sudah terjamin kebersihan dan juga menu-menu makanannya yang berkualitas dan sehat untuk dikonsumsi.

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang