Extra Part IV

70.2K 6.2K 315
                                    

Pagi ini Raina disibukkan dengan rengekan Umayma yang sangat ingin ke taman bermain di salah satu mall yang ia lihat di televisi.

Raina sudah berapa kali membuat balita itu mengerti bahwa saat ini keadaannya sedang tidak baik, sehingga membuatnya harus beristirahat. Tapi, balita kecil itu tak ingin mengerti bahkan sampai menangis keras beberapa saat yang lalu, membuat Razan tak tega melihat sang putri kesayangan.

Razan menggendong balita itu sambil membisikkan kata-kata penenang, "cup-cup, anak Ayah, nangisnya kenceng banget yah, Umayma nggak boleh nangis nanti cantiknya ilang," bisik Razan sesekali mencium puncak kepala Umayma yang berbau vanila kesukaan balita itu.

Balita melirik ke arah sang bunda yang merentangkan tangan, Umayma masih kecewa karena permintaannya tak ditanggapi tapi masih ingin berdekatan dengan sang bunda.

Razan yang melihat Umayma ingin berpindah tempat pun hanya bisa terkekeh pelan, karena balita itu hanya melirik ke arah Raina yang merentangkan tangannya.

"Ah! Bahu Ayah pegel, Umayma sama Bunda dulu yah?" ucap Razan sambil mendudukkan putri kecilnya di samping Raina, yang langsung memberikan ciuman-ciuman kecil pada Umayma yang masih setia merajuk.

"Kesayangan Bunda, gini yah kalau lagi ngambek," Umayma memicingkan matanya sambil melipat tangannya di depan dada. Raina dan Razan yang melihat tingkah lucu balita itu hanya bisa tertawa geli.

"Nda? Yo?" Raina menggeleng dengan wajah sedihnya, sebelum mengangkat Umayma ke atas pangkuannya.

"Umayma denger bunda, kan?" tanya Raina yang membuat Umayma menggangguk seolah mengerti.

"Di sini," ucap Raina sambil mengelus perut buncitnya.

"Ada dede bayi. Adeknya Umayma," Umayma menatap perut sedikit buncit milik bundanya.

"Ni?" Raina mengangguk, saat Umayma menyentuh perutnya.

"Napa cini?"

"Karena adeknya belum waktunya keluar," Umayma melirik ke arah sang Ayah yang mengangguk membenarkan.

"Tapi adeknya lagi sakit, butuh istirahat. Makanya Bunda harus di rumah aja,"

"Impen aja ulu ama bibi," Raina dan Razan awalnya terkejut karena Umayma terasa semakin merespon ucapan mereka. Padahal sesuai yang dipelajari Raina, balita akan lancar berbicara saat usianya 25-36 bulan. Tapi Umayma bahkan belum sampai dua tahun. Meskipun tidak lama lagi.

"Nggak boleh dong, sayang. Pengen banget ke taman?" Umayma mengangguk lalu menggeleng.

"Nda no? Mayma no," Raina mengelus puncak kepala Umayma yang dikepang dua oleh sang suami.

"Hmm, gimana kalau kita minta Ayah untuk buatin taman bermain di belakang rumah?" ucap Raina yang membuat Umayma menatap ke arah sang Ayah yang kini pura-pura tidur sambil memeluk perut sang Bunda.

"Bangunin ayahnya." pinta Raina sambil mengelus puncak kepala Razan.

Tubuhnya benar-benar lemas saat ini. Makan pun ia harus memaksa dirinya, ia tak suka bau makanan di kehamilan keduanya ini.

Umayma menggigit rahang Razan setelah memukul pelan pipi sang Ayah yang masih setia pada aktingnya.

Ah

"Yah, man?" Razan menghela nafasnya lalu menciumi pipi tembem sang anak.

Umayma? Balita itu menangis keras karena risih dengan ciuman-ciuman kecil yang diberikan sang ayah.

"Ayah, stop," tegur Raina karena melihat kelakuan sang suami yang tidak henti-hentinya menciumi sang anak meskipun sang anak sudah menangis keras,

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang