Extra Part

80.7K 7.3K 367
                                    

Pagi ini Razan telah siap dengan setelan kantornya, hm, ngomong-ngomong ini sudah lima bulan berlalu setelah Raina dipersilahkan untuk pulang, dengan keadaan yang sudah dinyatakan sehat.

"Cup, cup, cup," Razan mengalihkan pandangannya ke arah pintu, dan langsung cemberut melihat pemandangan di depannya.

Di sana, Raina sedang membujuk Umayma yang menangis karena tadi pagi ditinggal oleh ibunya itu,

Bahkan satu bulan setelah kepulangan Raina, Razan benar-benar harus kembali bersabar karena Umayma tidak pernah ingin lepas dari genggaman Raina. Untung saja sekarang balita itu sudah ingin tidur di kamarnya sendiri, meskipun Raina harus bersamanya sampai balita itu tidur, dan datang sebelum balita itu bangun.

Umayma juga selalu memcap Raina sebagai miliknya, dengan menganggu Razan dan Raina jika sedang berduaan.

"Ayah? Udah siap?" tanya Raina sambil berjalan menghampiri Razan yang masih diam.

Umayma merentangkan tangannya seolah minta pindah gendongan. Razan sigap mengambil balita itu saat Raina terlihat kesusahan karena gerakan lincah dari Umayma.

"Yah!" teriak Umayma saat berada di gendongan sang Ayah, bahkan ia menggigit kecil rahang kokoh milik sang Ayah,

"Anak Ayah giginya udah mau tumbuh lagi, yah?"

"Apaan sih, Yah! Jelas-jelas gigi Umayma udah lengkap," bantah Raina sambil memeriksa perlengkapan sang suami,

"Coba Ayah liat, buka mulutnya," tanpa membantah, Umayma langsung membuka mulutnya memperlihatkan gigi-gigi kecilnya, yang dirawat dengan baik oleh sang Bunda. Bagaimana tidak, Raina benar-benar membatasi makanan manis untuk Umayma, maka dari itu selama dua bulan ini, Raina selalu berdoa agar Umayma tidak lagi terlalu suka mengkomsumsi makanan yang mengandung banyak gula.

"Umayma kok cepet banget besarnya?"

"Besarnya ngeselin lagi,"bisik Razan tanpa menyadari Raina sudah berdiri di belakangnya,

Plak

"Jangan aneh-aneh, Zan!"

"Apasih, kamu gitu ah! Kalau Umayma, sayang banget. Kalau aku nggak," Razan berjalan menuju ranjang dan meletakkan Umayma di sana,

Tanpa menoleh, Razan langsung mengambil jasnya dan berjalan keluar kamar,

"Razan!" Razan menghiraukan teriakan Raina, ia juga sudah kembali mendengar tangisan Umayma. Karena biasanya sebelum pergi kantor, ia akan mencium Umayma dan membisikkan kata-kata penenang agar balita itu tidak menangis jika ditinggal olehnya.

Dengan cepat Raina menyusul sang suami yang seperti sedang ngambek. Ah! Sudah dua minggu ini, Razan benar-benar sensitif, dan Raina kadang melupakan hal itu.

"Ayah?"ucap Raina sambil memeluk Razan yang sudah siap masuk ke dalam mobil.

Bahkan Umayma masih terisak dengan tangan yang ia julurkan kepada Razan.

Karena tak tega melihat wajah merah dan air maya yang berjatuhan di pipi tembem milik Umayma,

Razan mengambil alih balita itu, dan tersenyum dan membisikkan kata-kata maaf. Ia juga tak mengerti kenapa dirinya bisa sesensitif ini,

Ia pusing dengan dirinya sendiri, tak ayal dia juga menginginkan sesuatu, dan harus ada saat itu juga.

"Maafin aku yah, aku nggak tau kenapa bisa se sensitif ini," ucap Razan saat melihat istrinya juga ikut menangis.

"Jangan kayak gitu lagi! Aku takut," gumam Raina sambil memeluk tubuh Razan.

Umayma sudah tenang, sekarang Raina yang menangis.

"Yah? Nda, ngis?"

"Ndah? jan ngis, Mayma kut ngis uga," ucap Umayma sambil menepuk puncak kepala Raina yang berada di bawah bokongnya.

Razan sengaja menumpukkan bokong Umayma pada puncak kepala Raina, saat lelaki itu menghapus air mata Umayma.

"Udah, Maafin Ayah, yah? Sekarang ayo masuk lagi, Ayah laper," Raina dengan sigap menghapus air matanya lalu menggandeng Razan menuju ruang makan.

"Aku pengen roti bakar selai kacang," ucap Razan setelah meletakkan Umayma di atas kursi khusus untuk balita.

Raina dengan sigap membuatkan pesanan Razan, hal seperti ini sudah tidak mengejutkan lagi. Setelah pulang dari rumah sakit, Raina benar-benar belajar mengenai apa saja yang bisa ia lakukan untuk menyeimbangi sang suami yang sibuk di kantor.

"Nggak terasa Umayma udah besar lagi yah, Yah." Razan mengangguk dan menyetujui pernyataan sang istri.

"Ayah, udah bahagia sama kelurga kecil kita? Cuman bertiga?"Razan kembali mengangguk, membuat Raina menghela nafasnya.

"Umayma udah cukup buat kita. Kita harus fokus sama masa depan dia,"

"Tapi—"

"Kalau kamu mau bahas mengenai pertanyaan kamu minggu lalu, jawaban aku tetep nggak! Cukup Umayma, kita nggak perlu anak lagi. Aku harap perbincangan ini sudah cukup sampai di sini," ucap Razan sambil berdiri dan mengecup puncak kepala kedua manusi yang selalu mengisi hatinya itu.

Raina berusaha tersenyum dan mengantar sang suami menuju teras rumah, Razan melambai, begitupun Umayma yang membalas lambaian tangan Razan dengan melakukan hal yang sama.

Sedangkan Raina menggunakan satu tangannya untuk mengelus perut ratanya.

'Gimana kalau udah ada, Zan? Apa kamu harus nolak juga?' Batin Raina sebelu menurunkan Umayma dan menggandeng balita itu untuk masuk ke dalam rumah.

Followwwww jangan lupa yah bund, bakal ada extra part lagi kok tenang aja🥰

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang