36

65.5K 6.5K 276
                                    

"Cuih! Anj! Rasanya! Tante Tia, udah nggak ada manusia waras di rumah ini?!" teriak Razan yang terdengar sampai kamar Razan dan Raina.

•••
Kalau sampai 100 Vote dan Followers 1,65 k, bakal double up yah
(Udah menuju end nih)🥰

•••

Razan mengamati wajah cantik Raina yang tertidur dengan pulas di sampingnya.

Kandungan gadis itu sudah memasuki bulan terakhir, yang menandakan Raina akan melahirkan beberapa minggu lagi. Namun akhir-akhir ini, Razan terus dihantui dengan kalimat yang keluar dari mulut dokter yang menjadi dokter kandungan Raina.

Flashback on

Setelah mengecek kandungannya, Raina tampak sumbringan duduk di samping Razan yang terus saja tersenyum dan menggenggam erat tangannya sedari tadi,

"Baik, bayi ibu, dan bapak. Alhamdulillah sehat,"

Mendengar calon bayi mereka sehat, membuat Razan mengecup pipi mulus milik Raina, dokter pun ikut tersenyum manis melihat keharmonisan pernikahan kedua manusia di depannya itu.

"Hm, untuk persalinannya Ibu Raina pengen normal atau operasi caesar saja?"

Raina dan Razan tampak bingung dengan pertanyaan sang dokter.

"Persalinan normal resiko pendarahannya lebih tinggi, dan tentunya rasa sakitnya sangat terasa, apalagi usia ibu Raina yang terbilang cukup muda menbuat resikonya lebih tinggi."

Razan terdiam tangannya semakin mengendur, dengan tatapan kosong ke arah sang dokter?

"Resiko paling fatal?"

"Kematian."

Raina melirik ke arah Razan,

"Sedangkan persalinan Caesar, gimana dok?"

"Hm, proses pemulihannya lebih lama, meninggalkan bekas luka, dan resikonya yakni terjadi komplikasi seperti penyumbatan pembuluh darah, infeksi, pendarahan,"

"Saya mau normal aja dok," ucapan Raina mampu membuat Razan dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah sang istri,

Razan tersenyum ragu, saat melihat wajah cantik Raina mengangguk pelan seolah meyakinkan Razan dengan keputusannya.

"Baik,"

Flashback off

Tak lama kemudian, setetes air jatuh ke pipi mulus milik Raina, Razan dengan cepat menglap air itu. Lalu mengusap pipinya sendiri. Ia kembali menangis.

Seandainya ia dulu memikirkan usia Raina yang masih 19 tahun. Usia yang masih tergolong muda untuk melahirkan. Ia tidak akan merasa bersalah seperti ini.

"Razan, gak tidur," Raina mengucek pelan matanya sebelum mendonggak menatap ke arah Razan,

"Kepikiran lagi?"

Razan menggeleng sebelum membaringkan tubuhnya di samping Raina, Raina kembali memejamkan matanya lalu memeluk tubuh kokoh sang suami.

"Aku tau kamu khawatir, tapi jangan sampai kamu sakit cuman karena omongan dokter,"

"Aku bakal terus sama kamu kok." ucapan Raina tidak berhasil menenangkan Razan yang sudah terlanjur termakan dengan pikiran-pikiran negatif yang terus menghantui dirinya.

"Iya-iya, sekarang kamu tidur." Raina mengangguk setelah mengelus pipi sang suami yang lebih dulu memejamkan matanya.

•••

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang