21

84.9K 8.3K 116
                                    

"Suap yah?" pinta Raina yang diangguki Razan,

•••

Seperti biasa, saat pagi hari Razan dan Raina sibuk dengan urusannya masing-masing, Razan yang sibuk dengan buku-buku untuk mereka bawa ke tempat menuntun ilmu, dan Raina yang sibuk dengan aktivitasnya bermain game di smartphonenya, sangat berbeda, bukan?

"Udah, ayo!" ajak Razan yang diangguki Raina, Razan berjalan menghampiri Raina dan mengelus puncak kepala istrinya,

"Nanti lagi yuk main gamenya? Nanti terlambat,"

Raina memasukkan smartphonenya lalu menggandeng lengan kokoh milik sang suami menuju ruang makan untuk menikmati sarapan mereka,

Razan mengambilkan dua lembar roti dan ia oles dengan selai coklat lalu memberikannya pada Raina yang menunggunya dengan tangan wanita itu lipat di depan dada,

"Makasih Razan," ucap Raina setelah menerima sepiring roti yg diberikan Razan,

Raina tidak langsung memakan roti itu, ia memilih untuk menunggu Razan yang rotinya belum siap,

Raina terus menatap ke arah Razan yang tampak serius memakan rotinya, Razan benar-benar tampan dengan kulit putih bersih, hidung mancung, mata tajam, alis yang tebal dan rapi, jangan lupakan rambut hitam legam yang cukup panjang yang menambah nilai plus untuk lelaki itu,

Wah! Dunia memang tidak adil, kenapa ia menciptakan lelaki nyaris sempurna seperti Razan, dan kenapa Tuhan sangat baik dengan memberikan Razan untuk perempuan manis dan tidak sombong sepertinya, hahaha.

"Kenapa?" tanya Razan setelah menyadari mata Raina yang sedari tadi menatapnya dengan tatapan diam.

Raina menggeleng lalu kembali menyantap sarapannya dalam diam, Razan hanya terkekeh pelan menyadari sang istri menatapnya dengan tatapan memuja?Entahlah.

"Razan? Lo jangan capek-capek kerjanya, nanti lo sakit," ucap Raina pelan. Yah! Memang, meskipun ia cuek dengan keadaan sekitar, ia tentu tetap mengamati seluruh perubahan Razan yang cukup drastis dalam beberapa minggu ini,

Wajah yang tampak lebih tirus, kantong mata yang mulai terlihat, dan juga rambutnya yang dibiarkan lebih panjang dari biasanya.

Razan mengangguk "Tapi gue kerja buat kita juga,"

"Tapi nggak perlu sampai lo nyakitin diri sendiri, gaji yang dikasi papa untuk satu cabang perusahaan udah lebih dari cukup, lo nggak usah ambil tiga sekaligus,"

Yah! Razan dengan tegas meminta sang papa untuk memindahkan kekuasaan tiga perusahaan menjadi miliknya, sedangkan gaji satu perusahaan yang ia pegang sudah lebih dari 150 juta, perbulan. Ingat! Itu adalah gaji pokok, dan belum termasuk gaji tambahan yang lainnya.

150 juta untuk mereka sudah lebih dari cukup apalagi mereka hanya hidup berdua, tapi Razan terus saja berfikir bahwa uang sebanyak itu belum cukup untuk menyenangkan sang istri. Dan itulah yang membuat Raina merasa bersalah, dulu memang ia pernah mengatakan bahwa ia ingin memiliki suami yang..

Flashback on

"Mau cerita, Zan! Gini, kan suatu hari nanti gue bakal nikah tuh, nah gue mau nikah sama cowo yang punya gaji setidaknya 1m perbulan. Bisa kaya gue, lo gimana?"

Razan terdiam mencerna ucapan Raina, 1m? Cukup besar, "yang nerima gue apa adanya,"

"Yah lo mah nggak asik. Intinya lo kan anak konglomerat, bantuin gue dong biar dapet cowo yang penghasilannya segitu yah? Yah?"

Razan memilih diam dengan pikiran yang memikirkan permintaan Raina, dan menghiraukan cerita Raina yang lainnya,

Flashback off

"Gue tau, lo tertekan sama ucapan gue dulu, tapi lo harus ngerti Zan, dulu gue masih nggak ngerti tentang uang. Dulu kita masih smp kelas 1, gue sama lo belum ngerti apa-apa tentang uang,"

"Gue ngerti, lo doang yang nggak," potong Razan sebelum Raina melanjutkan ceramahnya.

"Iya!? Gue bego! Intinya 150 juta cuman untuk kita berdua itu udah banyak banget Razan! Jadi stop nyiksa diri lo sendiri,"

"Lo bangun pagi, terus kuliah, pulang kuliah lo langsung ke kantor, pulang malem, lo nggak ada waktu buat gue, ngidam pun cuman tukang ojol yang cariin,"

Razan terdiam mendengar keluh kesah yang diutarakan sang istri, memang benar, sudah satu bulan mereka menikah, Razan benar-benar memfokuskan dirinya pada kuliah dan juga pekerjaannya, meskipun ia tetap memperhatikan segala keperluan sang istri tapi tentu saja ada banyak yang ia lewatkan,

Ia akui akhir-akhir ini, ia jarang pulang sore, karena setelah pulang kampus ia hanya mengantar Raina sampai rumah, lalu ia
ke kantor dan kembali saat langit sudah gelap,

Menghela nafasnya Razan berjalan menghampiri Raina yang kini menundukkan kepalanya,

"Maaf yah? Gue lupa kalau di masa awal kehamilan pasti ibu-ibu ada rasa ngidam. Gue usahain mulai sekarang gue yang bakal ada buat lo,"

Raina mengangkat kepalanya dan tersenyum sebelum menarik tubuh tegap itu lalu memeluknya dengan erat,

"Gue cuman pengen lo ada di samping gue Razan,"

Razan mengangguk sambil mengelus puncak kepala Raina yang kini menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Razan.

"Ya udah yuk, ke sekolah," ucap Razan sambil menjepit pipi tembem milik Raina dengan kedua tangan besarnya,

Raina cemberut sebelum melepas paksa tangan Razan, Raina menatap kesal ke arah Razan yang mengejeknya dengan bibir yang sengaja pria itu monyongkan,

"Razan!" teriak Raina sebelum mengejar Razan yang kini berlari menjauhinya,

"Udah-udah! Inget! Lo lagi hamil, nggak boleh lari-larian," tegur Razan.

"Tapi lo yang buat gue lari,"

"Makanya udah! Nggak boleh lagi,"ucap Razan sebelum merangkul pundak mungil sang istri, lalu berjalan menuju parkiran mobilnya.

"Razan, gendong," pinta Raina sambil merentangkan tangannya ke arah Razan,

"Mau digendong di mana? Ini udah sampai loh,"

"Pokoknya gendong!"

"Keliling aja yah?" Raina mengangguk tanda setuju, ingat! Ini bukan keinginannya, ini keinginan bayi mereka, jadi untuk apa merasa bersalah,

Razan dengan pelan mengangkat tubuh mungil itu, dan menyesuaikan posisi yang tepat dan ternyaman untuk sang janin,

Razan mengelilingi taman di depan rumah dengan Raina yang berada di dalam gendongannya, Raina sengaja menyembunyikan wajahnya di leher jenjang milik Razan, karena berhubung ini pagi hari sehingga banyak orang tua yang berolahraga mengelilingi kompleks,

"Udah?" Raina kembali mengangguk sebelum mengangkat wajahnya dan menatap tepat pada manik hitam milik sang suami, Razan ikut mengamati wajah cantik sang istri,

Lagi-lagi ia dibuat kagum dengan wajah khas Asia yang dimiliki Raina, ditambah lagi pipi gadis itu yang mulai membulat karena berat badannya yang sudah pasti bertambah, karena kehamilannya yang sudah memasuki minggu ke tujuh.

Tidak terasa, sebentar lagi ia akan memiliki baby kecil sebagai pelengkap keluarga kecil mereka. Baby yang akan menjadi alasan mereka untuk terus bersama,

"Gue udah pernah bilang kalau lo cantik?" Raina bertingkah seolah berfikir setelah mendengar pertanyaan Razan dengan tatapan yang masih terus tertuju padanya.

"Nggak usah dipikir, tapi inget! Bagi gue, lo adalah perempuan tercantik yang selalu ada di dalam pikiran gue,"

Mendengar pujian Razan membuat Raina malu dan kembali menyembunyikan wajahnya.

•••
jangan lupa follow
Vote
Comment
Share

Ig:@andivariraa
@navariraa

Kok Kita Nikah?[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang