BAB 5

11.1K 812 515
                                    

Pagi telah menyambut, Thania bangun dari tidurnya, dia berjalan keluar kamar dan pergi menuju dapur karena merasa lapar. Thania tersenyum tipis melihat anak kecil yang sedang duduk lesehan di lantai dan bi Sri yang sedang memasak.

Ya, setelah bi Sri kembali, dia membawa anaknya untuk tinggal di rumah besar ini dan Thania maupun Satria tentu mengizinkan.

Thania mengacak-acak rambut anak kecil itu yang bernama Fadel. Setelah itu, Thania menghampiri Bi Sri. "Bi, udah matang?"

"Udah, Non."

Thania mengangguk dan membawa makanannya ke meja makan bersama Bi Sri. "Ayo Bi, makan bareng. Fadel, ayo sini," ajak Thania sambil melambai-lambaikan tangan.

Bi Sri tersenyum. "Non, duluan aja."

Thania hanya mengangguk, kemudian tanpa sengaja matanya bertemu dengan sang kakak yang baru datang. Pria itu tersenyum sebagai sapaan, dan dibalas dengan senyum manis serta kedipan genit oleh Thania.

"Najis!"

Thania terkekeh geli saat mendengar pekikan Satria dan berlagak muntah. "Kenapa Bang? Hamil ya?" Thania bertanya dengan nada mengejek.

"Mulutnya pengin Abang jahit," balas Satria sambil berjalan menghampiri Thania dan duduk berhadapan dengan meja sebagai penghalang. Tangannya terulur meraih piring dan nasi serta lauk-pauk ke piringnya. Setelah baca doa, Satria langsung makan dengan nikmat tanpa memedulikan Thania yang menganga dan Bi Sri yang menggeleng-geleng atas kelakuan majikannya.

"Bibi ke Fadel dulu, ya," kata Bi Sri dan melenggang pergi, setelah mendapat anggukkan sebagai jawaban.

"Bang, anterin Thania, ya," ucap Thania di sela-sela makannya.

Satria menyudahi makannya dan menatap adiknya. "Motor kamu ke mana?" tanya Satria menyelidik. Tumben Thania ingin berangkat bersama, karena selama ini, setiap Satria mengajaknya, adiknya selalu menolak.

Thania menghela napas panjang, menatap Satria dengan mata memelas. "Ada kok, Bang,” balas Thania sambil menyengir. 

Satria mengangguk. "Yaudah, cepetan makannya,  udah jam setengah tujuh nih, keburu telat nanti."

Thania membalas, "Santai aja, Bang. Udah biasa telat Thania mah."

Satria menghela napas, lalu berucap, "Thania, jangan sampai telat! Kamu baru aja masuk, jangan dulu bikin masalah!"

"Berarti kalau nanti boleh dong?" Thania menyahut seraya terkekeh geli melihat kakaknya yang mendelik.

"Abang capek, jangan sampai kamu di keluarin lagi di sekolah." Satria berharap adiknya dapat berubah menjadi lebih baik. "Apa Abang sekolah lagi aja ya? Supaya bisa mantau kamu." Perkataan Satria selajutnya membuat Thania terperangah.

"Apaan sih, Bang. Nggak boleh-nggak boleh, Abang fokus aja kerja." Thania melarang. Enak saja, jika kakaknya kembali sekolah dan memantau dirinya, Thania tidak bebas dan itu pasti membuatnya frustrasi.

"Tenang aja, kamu bebas kok, jangan merasa terbebani sama Abang."

Mana mungkin Thania percaya dengan ucapan kakaknya. "Alah, pret!"

My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang