BAB 40

2.9K 216 127
                                    

"Aksa!"

"Sa! Ayok balik! Gue laper nih!" Angga terus memaksa Aksa untuk pulang. Sudah dua jam lamanya dia berada di tempat tato milik Aksa. Tempat di mana Thania memasang tato kala itu.

Aksa melirik sebentar ke arah Angga. "Bentar!" Aksa kembali memeriksa alat-alat yang digunakan untuk tato.

"Lo belum balik juga, Sa?" tanya salah satu pegawai yang ada di sana. Dia Naura. Perempuan waktu itu mentato Thania, Naura mahasiswi disalah satu universitas di Jakarta. Dia kerja part time di tempat tato milik Aksa, Naura tugasnya hanya mengukir tato untuk kaum wanita saja. Jadi, dia jarang ada di tempat kerja. Jika ada pelanggan perempuan baru dia akan datang, itupun kalau ada yang menghubunginya.

Aksa tidak menjawab dan Naura sudah terbiasa akal hal itu.

Angga mendengkus kesal, sudah dua hari ini Angga selalu menemani Aksa ke tempat per tatoan sampai dia harus menunda untuk berkumpul bersama teman-temannya.

Setiap kali dihubungi, Angga selalu beralasan ada urusan. Padahal urusannya tidak terlalu penting. Tugas Angga hanya mengantar Aksa, setiap pemuda itu akan pergi untuk membeli barang baru dan  membantu membereskan barang-barang tersebut. Entahlah, dua hari ini Aksa sering kali menyuruhnya untuk menyetir. Menyebalkan!

"Sa, lo nggak ada niatan jenguk Thania? Udah dua hari lo nggak datang ke sana. " tanya Angga.

"Lo tahu dua hari ini gue sibuk, " balas Aksa.

Semenjak insiden itu, Aksa hanya mengantar Thania ke rumah sakit. Kemudian pulang dan mengajak Angga.

"Makanya gue ngajak lo, supaya cepat beres ngurusin barang-barang yang udah nggak dipake," kata Aksa. "Hari ini gue mau ngejenguk Thania bareng Kenzo, Dellon. Lo mau ikut? "

Dering ponsel mengalihkan perhatian Aksa. Cowok itu segera mengangkat tanpa melihat siapa yang meneleponnya. "Ya?"

"Gue Kenzo."

Aksa mengangguk. Di sekolah tadi, dia tidak sengaja bertemu dengan Luna, Kenzo dan Dellon. Aksa juga mendengar perkataan Luna yang mengatakan jika dia ingin menjenguk Thania, dan pada akhirnya Aksa menguping pembicaraan ketiganya secara diam-diam.

"Emang Thania kenapa?" tanya Kenzo. Pemuda bertindik satu itu berhenti dari jalannya. Otomatis Luna dan Dellon juga berhenti. Dan Aksa yang di belakang juga berhenti.

Luna menghela napas panjang. Dia menatap Kenzo. "Salah gue, Bang." Luna menunduk dan air mata gadis itu  tiba-tiba mengalir.

"Maksud lo?" Dellon tidak mengerti apa yang dikatakan Luna. Dia menatap Luna meminta penjelasan begitu pula dengan Kenzo.

Kenzo Adiyaksa, sepupu Luna. "Lun? Lo kok nangis sih?" Kenzo memegang pundak Luna. Dia menatap sepupunya itu. "Thania kenapa?" Tangan Kenzo beralih memegang dagu Luna dan mengangkatnya. Kenzo tertegun.

Dellon sampai terbengong melihat air mata Luna terus mengalir dilengkapi dengan umel yang meler ke mana-mana. Dellon menutup mulutnya dengan kedua tangan agar suara tawanya tidak terdengar.

Dellon berdeham. "Ingus lo bisa hapus dulu, nggak?"

Luna kembali menunduk, dia menghapus ingusnya dengan tisu. "Buset! Ingus gue kok hijau banget ya?" gumamnya tanpa rasa malu.

"Jorok banget sih lo!" Kenzo menjauh sedikit. "Untung tangan gue nggak kena ingus lo!"

Aksa yang sedari tadi di belakang menatap mereka malas. "Jadi nggak jenguk Thania nya?" tanya Aksa. Dia malas menunggu mereka yang terlalu banyak basa-basi. 

Uhuk uhuk

Luna terbatuk kecil. Dia membalikkan tubuhnya menghadap Aksa, begitu pula dengan Kenzo dan Dellon. Merasa terkejut dengan Aksa yang tiba-tiba ada di belakang.

Kenzo dan Dellon bersitatap.

"Gue nggak ada salah kan Sa?" tanya Dellon.

Aksa mendengkus. Mereka sering sekali menanyakan seperti itu ketika bertemu dengannya. Padahal Aksa sudah tidak menjabat lagi. "Gue nggak peduli."  Maksud dari ucapan Aksa, dia tidak peduli lagi dengan mereka yang sering membuat onar. "Bukan urusan gue lagi."

Kenzo menyenggol Luna. Meminta gadis itu untuk segera menjelaskan kejadian yang menimpa Thania. Luna berdeham, dia menatap ketiga pemuda itu bergantian. "Thania dirawat di rumah sakit udah dua hari, dan selama dua hari ini Thania belum sadar."

Jelas Thania belum sadar, karena luka yang didapatkan begitu banyak di sekujur tubuhnya. Banyak sekali memar di mana-mana, apalagi di area wajahnya.

Rama dan antek-anteknya memang sinting. Bisa-bisanya mengeroyok Thania. Untungnya Satria, Aksa, Angga dan terakhir Galang dan teman-temannya datang meskipun terlambat.

Awalnya, Luna tidak tahu siapa mereka, kecuali Satria dan Aksa. Tetapi Luna tidak peduli siapa mereka, yang jelas Luna sangat berterima kasih. Terutama untuk Thania tercinta yang sudah mengorbankan jiwa dan raga untuk menolongnya. Luna semakin nge—fans dengan Thania.

"Gue ikut!"

"Ya?" Luna menatap Kenzo dan Dellon meminta penjelasan. Maklum Luna lemot.

Aksa yang melihat itu mendengkus, "Jenguk."

"Ohhhh ...."

"Tapi, gue nggak bareng sama kalian. Gue mau bareng sama teman-teman gue yang di SMA Tunas Bangsa," ucap Luna. "Kalau mau jenguk Thania, kalian bertiga aja. Nanti alamatnya gue kirim ke WA Bang Kenzo," lanjutnya.

"Nggak usah dikirim, gue tahu,” Aksa menyahut.

Luna mengangguk. "Oh iya ya, yang bawa Thania ke Rumah Sakit ‘kan elo .... "

Aksa berdeham, kemudian dia menatap Kenzo dan Dellon. "Tulis nomor gue."

Dellon menepuk bahu Kenzo. "Lo yang tulis."

Kenzo mengangguk. Pemuda itu menulis beberapa nomor yang disebutkan Aksa.

"Nanti lo telepon gue." Setelah mengucapkan itu Aksa melenggang pergi.

Luna menepuk bahu Kenzo dan Dellon. "Gue pergi duluan ya ... temen-temen gue dah pada nunggu di depan, bye!"  

"Sa, ayo!"

Aksa tersadar, dia menatap Angga dengan jengkel. "Berisik!"

"Gimana mau nggak?" Suara Kenzo kembali terdengar. Bisa Aksa dengar di seberang sana Kenzo tengah menggerutu. Mungkin karena kesal menunggu.

"Iya."

"Ck, gue jemput lo di mana?!"

Aksa mengangkat alisnya sebelah mendengar suara ketus Kenzo, tapi sekali lagi Aksa tidak peduli. "Nanti dikirim." Setelah mengucapkan itu, Aksa mematikan sambungannya secara sepihak membuat Kenzo yang di seberang sana mengumpat.

"Anjing lo Aksa! Mony—"

"Kenapa sih?" tanya Dellon.

Kenzo menetralkan deru napasnya. "Biasa si mony—"

Ting!

Suara notif WhatsApp memotong ucapan Kenzo. Terlihat di sana pesan yang di kirim oleh Aksa ke ponsel milik Kenzo. Pemuda itu segera membukanya dan menganggukkan kepala setelah melihat lokasi yang dikirim Aksa.

"Ayo Lon!"

****

My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang