"Lo pada ngapain sih ke sini?"
Thania menatap satu persatu orang yang kini tengah duduk di ranjang besarnya. "Gue lagi belajar. Jangan ganggu lo pada!" Setelah pulang sekolah, Thania segera mengerjakan PR supaya nanti bisa santai.
"Iya-iya nona ambis." Luna berbaring dengan terlentang, dia menatap Thania sekilas. "Lagian lo kenapa sih jadi rajin begini?"
Faura ikut berbaring di sebelah Luna, diikuti oleh Ghea dan Acha. Jadilah keempat gadis itu berbaring dengan berjejer. Sedangkan Thania? Dia duduk di kursi belajarnya sambil mencatat materi, tidak memedulikan keempat temannya itu.
"Ambis karena terpaksa dia." Faura menjawab pertanyaan Luna sembari terkekeh. Faura sudah berteman dengan Luna beberapa minggu, begitupun dengan Acha dan Ghea. Keempat gadis itu sudah sangat Akrab seperti sudah berteman sejak lama. Oh jangan lupakan juga Thania.
Thania memutar bola mata malas. "Serah."
"Btw, Tha. Shaka sama teman-temannya tadi pada kenapa sih?" Faura bertanya dan pertanyaan Faura hanya di jawab dengan gelengan kepala oleh Thania.
Bukan tidak tahu, Thania malas menceritakan.
"Haha! Njing ngakak banget!"
Ghea membalikkan tubuhnya yang tadi terlentang kini menjadi tengkurap. Gadis itu masih tertawa dengan apa yang dia lihat di ponselnya.
Thania berdecak, dia menutup buku catatannya dengan keras. "Apa sih Ghe? Tiba-tiba ketawa. Waras lo!"
Ghea cengengesan. Dia kembali berguling, membuat posisinya kembali terlentang. "Lo pada cek deh Instagram lambe turah sekolah kita."
Faura tingkat penasarannya tinggi, segera membuka Instagram lambe turah. "Pfff ..., siapa yang posting ini coy? Berani banget!"
Di postingan tersebut, terdapat foto para murid, bahkan para guru dengan editan lucu serta kata-kata yang menghibur.
Gambar serta kata-kata lucu menjadi alat untuk menghibur diri kita sendiri, kita bisa melupakan sejenak masalah yang sedang kita alami.
Luna merapatkan tubuhnya ke arah Faura. "Ada apa sih?"
"Noh lihat!"
Luna menukik alisnya tajam. "Hapenya mati."
Faura menarik kembali ponselnya. "Lah, lah hape gue kok ngelag." Faura menepuk-nepuk ponselnya yang tiba-tiba menampilkan layar hitam.
"Hape kentang," celetuk Thania.
Faura mendelik sinis. "Hape kentang mah cinitnit."
"~Aiyaiya bang Joni suka jablay~"
"~Aiyaiya bang Joni suka jablay~"
"~Tret tret bawa duit, tret~ tret~ dod dod~ Aiyaiya bang Joni suka jablay~"
"Acha lo apaan sih?" Ghea terbahak. Dia menabok paha Luna beberapa kali membuat sang empu meringis kecil.
Ghea meredakan tawanya. "Bener-bener ya lo, Cha. Ya Allah gini amat punya temen."
"Perasaan nggak ada yang lucu deh ...," Faura berujar, mimik wajahnya terlihat datar. "Gitu aja ketawa."
Ghea memutar bola matanya malas. "Serah gue lah!"
Luna bangun dari tidurannya, dia menatap jengkel ke arah Ghea. "Kalau ketawa ya ketawa aja, nggak usah main fisik!"
Ghea mempautkan bibir serta menyatukan kedua tangannya, kemudian gadis itu berucap, "Maaf, hehe ...."
Thania menggeleng-geleng, kemudian terkekeh kecil saat menatap Acha yang kini tertidur dengan mengemut ibu jarinya. "Udah-udah berisik, si Acha lagi tidur tuh." Thania menunjuk Acha dengan dagunya.
"Lah?"
****
Mata tajam itu fokus ke depan. Laki-laki tinggi nan tampan bernomor punggung sembilan itu terus menendang dan mengontrol benda bulat itu agar tidak di ambil alih oleh lawan.
Di bawah langit senja sore, semakin membuat permainan yang dilakukan para pemuda tampan dari berbagai sekolah ini semakin tak terbendung lagi keseruannya.
"Gol!"
"Good job! Aksa!"
Suara peluit panjang terdengar sangat keras membuat para pemain di tengah lapangan langsung membubarkan diri dan mengakhiri latihan mereka hari ini.
Satria sebagai kapten ber tos ria ala ala cowok dengan para pemain lainnya. "Hari Minggu, kita latihan lagi bro!"
"Oke siap!"
Satria menghampiri Aksa yang sedang mengelap keringatnya dengan handuk kecil. "Cara main lo makin oke aja, Sa."
Aksa hanya tersenyum tipis. "Lo lebih keren, Bang."
Satria tertawa ringan. "Bisa aja lo! Skill lo bagus, harus diasah lagi selagi masih muda," balasnya sambil menepuk bahu Aksa. "Btw, udah berapa persen lo deketin adek gue?" tanyanya tiba-tiba sembari mengangkat alisnya sebelah. Bibirnya tertarik ke atas. Satria tersenyum menggoda.
Aksa berdeham. "Bang lo-"
Satria terkekeh. "Gue tahu lo suka sama adek gue," katanya sambil tersenyum tipis, dia tepuk bahu lelaki yang memakai bandana merah itu. "Gue duluan."
Satria memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana olahraga. Dia melangkah, meninggalkan Aksa yang terdiam.
Lelaki yang memakai Jersey merah dan bandana merah itu meraup wajahnya kesal. "Anj-!"
"Sa buruan! Mau hujan nih!" Panggilan bernada perintah itu membuat Aksa tersadar. Segera dia menghampiri sepupu tiri yang sudah duduk anteng di kursi kemudi.
Jdar!
Langit yang tadinya cerah, tiba-tiba mendung. Gumpalan awan berwarna kelabu gelap tampak memudar, pertanda akan turunnya hujan.
Satu rintik mengenai kaca mobil. Dua rintik, tiga rintik dan begitu seterusnya hingga rintik-rintik air itu kian lama semakin banyak. Hujan deras memenuhi kota Jakarta dan sekitarnya, suara gemuruh petir dan hembusan angin membuat hawa semakin dingin dan mencekam menemani jutaan air yang jatuh dari langit.
Aksa menggosok kedua telapak tangannya yang terasa dingin. "Angga, jalan."
"Gila lo! Mau celaka?!" balasnya sewot. "Kabut banyak kayak gini, boro-boro bisa jalan."
Aksa menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Dia menutup matanya sejenak. "Serah.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfection Is Bad Girl
Teen FictionKenakalan remaja? Bukan sesuatu yang aneh untuk dilakukan. Meski sedikit berlebihan hingga harus terus bergonta-ganti sekolah, itulah yang terjadi pada hidup seorang gadis cantik bernama Thania Aurora. Thania, sang selebgram terkenal dan juga beran...