BAB 15

6.8K 420 141
                                    

Cup

"Aaa! Abang ngapain cium Thania?!"

Satria menggeleng tidak tahu. "Pengen aja," jawabnya kelewatan santai membuat Thania mencebikkan bibir kesal.

Pipinya ternodai!

Thania mengusap pipinya berulang kali, lantas mencium aroma yang menempel pada tangan yang digunakan. "Hueek ... Bau jigong!" Thania berucap tanpa sedikit pun mempedulikan Satria yang menatapnya datar.

"Ck, bilang aja wangi!" Satria berdecak sinis melihat Thania terus menghirup bekas kecupan darinya.

Thania menyengir dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Iya Bang, air liur Abang wangi," ujarnya sambil tersenyum. "Pake pewangi apaan, Bang?"

"Sstt ... diem! Ayo cepet makan! Nanti telat!"

Thania berdecak, dia menghentakkan kakinya kesal dan melewati Satria, tidak lupa menyenggol kakaknya itu. "Minggir!"

Satria mendesah pelan, dia menyusul Thania yang sudah duduk anteng sambil menyantap makanan dengan nikmat. Satria mendekat ke arah adiknya itu. Tangannya terangkat mengusap kepala Thania lembut.

"Abang berangkat. Jangan sampai telat, nanti di hukum." Sebelum berangkat Satria mengecup kening adiknya. Setelah itu Satria pergi meninggalkan Thania yang menatapnya sendu.

"Abang gue romantis banget sih!"

"Bibi!" panggil Thania saat melihat bi Sri sedang menyapu. Gadis dengan seragam urakan itu tersenyum saat matanya tak sengaja melihat Fadel yang sedang memakan roti. "Bibi, Fadel udah makan belum?"

Bi Sri tersenyum dan mengangguk. "Udah, Non."

Thania mengangguk. Dia berdiri dari duduknya. Melangkah ke arah bi Sri, menjulurkan tangannya untuk salim. "Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

****

Thania menyeringai menatap gedung sekolah, dia tidak terlambat, banyak murid yang masih berdatangan. Tentunya, kedatangan Thania membuat mereka mengernyit heran. Tumben sekali gadis nakal itu datang pagi, tidak seperti biasanya yang selalu datang siang.

Thania sampai di sekolah pukul enam lewat lima belas menit. Waw! Terasa aneh, jika badgirl datang sepagi ini.

Thania berjalan memasuki koridor dengan langkah angkuh. Tentunya, tak lupa dengan kacamata hitam yang selalu setia bertengger di hidung mancungnya.

"Tumben lo datang pagi."

Thania menghentikan langkahnya. Alisnya terangkat sebelah menatap Zoni dan Shaka yang menghadang jalannya. "Gue datang pagi di omong, datang siang di omelin." Thania berucap rendah. Kacamatanya dia lepas, lantas ditaruhnya benda tersebut pada kantung seragam.

Zoni menyengir membuat Thania memutar bola mata malas. "Lo jangan nyengir kek gitu, kunir lo kelihatan," ejeknya sambil tersenyum sinis.

"Ck!" Zoni berdecak kasar. Lebih baik dia diam, daripada melayani omongan Thania yang super pedas. "Serah lo."

Thania mengangguk. Kembali memasangkan kacamata hitamnya dan melangkah pergi dari sana. Meninggalkan beberapa murid yang menatapnya dengan berbagai ekspresi.

"Thania jangan bolos!"

Itu suara Shaka. Tanpa berbalik Thania menjawab, "Jangan larang gue!" Tanpa menunggu jawaban Shaka, Thania kembali melangkah, berjalan dengan santai sambil bersenandung kecil.

Entahlah, mood-nya sekarang sering berubah-ubah.

"Itu anak keturunan siapa sih?" Zoni kesal, sungguh.

Shaka memejamkan mata merasakan hembusan angin menerpa wajahnya. Tanpa membuka mata, dia menjawab santai. "Genderewo."

Lantas Shaka pun membuka mata, dia menatap Zoni lurus. Sedikit penasaran mengenai luka lebam pada wajah sang teman. "Lo abis berantem?" tanyanya dan dibalas gelengan oleh Zoni.

"Lo ada masalah?" Shaka menimpali. Dia juga ingin menanyakan perihal ini.

Zoni menggeleng. "Kejedot gue."

"Lo hari ini aneh banget. Kebanyakan diem dari tadi," kata Shaka sambil menatap Zoni. Di area wajahnya ada lembam dan itu membuat Shaka penasaran apa yang dilakukan Sekretaris nya ini.

Zoni mendengkus. "Gue nggak papa."

****

My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang