BAB 25

4.9K 361 136
                                    

Suasana menegangkan terjadi di mana dua kubu saling bertatapan tajam, semua itu terjadi karena sebuah perkataan yang terlontar dari mulut seorang gadis mungil. Pun karena hal itu, Thania yang baru saja sampai di sekolah segera menghentikan skateboard nya. Gadis itu memandang dua orang yang menjadi pusat perhatian siswa-siswi Tunas Bangsa.

"Lo tahu kesalahan lo?!!"

Thania mengelus dadanya. "Buset, si ketos kalau ngamok ser-"

"Tujuan lo apa hah kayak gitu?!!"

Uhuk

"Anj." Thania menabok bibirnya pelan "Astaghfirullah, jangan ngomong kasar."

"Alaya! Kalau nggak niat ikutan OSIS mending keluar!!"

"Gue nggak mau keluar Shaka!!"

Shaka mengusap wajahnya kasar, begitu emosi terhadap gadis yang berada di hadapannya sekarang. Mulut kecil itu dengan mudahnya melontarkan kalimat yang membuat kepala Shaka mendidih saat mendengarnya. Bagaimana tidak?

Alaya, gadis itu mengatakan dengan lantang jika dirinya tidak bertanggungjawab dan disiplin, dengan seenak jidat menuduhnya datang terlambat. Padahal, Shaka serta anggota OSIS lainnya datang ke sekolah dari jam lima subuh!

Betapa tidak bertanggungjawabnya perkataan Alaya? Menuduhnya dan berbicara seperti rel kereta. ‘Ketua OSIS nya juga telat, ngapain gue harus dihukum juga?!’

Zoni yang berada tidak jauh dari tempat Shaka dan Alaya segera memisahkannya. Pemuda itu menarik tangan Shaka, menjauh dari gadis itu. "Udah Shak jangan diladenin."

Shaka mengembuskan napas panjang. Dia meminta maaf kepada yang lainnya, merasa bersalah dengan kejadian ini.

Thania yang menyaksikan perdebatan itu mendengkus geli. "Drama OSIS seru juga ya." Setelah mengucapkan kalimat tersebut, gadis itu melanjutkan langkahnya lagi.

****

Di kelas XII MIPA 2, pelajaran sedang berlangsung. Bu Tri selaku guru sejarah Indonesia sedang menjelaskan materi. Semua siswa dan siswi memperhatikan, sesekali mencatat materi yang dianggap penting. Namun berbeda dengan Thania yang fokus melihat ke arah bawah, di mana para calon OSIS sedang berlarian.

"Nggak capek apa ya? Lari-larian gitu?" gumam Thania.

Thania menghela napas panjang, dia tidak bisa membolos karena ancaman dari Kayla. Omanya itu mengancam akan mencabut semua fasilitasnya dan Thania mau tidak mau harus mengikuti pembelajaran yang membosankan ini.

Kenapa Thania takut? Sedangkan dia kan punya butik, perusahaan untuk penghasilan dirinya.

Waktu itu Kayla berkata kepadanya. "Kamu kan cuma diem doang. Cuma nikmati hasil jerih payah orang lain tanpa mau usaha." Terus Kayla juga bilang, "Inget ya, Oma juga bisa cabut semua fasilitas kamu, apa sih yang Oma nggak bisa. Oma juga bisa bikin kamu jadi gelandangan." Itulah perkataan Omanya ketika lewat telepon kemarin malam.

"Sumpek banget anjir."

Bu Tri melihat Thania yang tidak memperhatikannya hanya membiarkan saja. Dia terlalu malas untuk menegur gadis itu dan dia juga malas harus berdebat dengan Thania yang tidak mau kalah.

Sekarang, Thania sedang memainkan ponselnya di aplikasi WhatsApp

Aksa ketos sinting! :

| hai ketos |
| apa kabar? |
| udah lama y kita g ketemu |
| lo sibuk y? |
| ketemuan yuk kngn nih gue ( ˘ ³˘) |

 
Thania cekikikan. "Geli banget." Dia mengusap hidung mancungnya dengan punggung tangan karena merasakan ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya.

"Gue mimisan lagi?" katanya pada diri sendiri. Thania mengambil tisu di dalam tas dan menyeka darah yang mengalir itu dengan pelan. "Gue kenapa sih? Hampir tiap hari mimisan mulu semenjak ke tembak bola."

Thania menunduk agar cairan merah itu mengalir ke lantai, dia tidak lagi menyekanya karena kehabisan tisu. Mungkin nanti juga akan berhenti dalam waktu dekat.

Ghea yang duduk di depan Thania menoleh ke belakang karena terusik dengan gadis itu yang sedari tadi tidak bisa diam membuatnya tidak fokus.

Ghea duduk berdua dengan temanya, Faura. Sedangkan Thania duduk di bangku pojok bagian samping dekat tembok seorang diri.

Faura juga ikut melihat ke belakang. Dia juga kesal karena terganggu. Bangku itu yang selalu kosong karena penghuninya selalu membolos. Tapi sekalinya dihuni membuat Ghea dan Faura risi karena terganggu oleh grasah-grusuh Thania yang tidak bisa diam. Mau negur takut, jadi lebih baik cari aman saja.

Ghea dan Faura mengernyit melihat Thania yang terus menunduk.

Ghea dengan ragu-ragu menepuk pundak Thania pelan. Saat Thania mengangkat kepalanya, Ghea refleks memekik, "Astaga! Lo kenapa?!!"

Jeritan membahana yang Ghea keluarkan mengejutkan seluruh penghuni kelas, sontak seluruh pasang mata menatap objek yang membuat Ghea berteriak. Mereka melotot melihat Thania yang sudah berlumuran darah, apalagi cairan merah itu tidak hentinya mengalir dari hidung mancung Thania.

 Uhuk!

Kali ini bukan hanya hidung, mulut Thania pun mulai memuntahkan cairan pekat itu membuat suasana kelas menjadi gaduh karena panik.

 Bruk!

Dan berbagai jeritan bersahutan kala tubuh Thania kini mencapai dinginnya lantai.

****

My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang