BAB 38

2.6K 210 127
                                    

Ruangan serba putih dengan aroma khas itu menampilkan seorang gadis yang terbaring dengan alat pantient monitor di sisi kiri. Gadis itu tampak begitu damai dan tidak ada tanda-tanda akan bangun dari tidur panjangnya.

Sedangkan di samping gadis itu, ada seorang laki-laki yang selalu berada di dekatnya dan menjaganya dengan sabar. Dia tampak kelelahan karena seharian ini terus terjaga.

"Thania kamu mau gitu-gitu aja?" Satria tertawa. "Bangun! Udah dua hari kamu nggak bangun-bangun. Mau cosplay jadi mayat?" Satria terus mengajak Thania mengobrol meskipun tidak ada respons.

Satria tidak berhenti mengajak Thania mengobrol hingga tertidur, tangannya tidak lepas menggenggam tangan putih Thania yang bebas.

Selang menit tangan Thania bergerak diikuti mata yang sedikit-sedikit mulai terbuka. Dia menoleh ke arah samping karena merasakan tangan seseorang, Thania tersenyum tipis melihat kakaknya. Tangan Thania yang diinfus terangkat untuk mengusap kepala Satria. "Aku beruntung punya kakak kayak Abang."

Thania termenung. Akankah di masa depan dia masih bisa merasakan kasih sayang seorang kakak? Kakak yang selalu sabar dalam menjaga serta menyayanginya. Thania berharap, semoga kelak dia masih bisa merasakannya.

Hidup berdua bersama sang Kakak tak sedikitpun membuat Thania mengeluh, walah di hatinya ada sedikit rasa iri kepada teman-temannya yang masih memiliki keluarga lengkap.

Meski dalam hidupnya Thania masih memiliki Opa serta Omanya dari pihak ayah, tetap saja Thania merasa kekurangan. Sang ibu telah meninggal ketika melahirkannya dan untuk Ayahnya? Entah kemana pria itu pergi. Thania tidak tahu dimana keberadaan pria tersebut sekarang.

Dari cerita bi Sri, ayahnya meninggal saat perjalanan menuju rumah sakit untuk menemui ibunya yang saat itu sudah mengembuskan napas terakhir, kemudian Opa dan Oma-nya dari pihak ibu sudah meninggal bahkan sebelum Thania dilahirkan.

Thania tidak tahu rupa ayah dan ibunya, dia juga tidak tahu rupa Oma dan Opa-nya dari pihak ibu. Thania juga tidak ada niatan untuk meminta kepada kakaknya untuk melihat rupa mereka lewat poto.

Dari penjelasan Satria dan bi Sri ada perbedaan. Menurut Satria, ayahnya bukan meninggal, tetapi melarikan diri. 

Thania menjadi gadis nakal tidak ada sangkut paut dengan orang tuanya.

Semenjak Thania berusia tiga tahun, dia selalu berkelahi sesama sebayanya. Masuk sekolah TK, Thania sudah membuat masalah karena menonjok seorang anak laki-laki di atas usianya.

Thania si nakal dan pembuat masalah sudah melekat sejak lahir. Tetapi di satu sisi, Thania mempunyai sifat yang sangat manja.

Thania terkekeh mengingat cerita masa kecilnya. Ternyata otaknya mudah mengingat.

Thania tidak sadar bahwa Satria sudah bangun dari tidurnya.

Satria merasa lega melihat adiknya sudah siuman. "Akhirnya ... Kamu sadar juga."

Perkataan Satria membuat Thania tersentak. "Kaget, Bang."

Satria tersenyum. Dia duduk tegak dan mengusap tangan adiknya yang masih dia genggam. Satria menatap Thania dengan wajah berseri-seri karena bahagia. "Kamu mau minum?" tanya Satria dan dibalas anggukkan oleh Thania.

Satria bangkit dari duduknya untuk mengambil gelas yanga ada di atas nakas, kemudian dia mendekatkan gelas tersebut pada mulut Thania untuk membantu adiknya itu minum.

Gudubrak!

Uhuk! Thania terbatuk saat mendengar suara pintu seperti didobrak. Hidung Thania memerah karena tersedak air membuat Satria panik. "Perih Bang."

Brak!

"Ish! Lo duluan aja sana!"

Brak!

"Lo aja sana!"

Duk!

"Lo duluan anj!"

BRUGH!

"Aw!"

Keempat gadis itu tengkurap dengan saling tindih menindih saat Satria membuka pintunya. Kening Satria mengerut, menatap keempat gadis itu dengan datar.

"Ganggu orang aja!" ketus Satria membuat keempat gadis itu cengengesan tidak jelas.

Mereka berempat, yaitu; Luna, Ghea, Faura dan Acha segera bangkit. Wajah mereka memerah menahan malu kecuali Acha yang terlihat polos.

Thania menggeleng-geleng melihat keempat temannya yang menunduk.

"Bang! Jangan bikin temen aku pada takut deh," ucap Thania. Dia menatap keempat temannya kemudian berujar, "Sini lo pada."

Luna, Ghea, Faura dan Acha segera menghampiri Thania. Mereka berempat mengelilingi brankar Thania. "Keadaan lo gimana, Tha?" tanya Luna yang masih memakai seragam sekolah. Begitu pula dengan Faura, Ghea dan Acha.

Thania pastikan mereka menjenguknya setelah pulang sekolah.

"Bang Kenzo sama Dellon tadi mau ke sini," Luna kembali berkata.

"Terus, merekanya mana?" tanya Thania. Dia celingak-celinguk mencari Kenzo dan Dellon.

"Nanti ke sini bareng Aksa."

Thania mengerutkan keningnya. "Aksa? Ngapain?"

Luna memutar bola mata. "Ya, mau ngejenguk lo lah," jawabnya.

Faura meraba kepala Thania yang terlilit kain warna putih. "Ini sakit nggak, Tha?" tanyanya sambil menekan kepala Thania yang terluka membuat Satria yang duduk di sofa sambil memerhatikan mereka segera menegur.

"Jangan diteken!" Satria segera bangkit dan menepis tangan Faura. "Awas lo!" usirnya sambil mendorong Faura sampai gadis itu terhuyung.

Faura yang diperlakukan seperti itu tersentak, hatinya menjerit tidak terima karena diperlakukan kasar.

Thania melihat itu mengatupkan bibirnya ke dalam. Dia menatap Faura dan berujar, "Maaf ya, Fa ...."

Ghea sedari tadi terdiam segera mengelus punggung Faura. "Kalem."

Luna mendekat ke arah Faura. "Santai, Bang Satria emang gitu kalau lagi panik. Gue aja ngeri waktu bang Satria nggak berhenti mukulin si Rama," ucapnya pelan-pelan agar tidak terdengar oleh Satria.

Satria tidak mendengar apa yang mereka ucapkan, pria itu masih sibuk mengusap kepala Thania sembari meneliti luka yang ditekan oleh Faura barusan.

Thania menghela napas panjang. "Aku nggak papa, Bang," katanya.

Tatapan Satria teralihkah, menatap Thania khawatir. "Yakin?"

Thania mengangguk mantap dan tersenyum tipis. "Yakin!"

Satria mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya. Sebelum itu, dia menatap tajam pelaku yang membuat adiknya seperti ini. Siapa lagi kalau bukan Luna.

Luna merinding ditatap seperti itu oleh Satria. Hah! Pupus sudah harapan Luna untuk menaklukkan kakak dari Thania itu.

Thania terkekeh melihat Luna yang ketakutan. "Santai Lun."

Saat Luna ingin membalas ucapan Thania, seketika terhenti karena suara ketukan pintu.

Satria yang duduk di sofa segera bangkit dan membukanya.

"Hai! Calon kakak ipar."

"Ya?"

**** 

My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang