BAB 17

6K 381 114
                                    

"Jadi gitu ceritanya." Thania menyudahi ceritanya. Dia sedang bercerita tentang dirinya yang bisa sampai sini. Menatap mereka satu persatu yang sedari tadi menyimak ceritanya. Alisnya menyatu, heran dengan mereka yang menatapnya dengan aneh. "Apa sih?! Natapnya gitu amat! Di kira gue monster!"

Angga menggeleng. "Lo setan!"

Thania berdecak, "Setan-setan! Lo kali."

"Lo ke sini sendiri?" tanya Rayhan tidak habis pikir dengan gadis itu. Berani sekali Thania datang ke sekolahnya. "Lewat jalan mana lo?" tanya Rayhan, namun tidak ada tanggapan dari Thania.

"Gila, Tha. Lo itu cewek, nggak ada takut-takutnya, heran dah." Kali ini Noval yang berucap.

Galang hanya menyimak percakapan mereka tanpa ada niatan untuk menimbrung. Menurutnya ini tidak penting sama sekali, dia lebih memilih memainkan ponselnya dari pada harus ikut percakapan mereka yang tidak ada faedahnya.

Thania mendengkus pelan. "Nggak usah lebay! Bagi gue itu nggak ada apa-apanya." Dia menghisap rokoknya dalam-dalam. "Lagian gue sering pindah-pindah sekolah. Jadi hal beginian mah wajar."

"Kata lo wajar, menurut gue nggak wajar."

"Iya-iya, serah lo Rel kereta," balas Thania malas sambil mengetuk-ngetuk rokoknya ke meja.

"Ck, gue Farel."

"Gue tanya, lo jalan mana, Thania?" Rayhan kembali bertanya.

"Gue jalan gang belakang, yang sering kalian bolos," balas Thania. "Jalan warung mang Ucup. Kan dekat tuh dari sana. Gue jalan lurus aja, terus ada meja deket tembok, gue naik meja yang ada di sana, terus loncat, nyampe deh di halaman belakang sekolah kalian. Terus gue jalan ngikutin naluri gue buat bisa sampai ke rooftop ini." Thania menjelaskan.

"Lo nggak ketahuan anak lain?" tanya Farel.

"Ketahuan lah. Sekalian gue tanya sama mereka jalan ke tempat rooftop," balas Thania.

"Kata lo ngikutin naluri, gimana sih?!" sahut Farel.

"Kalau Thania nggak nanya, ya ke sesat bego!" sungut Angga.

Thania tidak menanggapi, dia memilih menghabiskan rokoknya. Dua bungkus rokok sudah habis dihisapnya, tapi gadis itu tidak mau berhenti. Mengambil satu bungkus lagi yang tersisa, membukanya dan mengambil satu batang lalu menyalakannya dengan pemantik. Kemudian dihisap dengan dalam-dalam dan dihembuskan asap tebalnya di udara.

Mereka yang berada di situ, menatap horor ke arah Thania. Gadis itu benar-benar gila!

Dalam satu hari bisa menghabiskan dua bungkus rokok dan sekarang mau ketiga bungkus.

Thania menginjak puntung rokoknya. Tangannya mengambil lagi satu batang rokok. Saat akan menyalakannya, tiba-tiba tangan kekar merampas rokoknya yang terselip di mulutnya.

Tentu saja itu membuat Thania sedikit terkejut. Dia menatap orang itu. "Apa-apaan sih lo!" ketus Thania. Saat tangannya ingin mengambil satu batang rokoknya lagi, matanya membola, menatap horor rokoknya yang sudah dipotong-potong menjadi dua. "Aish!"

Thania menatap tajam pemuda yang masih santai memotong-motong rokoknya. Tangannya terangkat ingin menjambak rambut cowok itu tapi tidak jadi.

Menghela napas panjang berusaha sabar. "Udah stop! Rokok gue mahal!" Thania tidak kuasa saat melihat teman masa hidupnya dipotong-potong seperti itu. "Ck! Gue bilang udah!" Thania merampas, tapi sebelum itu, rokoknya sudah dibuang dengan santainya dan diinjak-injak sampai tidak terbentuk.

Thania menganga tidak percaya. Dia menatap tajam cowok itu. "Lo apa-apaan sih! Argh!" teriak Thania tertahan, menahan emosi. Menatap dengan sedih rokoknya yang sudah tak terbentuk. "Gue nggak mau tahu! Ganti rugi!"

Cowok itu menggeleng dan kembali memainkan ponselnya. Dan itu membuat Thania murka dengan wajah yang sudah memerah ke telinga. Dengan tarikan napas, dia berteriak kencang. "Galang!"

"Ck, berisik!"

Kelima teman Galang menatap prihatin gadis itu yang meraung-raung. Mereka juga cukup terkejut apa yang dilakukan Galang. Merasa aneh dengan sikap pemuda itu yang di luar dugaan.

Namun mereka menepis semua itu. Seorang Galang mana mungkin melakukan yang menurutnya tidak penting. Tapi, ini?

Thania merampas handphone Galang, lalu membantingnya ke lantai dengan kencang. Handphone berlogo apel itu pecah dengan kacanya yang berceceran.

Kelima teman Galang menahan napas. Menatap horor ponsel yang tergeletak di lantai. Lalu pandangannya beralih ke arah Thania dan Galang yang sekarang sudah berhadapan dengan posisi Thania yang berdiri dan Galang yang duduk dengan anteng.

"Impas!" Setelah mengucapkan itu Thania pergi meninggalkan keenam pemuda itu yang terdiam.

****

WILLIAM ANGGARA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

WILLIAM ANGGARA


My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang