"Abang yang ganteng dan baik hati. Aku izin nggak pulang, mau nginep di rumah Luna." Thania berucap manis, berusaha membuat Satria di seberang sana mengiyakan.
"Nggak, nggak boleh! Kamu baru pulang ke rumah tadi, Tha. Udah kelayapan lagi, bener-bener bandel ya!" Suara dibalik telepon terdengar tidak bersahabat membuat Thania yang mendengarnya cemberut kesal.
"Bang ih! Kasih izin lah! Aku kan seumur-umur baru ngerasain namanya nginep!"
"Gaya kamu seumur-umur!"
Thania terkekeh. "Boleh ya Bang."
"Nggak! Balik sekarang! Atau pesanan mertabak kamu Abang kasih ke si Cimoy." Ancaman Satria berhasil membuat Thania gelagapan. Cimoy adalah salah satu tikus peliharaan tetangganya.
"Jangan Bang jangan! Iya-iya aku balik nih!"
Tut.
"Gimana, Tha?" tanya Luna tanpa melihat orangnya. Sedari tadi gadis itu sedang asyik menonton film di laptopnya.
Thania menggeleng lesu. Dia turun dari ranjang dengan perlahan, karena kakinya belum sembuh akibat terkilir tadi.
Luna mengalihkan pandangannya. Melihat Thania yang terlihat lesu membuatnya mengangguk paham. "Nggak diizinin?"
Thania menoleh dan mengangguk. "Lo aja nginep di rumah gue, gimana? Sekalian bawa baju seragam buat besok."
Luna menimang-nimang. "Boleh juga tuh, sekalian gue juga mau lihat abang lo yang katanya ganteng." Luna senyum-senyum sendiri membayangkan betapa tampannya kakak temannya itu. Ah dia tidak sabar!
Thania memutar bola mata malas. Sudah biasa dengan sikap Luna semenjak mereka menjadi sepasang teman.
"Ayo otw," ajak Thania. Perlahan dia berdiri dan melangkah dengan terpincang-pincang.
Luna meringis melihat pergelangan kaki Thania yang memar. Gadis itu memang bandel! Sudah tahu lagi sakit malah kelayapan! Dasar Thania!
****
Sekitar 25 menit kemudian, sampailah keduanya di rumah Thania. "Mang Diman! Buka gerbangnya!"
Tin! Tin!
Mang Diman yang sedang mengopi segera berlari kecil dan membuka gerbang besar itu dengan lebar-lebar.
Setelah memarkirkan mobil tercintanya, Thania keluar diikuti Luna dan sontak gadis itu berdecak kagum melihat bangunan di depannya.
"Anjir ini mah gede banget! Rumah gue perasaan nggak gede-gede amat."
Thania mencibir pelan. "Nggak usah adu nasib. Ayo!" Tangan Luna tiba-tiba ditarik oleh Thania. Luna yang belum siap hampir saja tersungkur. Untung saja dia bisa menahan keseimbangannya.
Keduanya pun berlari kecil agar sampai ke pintu utama. Belum sampai ke depan pintu, pintu tersebut dibuka dari dalam oleh bi Sri.
"Eh, Non. Udah pulang?"
Thania salim diikuti oleh Luna. "Udah Bi. Bibi mau ke mana?" tanya Thania.
"Bibi mau ke depan, beli bahan makanan, sekalian mau beli es krim buat Fadel," jelasnya.
Thania mengangguk. "Oh, ya udah Bi. Minta anter sama mang Diman, Bi. Udah malam soalnya."
Bi Sri tersenyum. Matanya melirik Luna. "Ini teh, temen Non, bukan?"
Luna tersenyum ramah.
"Namanya Luna, Bi."
"Oh iya. Cepet atuh bawa masuk Non temennya. Sini biar bibi bawain tasnya."
"Eh, nggak usah Bi. Biar sama kita aja. Bibi kan katanya mau belanja," Thania menolak halus.
"Oh iya. Ya sudah, Bibi duluan."
Setelah kepergian bi Sri. Thania dan Luna segera masuk ke dalam dan langsung menuju kamar.
Sesampainya di kamar Thania, keduanya langsung membanting tubuh ke kasur empuk.
Keduanya menatap langit-langit kamar. Luna memiringkan tubuhnya menghadap Thania. "Shut, shut, Tha? Abang lo belum pulang?"
Thania mengedikkan bahunya. "Belum mungkin."
"Yah." Luna terkulai lemas.
BRUM!
Thania baru saja ingin memejamkan mata segera beranjak dari tidurannya dan langsung menarik tangan Luna. "Ayo Lun, Abang gue baru balik tuh."
Mata Luna berbinar senang. "Serius?!"
Thania berdecak kesal. "Cepet elah bangun. Gue nggak sabar pengen cepet-cepet makan martabak coklat yang manis dan kriyuk-kriyuk."
Luna terperangah. "Kriyuk-kriyuk matamu!"
"Ck, lama lo!"
Bertepatan dengan itu, pintu kamar Thania diketuk dari luar.
Thania yang sangat bersemangat untuk memakan martabak, segera turun dari ranjang, saking semangatnya gadis itu hingga melupakan keadaan kakinya yang belum pulih.
Krek! Argh!
"Anjing kaki gue!!"
Luna terbahak.
Thania mendelik, "Bantuin nyet! Malah ketawa!"
Luna terkekeh. Dia membantu Thania berdiri dan memapah gadis itu untuk duduk di sofa.
"Ceroboh! Udah tahu lagi cacat."
Thania menatap Luna jengkel. "Bacot! Sana bukain pintu!"
"Lo nyuruh?"
Thania menghela napas kesal. "Cepet Lun! Sebelum kesabaran gue habis, gue tendang lo!"
Luna mencibir. "Nyenyenye."
"Luna!"
Luna terperanjat. "Iya-iya ...."
Tidak tahu siapa yang mengetuk pintu, Luna tanpa curiga membukanya dengan santai ... "Ya, dengan sia—" Ucapan Luna terhenti, matanya berkedip-kedip.
Satria mengangkat sebelah alisnya bingung melihat Luna. "Thania-nya mana?"
"Ya allah! Suaranya deep banget!"
Mendadak kaki Luna tremor. "Gue nggak tahan! Rasanya mau pingsan! Bang pegang Bang!"
Luna modus!
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfection Is Bad Girl
Teen FictionKenakalan remaja? Bukan sesuatu yang aneh untuk dilakukan. Meski sedikit berlebihan hingga harus terus bergonta-ganti sekolah, itulah yang terjadi pada hidup seorang gadis cantik bernama Thania Aurora. Thania, sang selebgram terkenal dan juga beran...