BAB 37

2.8K 224 121
                                    

Angin malam berhembus pelan dan terasa menusuk di kulit, rasa dingin dari hembusan angin ini tak membuat Angga beranjak. Dia tidak tahu, entah berapa jam yang terlewati. Namun, Angga masih berdiam di atas jok motornya sambil menatap segerombolan pemuda dan dua orang gadis.

Angga tidak mengenali gadis  satunya, dia hanya mengenali Thania yang saat ini berkelahi dengan seorang pemuda. Namanya Rama.

Dulu ... Angga, Galang, Farel, Rayhan, Nasal dan Noval sering sekali mengikuti tawuran dengan sekolah lain, sekolah musuh yang dipimpin Rama sendiri.

Setelah hampir setahun tidak pernah bertemu, ternyata, Rama patut diacungi jempol karena bisa mendirikan sebuah geng motor.

Angga terus memperhatikan perkelahian antara Thania dan Rama. Dia ingin melihat seberapa hebatnya seorang Thania.

Angga meringis melihat Thania dibanting dengan kasar ke aspal, Rama tidak tanggung-tanggung untuk menjatuhkan lawannya. Segala cara akan dilakukan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Dan yang menjadi pertanyaan Angga, ada hubungan apa di antara Thania dan Rama? Kenapa mereka terlibat dalam perkelahian?

Sedangkan disisi lain. Thania terus berusaha untuk menghindari serangan dari Rama. "Oke juga bela diri lo." Thania mengusap darah yang mengalir dari hidungnya akibat tendangan dari Rama.

Rama terkekeh sinis. Dia tidak merasa tersanjung atas pujian yang dilontarkan Thania. Sebaliknya, Rama merasa muak dengan perkataan Thania barusan. "Lo nggak usah ngeledek."

Thania terkekeh, "Siapa juga yang ngeledek? Aneh lo," balasnya sinis.

Rama mengusap telinganya kesal. "Nggak usah banyak bacot. Ayo serang gue lagi!"

Thania mencibir, "Lo duluan cupu."

Kilat bahaya muncul di mata Rama saat mendengar perkataannya. Namun, Thania tidak peduli.

"Ayo cupu serang gue!" Thania melompat-lompat tidak jelas, tangannya mengepal, siap menerima serangan dari Rama.

Rama mendesis. Dia merasa diremehkan oleh gadis sialan itu! Kurang ajar!

"Ayo! Gue udah siap nih!"

Tangan Rama terkepal kuat, mata tajam itu menyorot Thania kemudian bergulir, menatap anak buahnya yang sedari tadi menonton. Seringai kecil muncul di bibir Rama, Dia akan kabulkan perkataan Thania yang mengatainya cupu.

"Kalian!" tunjuk Rama ke arah segerombolan pemuda itu. "Serang bajingan itu!" sambungnya sambil menunjuk Thania.

Mata Thania membola. "Anjing lo! Beneran cupu ternyata, ya!" Thania bisa saja melawan lima atau sepuluh orang. Tapi ini, lebih dari lima puluh orang. Bisa tepar nanti. Thania juga manusia lemah, dia tidak bisa melawan lima puluh orang dalam sekaligus.

Rama mengedikkan bahunya acuh. "Biar lo tahu, seberapa cupunya gue." Setelah mengucapkan itu, Rama kembali ke motornya dan duduk di atas jok dengan santai sambil menikmati tontonan yang menyenangkan.

Luna sedari tadi diam, dia tidak bisa melakukan apa-apa, karena kondisi kaki diikat dan bibirnya di lakban. Mata Luna berkaca-kaca melihat temannya yang kesusahan. Sebelumnya, kondisi Thania sudah babak belur.

Tatapan Luna tidak sengaja melihat seorang pemuda yang berdiam diri di belakang sana dengan jarak yang cukup dekat dengan pertarungan itu. Andai bibirnya tidak dilakban, Luna pasti berteriak meminta tolong.

Luna terus memperhatikan seseorang yang terus menatap dirinya dan juga Thania secara bergantian, gadis itu tidak tahu bagaimana caranya Angga bisa ada di sana tapi dia berharap pemuda tersebut dapat segera menolong. Sedangkan Angga sendiri, dia paham dan tahu bagaimana sorot mata Luna yang menghujaminya, dia tahu itu!

My Perfection Is Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang