Saat ini Aksa berada di Rumah Sakit, tempat Thania dirawat. Kenzo berdiri di samping kiri sedangkan Dellon juga Angga berada di samping kanan.
Keempat pemuda berjalan di lorong rumah sakit yang tak berujung dan kosong, tetapi bau rumah sakit memberitahu segalanya.
Angga rasanya ingin muntah, mencium bau yang beragam. Hidung Angga sangat sensitif dengan bau rumah sakit.
Menurut Angga, perjalanan ke rumah sakit merupakan perjalanan yang mengerikan.
"Malu sama tato," celetuk Aksa, membuat Angga mendelik sinis.
Mereka sampai di depan pintu rawat inap Thania. Perlahan Aksa membuka pintu dan masuk diikuti Kenzo, Dellon dan Angga. Terlihat Thania sedang tertidur. Di samping brankar, ada Satria yang tengah duduk dengan menelungkupkan kepala. Melihat pemandangan itu membuat keempat pemuda yang masih berdiri itu menatap terharu.
Satria yang mendengar suara pintu, segera mendongak dan menoleh ke asal suara. "Aksa?"
Aksa tersenyum tipis, saking tipisnya tidak ada yang menyadari bahwa Aksa tersenyum. "Gue masuk, Bang. Boleh?"
Satria terkekeh geli. "Kan lo udah masuk, Sa." Satria bangkit dari duduknya, dia melangkah ke arah sofa. Menepuk-nepuk sofa itu dan berujar, "Sini lo pada duduk."
Keempat pemuda itu mengangguk dan duduk di sofa cukup besar. Mereka duduk dengan canggung.
"Gimana keadaan Thania?" Aksa bertanya dengan santai, meskipun masih ada rasa canggung. Entahlah Aksa merasa bingung dengan Satria. Bagaimana pemuda itu tahu bahwa dia menyukai Thania? Padahal dirinya sudah menutupi perasaannya semaksimal mungkin agar tidak terlihat oleh siapa pun.
Satria tersenyum jahil membuat Aksa menelan ludahnya. Sial! Kenapa dia jadi seperti ini? Tenang Aksa tenang, oke. Tarik napas lalu hembuskan. Mari bersikap seperti biasanya.
Angga memutar bola mata melihat reaksi Aksa. Kenapa sepupu tirinya jadi seperti itu? Hei! Ke mana wajah dingin dan datarnya?
"Thania baik-baik aja." Satria menepuk bahu Aksa dan tersenyum menggoda. "Gue dukung lo, tenang aja."
Aksa tidak bodoh untuk mengartikan perkataan Satria. 'Gue dukung lo, tenang aja.' Sudah jelas bahwa Satria mendukungnya untuk mendapatkan Thania. Jika boleh jujur, Aksa sangat bersyukur mendapatkan restu dari kakak Thania itu. "Makasih."
Sedangkan Thania masih terlelap tidur, tetapi dahi gadis itu mulai mengkerut. Dia merasa terganggu oleh banyaknya suara dalam ruangan hingga perlahan kelopak matanya terbuka.
"Bang! Lo udah balik?" tanya Thania saat melihat Satria duduk di sofa. Kerutan di dahi Thania tercetak melihat orang-orang yang duduk bersama dengan kakaknya. "Ngapain lo pada?" Suara Thania terdengar datar.
Satria segera menghampiri Thania dan membantu adiknya untuk duduk. Aksa, Angga, Kenzo dan Dellon juga menghampiri Thania. Kelima pemuda itu mengelilingi brankar Thania.
Thania mengerjap pelan. Merasa bingung dengan tingkah mereka. "Kalian jenguk gue, kan?" tanya Thania dan dibalas anggukkan oleh mereka. "Terus oleh-olehnya mana?" Thania mengerjap polos. Bibirnya tertarik membentuk sebuah senyuman manis, Thania sangat manis jika lesung pipinya sudah terlihat.
"Lo jangan senyum kayak gitu!" Gerakan refleks Aksa yang menarik Thania ke dalam pelukannya membuat yang lain melotot.
"Woy setan!" Satria yang pertama kali sadar segera memisahkan pelukan kedua sejoli itu. "Enak bener lo main peluk-peluk!" Meskipun Satria mendukung Aksa untuk mendapatkan adiknya. Tetap saja, ada perasaan tidak rela jika adik yang dia asuh dengan penuh kasih sayang harus menjadi milik orang lain. Apalagi dipeluk-peluk seperti itu. "Gue tarik dukungan gue. Mampus lo!"
Aksa terkekeh geli, dia tidak malu sama sekali bersikap seperti itu tadi. "Nggak papa, nanti gue bawa kabur aja." Padahal dalam hatinya, Aksa ketar-ketir jika memang benar Satria tidak mendukungnya. Bisa repot nanti jika tidak mendapatkan restu.
Angga terbatuk pelan untuk menarik perhatian. "Gue pamit pulang ya ...," Angga melirik Thania yang masih terdiam dengan kejadian tadi. "Thania, semoga cepat sembuh." Setelah mengucapkan itu Angga melenggang pergi, meninggalkan tanda tanya di dalam benak Thania.
"Kok Angga ada di sini?" tanya Thania, dia baru sadar jika ada Angga di ruangannya.
"Angga bareng gue."
Thania menoleh ke arah Aksa. Dia menaikkan aslinya sebelah. Aksa yang mengerti, lalu kembali berkata, "Sepupu tiri gue."
Thania membulatkan mulutnya membentuk huruf O
Kenzo berdeham. Dia tersenyum canggung saat matanya bertatap dengan kakak Thania. "Gue Kenzo, Bang. Salam ke—"
"Gue tahu," sela Satria. Dia tatap pemuda pemilik tindik itu dengan dingin. Jelas, Satria tahu dengan Kenzo dan Dellon karena pemuda itu teman dekat Thania di sekolahnya dulu. Satria juga tahu kedua pemuda itu pernah bermasalah dengan adiknya karena sebuah fitnah. Satria menggeleng miris dengan kebodohan mereka.
Kenzo tersenyum kikuk dan Dellon berkedut menahan tawa. Entahlah apa yang lucu? Yang jelas Dellon hanya ingin tertawa. Tidak mau kalah dari Kenzo, Dellon juga memperkenalkan diri. "Gue—" ucapan Dellon menggantung karena Satria menyela.
"Gue tahu, lo Dellon."
Dellon merapatkan bibirnya, dia menggaruk kepala belakangnya dengan canggung. "Ah, iya. Salam kenal, Bang."
Satria berdeham.
Thania sedari tadi memerhatikan mereka segera angkat suara. "Mana oleh-olehnya?" Thania celingukan mencari oleh-oleh yang dimaksud.
"Kalian bawa nggak?" tanya Thania menatap mereka satu persatu.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfection Is Bad Girl
Teen FictionKenakalan remaja? Bukan sesuatu yang aneh untuk dilakukan. Meski sedikit berlebihan hingga harus terus bergonta-ganti sekolah, itulah yang terjadi pada hidup seorang gadis cantik bernama Thania Aurora. Thania, sang selebgram terkenal dan juga beran...