45. Rumah

168 54 59
                                        

Rumah, satu kata sederhana yang mengandung banyak makna. Nyatanya, setangguh apapun, kamu akan mencari jalan pulang ke rumah untuk menemukan ketenangan.

-zimzalabim88-

.

Kasih quotes dulu🤣 biar keliatan bijak🤣

Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.

Selamat membaca✨

__________________________

"Jangan pegang! Itu sakit!" Shana berteriak-teriak di kamarnya kala punggungnya diurut oleh nenek tukang urut yang dibawa oleh bunda.

"Bunda! Udah! Aku nggak mau lagi!" teriak Shana lagi. Sedari tadi ia sudah berteriak tidak karuan karena merasakan sakit di bagian yang diurut.

Bunda yang mengawasi dari sudut kamar hanya bisa meringis saat melihat Shana. Sesekali ia meremas tangannya tanpa sadar. Shana yang berteriak kesakitan dari tadi tentu memancing rasa bersalah bunda. Shana seperti ini karena Airin, dan entah kenapa malah bunda yang merasa bersalah.

"Bunda, udah," ucap Shana mulai melemah. Percuma sedari tadi ia menangis sambil berteriak, ia tidak didengar sedikitpun. Nenek tukang urut itupun tetap melanjutkan pekerjaannya di tengah teriakan Shana yang menggema.

Bunda mendekat pada Shana setelah nenek tukang urut itu memberi kode sudah selesai. Bunda segera memeluk Shana yang masih menangis kesakitan sambil mengusap wajah Shana untuk menghapus jejak air mata.

Semua orang di rumah dibuat khawatir dengan kondisi mengenaskan Shana yang pulang sekolah lebih awal bersama Airin. Mereka memang dipulangkan lebih awal karena keributan yang mereka ciptakan di sekolah. Bersama Roseanne dan Arion yang turut mengantar mereka, awalnya Shana tetap santai. Tapi, setelah kedatangan nenek tukang urut itu, Shana tidak bisa santai lagi. Sakit yang ia rasakan malah bertambah.

"Sudah neng, sudah selesai," ucap nenek itu sambil mengusap lengan Shana.

Shana masih menangis sesenggukan di pelukan bunda. Ia harus menenangkan diri terlebih dahulu. Badannya sakit, tenggorokannya pun ikut sakit sekarang karena efek berteriak-teriak tadi.

"Kamu tunggu disini dulu, ya. Biar bunda panggil papa dulu," ucap bunda sembari mengurai pelukan Shana.

Shana pun melepas pelukannya dan segera berbaring diiringi sesenggukan. Berbeda dari biasanya, ini benar-benar situasi dimana Shana tidak bisa mengomel, tidak bisa berbuat sesuka hati, dan tidak bisa berkata kasar. Shana sedang berada di titik terlemahnya.

"Ayo nek," ucap bunda sambil membawa nenek itu keluar dari kamar Shana.

Tak lama setelah bunda keluar, papa masuk ke kamar Shana. Diikuti oleh nenek Shana dan Kaisar yang masih setengah sakit.

"Mana yang sakit?" Nenek langsung duduk di samping Shana dengan air mata yang sudah berlinang. Nenek mengusap wajah Shana dan menepikan rambut Shana yang menempel di pipi.

"Sakit semua, Nek," rengek Shana masih dengan sesenggukan.

Papa bergerak mendekati Shana, duduk di sisi Shana yang masih kosong. Ia ikut mengusap wajah anaknya dengan perasaan yang campur aduk. Ini pertama kalinya Shana mengalami hal ini. Dan tentu saja membuat papa sangat khawatir dengan kondisi Shana. Dipikirannya, Shana pasti merasa sangat sakit sekarang. Membayangkan Shana yang manja harus merasakan sakit yang luar biasa seperti itu membuat hati papa terasa sangat sakit.

SHANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang