Jangan lupa klik bintang di pojok kiri bawah. Sekalian, ramein cerita ini sama komennya, ya.
Selamat membaca✨
________________________
"Jadi, siapa yang mau jelasin ke bunda?"Shana dan Airin menunduk, menatap lantai yang saat ini lebih menarik perhatian mereka dari pada bunda yang duduk di hadapan mereka. Diiringi jantung yang berdebar hebat, kaki dan tangan yang sedikit tremor, baik Shana maupun Airin tidak ada yang berani untuk mengangkat dagu dan menjawab pertanyaan bunda.
Suasana di ruang keluarga saat ini juga tidak kondusif. Papa dan Cherry memilih untuk menjauh agar tidak kena amukan bunda. Di sini, di ruangan yang biasanya hangat dan penuh kehebohan, hanya tersisa aura dingin yang dipancarkan bunda.
"Nggak ada yang mau jelasin?!" tanya bunda dengan suara yang mulai meninggi.
Dalam hati, Shana menimbang-nimbang resiko jika ia buka suara. Tapi kalau diingat-ingat, ia tidak salah sama sekali. Airin duluan yang pergi keluar rumah sampai malam dan meninggalkan Shana sendiri. Dan tentu saja Shana lebih memilih untuk pergi ke rumah nenek dari pada di rumah sendirian. Horor cuy, iya kalau setan yang datang, kalau yang datang itu perampok, Shana bakal mati nggak aesthetic, dong.
"Dia duluan, Bun!"
"Ai duluan, Bun!"
Shana dan Airin saling tuduh satu sama lain. Seperti biasanya, tentu saja tidak akan ada yang ingin mengalah. Shana menganggap dirinya benar, begitu juga dengan Airin. Akhirnya bisa tertebak, Shana dan Airin akan saling mengeluarkan argumen untuk mendukung diri sendiri. Atau paling parahnya, mereka bisa saling jambak satu sama lain.
"Apaan!? Lo yang salah, kok!" teriak Airin ke wajah Shana.
"Wah, nggak mirror dulu nih, perlu gue pinjamin cermin di kamar gue?!" bantah Shana tidak terima.
"Udah jelas-jelas lo duluan! Ninggalin gue sendirian di luar, lo malah tidur nggak tau jam!"
"Dih, gue kan ngunci kamar gara-gara mau lo hajar! Salah lo dong, mana keluyuran sampai malam!
"Kalian nggak bunda suruh berdebat, ya." Kali ini bunda berujar pelan tanpa menaikkan intonasi. Yang jelas, gaya bicara bunda yang seperti ini terlihat seperti seorang psikopat ala wattpad di mata Shana.
Shana dan Airin kembali menundukkan kepala dalam-dalam. Tidak ada yang berani membantah ucapan bunda saat ini. Nyali Shana dan Airin jadi ciut, hanya dengan tatapan mata, bunda berhasil membuat tangan dan kaki kedua anaknya tremor.
"Ai, kamu duluan," ujar bunda karena memang Airin yang lebih dulu mengeluarkan suara.
"Jadi gini, Bun. Pas bunda sama papa udah pergi, Sha-"
"Kakak," interupsi bunda.
Airin menghela napasnya kasar, "iya, Kak Shana dorong aku, pas aku mau balas, dia lari ke kamar dan ngunci pintu kamarnya. Sampai sore, dia nggak keluar, sedangkan aku udah lapar banget, Bun. Jadi, aku ajak Bang Kaisar makan di luar. Eh, di jalan nggak sengaja nemu turnamen game, aku sama Bang Kaisar nonton turnamen itu."
Shana menatap Airin dengan tajam. Sumpah Shana gedeg banget, semua yang dijelasin Airin bohong. Mana semuanya memojokkan Shana lagi. Tidak bisa dibiarkan, Shana harus buka suara sekarang, sebelum Airin melebih-lebihkan cerita dan berujung memojokkan Shana.
"Bohong, Bun!" bantah Shana saat bunda beralih menatapnya. "Nggak gitu cerita aslinya."
"Coba jelasin," titah bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHANA (SELESAI)
Novela JuvenilShana tidak tahu jika hidup jadi manusia akan membuatnya selelah ini. Kalau dipikir, jadi bunga matahari joget-joget di dashboard mobil itu lebih seru, kayaknya nggak punya beban. Itu kata Shana dulu, saat hidupnya masih monoton, masih stuck di mas...