34. Home Alone

171 87 42
                                    

"Kalian yang akur ya, di rumah. Bunda, Cherry, sama papa pergi dulu," pesan bunda saat berada di depan rumah.

Shana dan Airin memang akan ditinggal di rumah berdua. Papa ada urusan di luar kota dan ia mengajak bunda untuk pergi bersamanya. Karena takut menyulitkan Shana dan Airin, bunda berinisiatif membawa Cherry.

"Iya, Bunda sama Papa hati-hati di jalan. Pulang jangan lupa bawa oleh-oleh," balas Airin sambil memeluk bunda.

"Cherry, jangan panas-panasan. Ntar dekil, terus jadi buluk deh," ingat Shana.

"Kalian berdua baik-baik ya," pesan papa.

Shana dan Airin kompak mengangguk sebagai jawaban. Padahal, setelah ditinggal, sudah pasti mereka akan ribut. Meributkan apapun yang bisa dijadikan masalah.

Bunda, papa, dan Cherry masuk ke dalam mobil. Tak lama, mobil papa meninggalkan halaman rumah mereka. Setelah mobil papa sudah tak terlihat lagi, Shana dan Airin langsung memancarkan aura permusuhan. Mereka saling menghunuskan tatapan tajam satu sama lain.

"Apa lo?!" Airin melototkan matanya.

"Apa?!" tantang Shana ikut-ikutan membesarkan bola matanya.

"Lo kemaren ngomongin apa aja sama Bang Kaisar?"

Shana menatap Airin nyalang, ia benar-benar tidak merasa suasana hatinya baik saat ini untuk meladeni Airin. Shana sudah berbaik hati mengalah agar Airin bisa mendekati Kaisar tanpa hambatan, sekarang adik tirinya itu jatuhnya kayak malah tidak tahu diri. Terlalu banyak tingkah, Shana sudah muak.

"Nggak penting, lo bisa tuh ngegas si Kaisar sekarang. Gue sama dia lagi musuhan, lo bisa nyempil, kok."
"Minggir lo ah, ngalangin jalan." Airin mendorong Shana dengan sengaja agar suasana tidak enak antara mereka berdua bisa berubah. Dengan kata lain, Airin ingin mengalihkan pembicaraan.

Shana yang tubuhnya kecil, dengan mudahnya terhuyung karena dorongan Airin. "Anjir, gue itu kakak. Yang sopan kek," maki Shana.

"Tapi lo nggak cocok jadi kakak. Gue lebih pantas."

"Nggak denger, nggak liat, minggir!" Shana mendorong Airin dan langsung berlari ke kamarnya.

"Awas ya, lo!" Airin berusaha mengejar Shana.

Shana segera mengunci pintu kamarnya agar Airin tidak bisa masuk. Bisa babak belur dia kalau bertengkar dengan Airin saat bunda tidak ada. Proporsi tubuh Airin lebih besar dari Shana. Sudah dipastikan tenaganya juga lebih kuat.

"Kak! Buka pintunya!" teriak Airin sambil menggedor-gedor pintu kamar Shana sekuat tenaga.

Tak mau ambil pusing, Shana langsung membawa Kiki dan Yui ke atas kasurnya. Lebih baik ia tidur siang. Biarkan saja Airin teriak-teriak seperti orang gila di luar. Shana tidak peduli.

"Awas ya lo!" Airin menggedor pintu kamar Shana dengan kuat untuk terakhir kalinya.

🌱🌱🌱

Shana membuka mata lalu mengerjap-ngerjap. Tak terasa, matahari sudah condong ke arah barat. Ternyata Shana sudah tertidur lumayan lama. Ia melihat jam yang ada di atas nakas. Sudah jam lima sore, pantas saja perutnya sudah keroncongan karena tidak makan siang.

Shana beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Lebih baik ia mandi terlebih dahulu baru memberi asupan nutrisi untuk cacing-caing di perutnya.

Setelah selesai, Shana membuka kunci kamarnya dan keluar dari kamar. Ia memandangi sekeliling rumah. Rumahnya gelap, padahal matahari belum terbenam seutuhnya.

SHANA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang